Galai
Galai atau Gale (dari bahasa Portugis, Galé) adalah sejenis kapal yang menggunakan dayung sebagai alat penggerak utamanya. Ciri-ciri galai tampak pada lambung yang panjang dan ramping, sarat yang rendah, dan jarak yang pendek antara permukaan laut dan pagar geladak. Pada dasarnya semua jenis galai memiliki layar yang dapat digunakan bilamana angin mendukung, tetapi tenaga manusia tetap merupakan penggerak utamanya. Hal ini menjadikan galai dapat berlayar tanpa dukungan angin maupun arus laut. Galai dihasilkan oleh peradaban-peradaban bahari yang tumbuh di sekeliling Laut Tengah pada permulaan milenium pertama SM dan terus dipakai dalam berbagai macam bentuknya sampai permulaan abad ke-19 untuk keperluan perang, niaga, dan perompakan.
Galai digunakan sebagai kapal perang oleh kekuatan-kekuatan bahari kuno di Laut Tengah, termasuk bangsa Yunani, bangsa Fenisia, dan bangsa Romawi. Galai tetap menjadi jenis kapal yang paling banyak dipakai untuk perang dan perompakan di Laut Tengah sampai dasawarsa terakhir abad ke-16. Sebagai kapal perang, galai sudah pernah diperlengkapi dengan berbagai macam senjata, termasuk pula balok pendobrak, katapel tempur, dan meriam, tetapi juga bergantung pada jumlah awaknya yang banyak untuk menundukkan kapal-kapal musuh dengan cara beramai-ramai menaiki dan merebut kendali. Galai merupakan jenis kapal pertama yang secara efektif menggunakan meriam-meriam berat sebagai senjata anti-kapal. Sebagai landasan senjata yang sangat efisien, galai telah mendorong terjadinya perubahan dalam rancangan benteng-benteng pertahanan pantai pada Zaman Pertengahan dan perkembangan bentuk kapal-kapal perang layar.
Penggunaan galai dalam peperangan mencapai puncaknya pada pada penghujung abad ke-16 dengan pertempuran-pertempuran seperti yang berlangsung di Lepanto pada 1571, salah satu pertempuran laut terbesar yang pernah terjadi. Akan tetapi menjelang abad ke-17 kapal-kapal layar dan kapal-kapal hibrida seperti sabak menggeser penggunaan galai dalam perang laut. Galai adalah kapal perang yang paling lazim digunakan di Samudera Atlantik sepanjang Zaman Pertengahan, dan kelak masih digunakan secara terbatas di Karibia, Filipina, dan Samudera Hindia pada permulaan Zaman Modern, sebagian besar sebagai kapal patroli dalam pemberantasan bajak laut. Sejak pertengahan abad ke-16 galai sesekali digunakan di Laut Baltik yang pendek-pendek jarak tempuh antar lokasinya dan memiliki banyak gugus pulau. Galai sempat muncul kembali di medan perang pada abad ke-18 dalam peperangan antara Rusia, Swedia, dan Denmark.
Definisi dan terminologi
Istilah "galai" berasal dari bahasa Yunani Zaman Pertengahan galea, yakni versi lebih kecil dari dromon, kapal perang utama angkatan laut Bizantium.[1] Asal-muasal kata Yunani itu sendiri tidak diketahui secara jelas namun agaknya berkaitan dengan kata galeos, ikan hiu anjing.[2] Sumber-sumber Portugis dan Belanda menyebutkan berbagai jenis perahu dayung pribumi Nusantara yang digunakan baik untuk keperluan patroli pantai maupun untuk berperang, dan yang sebanding dengan galai-galai Eropa.[3] Agaknya istilah galai atau gale (bahasa Makassar, galle) dalam bahasa Indonesia adalah lafal pribumi untuk kata Galé dari bahasa Portugis atau Galei dari bahasa Belanda. Kata "galai" (bahasa Inggris, galley) sudah dipakai dalam bahasa Inggris sejak ca. 1300[4] dan telah dipakai dalam banyak bahasa Eropa sejak sekitar 1500 baik sebagai istilah umum untuk menyebut kapal-kapal perang berpenggerak dayung, maupun sebagai istilah khusus sejak Zaman Pertengahan sampai seterusnya untuk menyebut kapal-kapal khas Laut Tengah.[5] Konsep galai yang sama baru mulai dipergunakan sejak abad ke-16. Sebelum saat itu, khususnya pada Zaman Kuno, ada berbagai macam istilah yang digunakan untuk menyebut berbagai jenis galai. Dalam kepustakaan modern, "galai" sesekali digunakan sebagai istilah umum untuk menyebut berbagai macam wahana dayung yang berukuran lebih besar dari pada perahu, meskipun galai "sejati" didefinisikan sebagai kapal tradisional Laut Tengah.[6]
Galai-galai kuno diberi nama menurut jumlah dayung, jumlah baris dayung, atau jumlah barisan pendayungnya. Nama-nama ini dibuat berdasarkan cara bertutur pada zamannya dikombinasikan dengan gabungan kata-kata Yunani dan Latin yang lebih mutakhir. Galai Yunani terawal yang memiliki satu baris dayung diberi nama triakonter (dari triakontoroi, "tiga puluh dayung") dan pentekonter (pentēkontoroi, "lima puluh dayung").[7] Untuk galai-galai dari masa-masa sesudahnya yang memiliki lebih dari satu baris dayung, nama-namanya dibuat berdasarkan bilangan Latin yang diimbuhi akhiran -remis dari kata rēmus, "dayung". Monoremis memiliki satu baris , biremis memiliki dua baris, dan triremis memiliki tiga baris dayung. Karena jumlah baris dayung sebanyak-banyaknya adalah tiga, maka nama-nama untuk semua galai yang lebih canggih dari itu dibuat bukan berdasarkan jumlah baris dayung tambahan, melainkan berdasarkan jumlah tambahan baris pendayung untuk masing-masing dayung. Quinqueremis (quinque + rēmus) secara harfiah berarti "lima-dayung", tetapi sebenarnya berarti ada penambahan jumlah pendayung pada baris-baris dayung tertentu sehingga mencapai lima baris pendayung. Agar lebih sederhana, banyak akademisi modern menyebutnya dengan istilah "lima", "enam", "delapan", "sebelas", dan seterusnya. Segala macam kapal dengan baris pendayung di atas enam atau tujuh tidak lazim dijumpai, meskipun demikian bahkan sebuah galai "empat puluh" yang luar biasa pun dapat dijumpai dalam sumber-sumber sezaman. Semua galai dengan lebih dari tiga atau empat baris pendayung seringkali disebut "poliremis".[8]
Arkeolog Lionel Casson pernah menggunakan istilah "galai" untuk mendeskripsikan segala macam kegiatan perkapalan Eropa Utara pada permulaan dan puncak Zaman Pertengahan, termasuk pula para saudagar Viking dan bahkan kapal-kapal panjang mereka, meskipun penggunaan semacam ini jarang terjadi.[9] kapal-kapal militer berpenggerak dayung yang dibuat di Kepulauan Britania selama abad ke-11 sampai abad ke-13 mengacu pada rancangan-rancangan khas Skandinavia, tetapi juga disebut "galai". Banyak di antaranya yang mirip dengan birlinn, kerabat dekat dari jenis-jenis kapal panjang semisal snekkja. Menjelang abad ke-14, kapal-kapal ini tergeser oleh kapal-kapal balinger di kawasan selatan Britania sementara kapal panjang jenis "galai Irlandia" terus digunakan sepanjang Zaman Pertengahan di kawasan utara Britania.[10]
Galai-galai Zaman Pertengahan dan permulaan Zaman Modern menggunakan terminologi yang berbeda dari leluhur-leluhur kunonya. Nama galai-galai ini dibuat berdasarkan perubahan rancangan yang berkembang sesudah skema-skema berdayung kuno terlupakan. Galai-galai terpenting di antaranya adalah dromon, pendahulu galea sottila Italia. Dromon adalah langkah pertama menuju bentuk akhir galai perang Laut Tengah. Ketika dijadikan bagian integral dari sistem peperangan dan administrasi negara pada permulaan Zaman Modern, kapal-kapal galai digolong-golongkan ke dalam semacam jenjang kepangkatan berdasarkan ukuran dan jumlah awaknya. Jenjang yang paling dasar adalah sebagai berikut: "galai lentera" pemimpin yang besar, separuh-galai, galiot, fusta, brigantin, dan pergata. Sejarawan bahari Jan Glete telah mendeskripsikannya sebagai semacam pendahulu dari sistem penggolongan Angkatan Laut Kerajaan dan armada-armada pelayaran lainnya di Eropa Utara.[11]
Angkatan Laut Perancis dan Angkatan Laut Kerajaan Inggris membangun serangkaian "galai pergata" ca. 1670–1690 yakni kapal-kapal layar jelajah kecil begeladak dua dengan sebaris lubang dayung di geladak bawah. Tiga galai pergata Inggris juga diberi nama-nama khusus - Galai James, Galai Charles, dan Galai Mary.[12] Pada penghujung abad ke-18, istilah "galai" dalam beberapa konteks tertentu digunakan sebagai sebutan untuk kapal-kapal dayung kecil bersenjata meriam yang tidak serupa dengan satu pun galai-galai Laut Tengah klasik. Semasa Perang Revolusi Amerika, dan perang-perang lain melawan Perancis dan Inggris, Angkatan Laut Amerika Serikat perdana dan angkatan-angkatan laut negara lain membuat kapal-kapal yang disebut "galai" atau "galai dayung", meskipun kapal-kapal ini sebenarnya adalah brigantin atau perahu meriam Baltik.[13] Cara pendeskripsian semacam ini lebih merupakan penggambaran karakter peran militernya, dan sebagian juga karena masalah teknis administrasi dan pendanaan angkatan laut.[14]
Sejarah
Salah satu alat transportasi air perdana adalah perahu lesung atau kano yang terbuat dari sepokok kayu yang dilubangi hingga berceruk, leluhur yang terdahulu dari galai. Lambungnya yang pendek mengakibatkan perahu lesung harus dikayuh dari posisi duduk yang tetap dan menghadap ke haluan. Cara kayuh kurang efisien jika dibandingkan dengan cara dayung yang menghadap ke buritan. Keberadaan alat angkut lintas laut yang dikayuh telah dibuktikan oleh temuan patung-patung model kapal berbahan terakota dan timbal di sekitar Laut Aegea yang berasal dari milenium ke-3 SM. Meskipun demikian, para arkeolog yakin bahwa kolonisasi Zaman Batu atas pulau-pulau di Laut Tengah sekitar 8.000 SM hanya dapat dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal berukuran cukup besar dan laik laut yang dikayuh dan bahkan mungkin pula telah diperlengkapi dengan layar.[15] Bukti pertama keberadaan kendaraan air yang lebih rumit dan yang dianggap sebagai prototipe galai-galai di kemudian hari berasal dari zaman Mesir Kuno pada kurun waktu Kerajaan Lama (ca. 2700–2200 SM). Pada masa pemerintahan Firaun Pepi I (2332–2283 SM), kapal-kapal ini digunakan sebagai alat angkut pasukan yang dikerahkan untuk menyerang pemukiman-pemukiman di pesisir Levant untuk selanjutnya berlayar kembali ke mesir membawa budak-belian dan kayu.[16] pada masa pemerintahan Hatshepsut (ca. 1479–57 SM), galai-galai digunakan dalam kegiatan niaga barang-barang mewah di Laut Merah dengan Negeri Punt yang misterius, sebagaimana yang tampak pada lukisan-lukisan pada dinding Kuil Makam Hatshepsut di Deir el-Bahari.[17]
Para pembuat kapal, kemungkinan besar bangsa Fenisia, sebuah bangsa bahari yang mendiami pesisir selatan dan timur Laut Tengah, adalah orang-orang pertama yang menciptakan galai bergeladak dua yang kelak termasyhur dengan sebutan Yunaninya, diērēs, atau biremis.[18] Meskipun bangsa Fenisia terhitung di antara peradaban-peradaban bahari terpenting pada permulaan Zaman Antik, baru sedikit bukti yang telah ditemukan terkait jenis-jenis kapal yang mereka pergunakan. Penggambaran-penggambaran terbaik yang sudah ditemukan sejauh ini adalah gambar-gambar kecil yang sudah sangat distilisasi pada stempel-stempel yang menggambarkan kapal-kapal berbentuk sabit bertiang satu dan memiliki sebaris dayung. Fresko-fresko beraneka warna yang terdapat di pemukiman-pemukiman Minoa di Santorini (ca. 1600 SM) memuat gambar-gambar yang lebih rinci dari kapal-kapal dengan tenda-tenda seremonial di geladak yang berlayar beriringan. Beberapa kapal ini didayung, tetapi selebihnya dikayuh oleh orang-orang yang membungkuk penuh semangat di sepanjang pagar-pagarnya. Gambar-gambar kapal yang dikayuh itu menurut penafsiran kemungkinan besar adalah tindakan ritual untuk memperagakan kembali kapal-kapal dari jenis yang lebih kuno, sebagai pengingat akan masa lampau sebelum penemuan teknik dayung, tetapi di lain pihak hanya sedikit yang diketahui tentang penggunaan dan rancangan kapal-kapal Minoa.[19]
Pada masa-masa awal keberadaan galai, tidak ada perbedaan tegas antara kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang selain pemanfaatannya. Perahu-perahu sungai hilir-mudik di jalur pelayaran Mesir Kuno pada Zaman Kerajaan Lama (2700–2200 SM) dan kapal-kapal serupa galai tercatat mengangkut barang-barang mewah dari seberang Laut Merah pada masa pemerintahan Firaun Hatshepsut. Pemasangan balok-balok pendobrak pada linggi haluan kapal-kapal sekitar abad ke-8 SM menyebabkan kapal-kapal perang memiliki ciri tersendiri sekaligus terbedakan dari kapal-kapal niaga, setidaknya bilamana digunakan dalam perang laut. Bangsa Fenisia mempergunakan galai sebagai alat angkut. Galai Fenisia ini tidak terlampau panjang, jumlah dayungnya lebih sedikit, dan lebih bergantung pada layar. Bangkai-bangkai galai Kartago dari abad ke-3 atau abad ke-2 SM yang ditemukan di lepas pantai Sisilia memiliki perbandingan panjang dan lebar sebesar 6:1, yakni proporsi yang berada di antara 4:1 pada galai-galai niaga dan 8:1 atau 10:1 pada galai-galai perang. Galai-galai niaga di Laut Tengah pada zaman kuno dibuat dengan maksud untuk digunakan mengangkut kargo berharga atau barang-barang mudah rusak yang perlu dikirim dengan aman dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.[20]
Galai-galai Yunani perdana muncul sekitar paruh kedua dari milenium ke-2 SM. Dalam syair wiracarita Ilias, berlatar belakang abad ke-12 SM, galai-galai dengan satu baris pendayung digunakan terutama untuk mengangkut para prajurit ke dan dari berbagai medan pertempuran darat.[22] Pertempuran laut pertama yang tercatat dalam sejarah, Pertempuran Delta, antara pasukan Mesir di bawah pimpinan Ramesses III dan persekutuan misterius yang dikenal dengan sebutan Bangsa Laut, berlangsung seawal 1175 SM. Pertempuran ini adalah bentrok pertama yang diketahui terjadi antar kekuatan tempur dengan menggunakan kapal-kapal laut sebagai senjata perang, sekalipun terutama sebagai landasan untuk bertarung. Pertempuran ini istimewa karena merupakan perlawanan terhadap sebuah armada yang bersauh di dekat pantai dengan bantuan pasukan pemanah yang berpangkalan di darat.[23]
Galai-galai Laut Tengah sejati yang pertama biasanya memiliki 15 dan 25 pasang dayung, disebut triakonter atau pentekonter, berturut-turut secara harfiah berarti "tiga puluh dayung" dan "lima puluh dayung". Tak lama sesudah kemunculannya, baris dayung ketiga ditambahkan melalui penambahan sebuah cadik pada biremis, yakni konstruksi menganjur yang memberikan tambahan ruang untuk dipasangi dayung. Galai-galai baru ini disebut triērēs ("pasang-tiga") dalam bahasa Yunani. Bangsa Romawi kelak menyebut rancangan ini triremis, yakni nama yang paling dikenal sekarang ini. Pernah dihipotesiskan bahwa jenis-jenis triremis perdana sudah ada seawal 700 SM, tetapi referensi kepustakaan konklusif terawal berasal dari 542 SM.[24] Dengan berkembangnya triremis, kapal-kapal pentekonter pun menghilang sepenuhnya. Triakonter masih digunakan, tetapi hanya untuk kegiatan pemantauan dan urusan-urusan kilat.[25]
Kapal-kapal perang perdana
Galai pertama kali digunakan dalam perang untuk mengangkut para pejuang dari satu tempat menuju tempat lain, dan sampai dengan pertengahan milenium ke-2 SM tidak berbeda dari kapal-kapal niaga. Sekitar abad ke-14 SM, muncul kapal-kapal pertama yang dibuat khusus untuk keperluan tempur, lebih ramping dan bersahaja bentuknya jika dibandingkan dengan kapal-kapal niaga yang gempal. Kapal-kapal ini digunakan untuk menyergap, merebut kapal-kapal niaga, dan untuk urusan-urusan kilat.[26] Selama periode awal ini, perompakan merupakan bentuk utama kekerasan terorganisasi di kawasan Laut Tengah. Sejarawan klasik di bidang bahari, Lionel Casson, menggunakan contoh dari karya-karya tulis Homeros untuk menunjukkan bahwa penyergapan di laut dianggap sebagai pekerjaan halal oleh bangsa-bangsa bahari kuno. Sejarawan Athena era akhir, Thoukudídēs mendeskripsikan penyergapan kapal-kapal niaga sebagai kegiatan yang "tanpa stigma" sedari masa sebelum ia lahir.[27]
Pengembangan balok pendobrak kira-kira sebelum abad ke-8 SM mengubah cara-cara berperang di laut, yang sampai dengan saat itu berupa kegiatan menyerbu beramai-ramai ke atas kapal musuh dan bertarung satu lawan satu. Dengan struktur berat yang terpasang pada pangkal linggi haluan dan dilapisi logam, biasanya perunggu, sebuah kapal dapat melumpuhkan kapal musuh dengan menghantamkan balok pendobrak pada lambung kapal musuh hingga berlubang. Laju dan kegesitan nisbi kapal-kapal menjadi penting, karena kapal yang lamban akan dapat disalip dan dilumpuhkan oleh kapal yang laju. Ranjangan-rancangan awal hanya memiliki satu baris pendayung pada lambung tanpa geladak, menggerakkan batang dayung yang terpasang pada penumpu dayung di sepanjang pagar kapal. Agar dapat bergerak laju dan gesit dalam peperangan, sebuah kapal kayu sebanyak-banyaknya harus diperlengkapi dengan 25-30 bilah dayung pada setiap sisi. Penambahan sebaris lagi dayung, yang terjadi sebelum ca. 750 SM, memungkinkan galai dibuat lebih pendek tanpa mengurangi jumlah pendayung, sehingga membuatnya cukup kuat untuk dijadikan senjata tubruk yang efektif.[28]
Mulculnya negara-negara yang lebih maju dan persaingan di antara mereka mendorong perkembangan galai menjadi lebih canggih dengan jumlah baris pendayung yang berlipat ganda. Sepanjang pertengahan milenium pertama SM, kekuatan-kekuatan Laut Tengah mengembangkan kapal-kapal yang kian besar dan kian rumit, yang tercanggih adalah triremis klasik yang berpenggerak 170 tenaga pendayung. Kapal-kapal triremis dilibatkan dalam beberapa pertempuran laut selama Perang Yunani-Persia (502–449 SM) dan Perang Peloponnesos (431-404 SM), termasuk dalam Pertempuran Aegospotamos pada 405 SM, yang memeteraikan kekalahan Athena dari Sparta dan sekutu-sekutunya. Triremis adalah kapal canggih yang sangat menguras dana baik dalam pembuatan maupun perawatan disebabkan oleh jumlah awaknya yang banyak. Jelang abad ke-5, telah dikembangkan galai-galai perang canggih, yang memerlukan keberadaan negara-negara besar dengan perekonomian yang maju untuk membuat dan merawatnya. Galai dikait-kaitkan dengan kemutakhiran teknologi kapal perang sekitar abad ke-4 SM, serta hanya dapat dimiliki oleh negara yang maju dengan perekonomian dan administrasi yang maju pula. Pengoperasian galai membutuhkan tenaga pendayung dengan tingkat kemahiran yang cukup memadai. Kebanyakan para pendayung adalah warga negara merdeka yang berpengalaman kerja bertahun-tahun sebagai pendayung.[29]
Zaman Helenistis dan kebangkitan Republik
Seiring bertambah besar dan rumitnya peradaban-peradaban di sekeliling Laut Tengah, baik angkatan laut mereka maupun galai-galai dalam angkatan laut itu juga bertambah besar. Rancangan dasar berupa dua atau tiga baris dayung masih tetap sama, tetapi jumlah pendayung ditambahkan pada masing-masing dayung. Alasan tepatnya tidak diketahui, tetapi diyakini disebabkan karena pertambahan jumlah pasukan serta penggunaan senjata-senjata jarak jauh yang lebih canggih di atas kapal-kapal, seperti katapel tempur. Besarnya kekuatan tempur angkatan laut juga menyulitkannya untuk mendapatkan cukup banyak pendayung mahir karena adanya penerapan sistem satu-orang-satu-dayung pada kapal-kapal triremis awal. Dengan penempatan lebih dari satu orang pada tiap dayung, satu pendayung tunggal dapat menjadi patokan gerakan untuk diikuti oleh yang lain, dengan demikian orang-orang yang tidak berpengalaman dapat pula dipekerjakan sebagai pendayung.[32]
Negara-negara yang muncul menggantikan kekaisaran Aleksander Agung membuat galai-galai yang tampak seperti triremis atau biremis dari segi tata-letak dayungnya, tetapi digerakkan dengan tambahan tenaga pendayung untuk tiap dayung. Dionisios I dari Sirakusa (ca. 432–367 SM) dihormati sebagai perintis galai "lima" dan "enam", artinya lima atau enam baris pendayung menggerakkan dua atau tiga baris dayung. Ptolemaios II (283-46 SM) diketahui pernah membangun sebuah armada besar, terdiri atas galai-galai berukuran sangat besar dengan beberapa rancangan eksperimental yang didayung oleh 12 sampai 40 baris pendayung, meskipun sebagian besar dari galai-galai ini dianggap tidak begitu praktis. Armada-armada dengan galai-galai besar digunakan dalam konflik-konflik seperti Perang Punisia (246-146 SM) antara Republik Romawi dan Kartago, yang melibatkan pertempuran-pertempuran masif di laut dengan pengerahan beratus-ratus kapal dan berlaksa-laksa prajurit, pelaut, dan pendayung.[33]
Sebagian besar bukti tertulis yang masih ada berasal dari bidang usaha pengapalan barang Yunani dan Romawi, meskipun agaknya galai-galai niaga di seluruh Laut Tengah sangat mirip satu dengan yang lain. Dalam bahasa Yunani, galai-galai ini disebut histiokopos ("pe-layar-dayung"), nama ini mencerminkan ketergantungannya pada kedua macam propulsi itu. Dalam bahasa Latin, sebutannya adalah actuaria (navis) ("kapal bergerak"), nama ini menekankan kemampuannya mengarungi laut tanpa bergantung pada kondisi cuaca. Sebagai contoh dari laju dan keandalan galai-galai ini, dalam pidatonya yang terkenal "Carthago delenda est", Cato Sang Pengetua mendemonstrasikan betapa dekatnya Kartago, musuh besar Romawi, dengan memperlihatkan kepada khalayak pendengar sebutir ara segar yang menurut pengakuannya baru dipetik di Afrika Utara tiga hari lepas. Kargo-kargo lain yang diangkut dengan galai adalah madu, keju, daging, dan binatang hidup untuk pertarungan gladiator. Orang-orang Romawi memiliki beberapa jenis galai niaga yang dikhususkan untuk berbagai keperluan, di antaranya adalah actuaria dengan jumlah pendayung sampai dengan 50 orang yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk pula phaselus (secara harfiah berarti "polong" atau kulit kacang) untuk transportasi penumpang dan lembus, alat angkut cepat ukuran kecil. Banyak dari rancangan-rancangan ini terus dipergunakan sampai Zaman Pertengahan.[34]
Zaman Imperium Romawi
Pertempuran Actium pada 31 SM antara pasukan Augustus melawan pasukan Markus Antonius menandai titik puncak kekuatan armada Romawi. Seusai kemenangan Augustus di Actium, sebagian besar armada Romawi dibongkar dan dibakar. Sebagian besar pertempuran dalam perang saudara Romawi melibatkan kekuatan-kekuatan tempur darat, dan sejak kurun waktu 160-an hingga abad ke-4 M, tidak ada catatan mengenai aksi-aksi yang dilakukan oleh armada yang besar. Selama kurun waktu ini, sebagian besar awak kapal galai dibubarkan atau dipekerjakan di dunia hiburan dalam pertunjukan perang-perangan atau dalam penanganan tenda-tenda peneduh yang serupa dengan layar-layar kapal di arena-arena Romawi yang lebih besar. Segala sesuatu yang tersisa dari armada Romawi diperlakukan sebagai pendukung belaka bagi kekuatan-kekuatan tempur darat. Awak kapal pun menyebut dirinya milites (para serdadu), bukan lagi nautae (para pelaut).[35]
Armada galai Romawi dijadikan satuan-satuan patroli provinsi yang lebih kecil dan sangat bergantung pada liburna, kapal-kapal biremis sempit dengan 25 pasang dayung. Jenis kapal ini dinamakan demikian mengikuti nama salah satu Suku Iliria yang dikenal oleh orang-orang Romawi sebagai suku pengembara laut, dan kapal-kapal kecil ini dibuat mengikuti, atau terinsprasi oleh, kapal-kapal yang digunakan oleh suku tersebut. Liburna serta galai-galai kecil lainnya berpatroli di sungai-sungai benua Eropa, dan berlayar hingga ke kawasan Baltik, tempat kapal-kapal ini digunakan untuk memadamkan pemberontakan-pemberontakan rakyat setempat. Orang-orang Romawi memiliki sejumlah besar pangkalan di seluruh wilayah kekaisaran mereka: di sepanjang sungai-sungai Eropa Tengah, rantai pelabuhan di sepanjang pesisir Eropa Utara dan Kepulauan Britania, Mesopotamia dan Afrika Utara, termasuk yang ada di Trabzon, Wina, Beograd, Dover, Seleukia, dan Aleksandria. Hanya sedikit pertempuran galai aktual di provinsi-provinsi yang tercantum dalam catatan-catatan sejarah. Satu aksi pada 70 M pada lokasi yang tidak diketahui di "Pulau orang-orang Batavia" ketika pecah Pemberontakan Batavia tercatat dalam sejarah, dan melibatkan penggunaan sebuah triremis sebagai kapal bendera Romawi.[36] Armada provinsi terakhir, classis Britannica, dirampingkan menjelang akhir kurun waktu 200-an M, meskipun masih ada sedikit peningkatan jumlah pada masa pemerintahan Konstantinus (272–337). Pada masa pemerintahannya, pecah pertempuran laut berskala besar terakhir yang dilakukan oleh Kekaisaran Romawi bersatu (sebelum terbelah secara permanen menjadi Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur yang kelak disebut Bizantium), pertempuran Hellespontus pada 324 M. Tak lama seusai pertempuran Hellespontus, triremis klasik tidak lagi digunakan, dan rancangannya pun terlupakan.[37]
Kawasan timur Laut Tengah
Transisi dari galai ke kapal-kapal layar sebagai jenis kapal perang yang paling lazim digunakan bermula pada puncak Zaman Pertengahan (ca. abad ke-11). Kapal-kapal layar berukuran besar dan berlambung tinggi selalu menjadi rintangan yang menakutkan bagi kapal-kapal galai. Bagi kapal-kapal dayung bergeladak rendah itu, kapal-kapal layar yang lebih gempal seperti kerakah dan koga nyaris tampak seperti benteng-benteng terapung, karena sukar untuk dikerubuti dan bahkan lebih sukar lagi untuk direbut. Kapal-kapal galai masih dimanfaatkan sebagai kapal perang sepanjang Zaman Pertengahan karena kelincahannya bermanuver. Kapal-kapal layar kala itu hanya bertiang satu, biasanya dipasangi satu layar tunggal yang sangat lebar dan berbentuk persegi. Keadaan ini menjadikan kapal-kapal layar sukar dikemudikan dan nyaris tidak mungkin berlayar bertentangan dengan arah angin. Oleh karena itu kapal-kapal galai masih merupakan satu-satunya jenis kapal yang dapat digunakan untuk penyerangan daerah pesisir dan pendaratan pasukan, yakni dua unsur penentu dalam peperangan pada Zaman Pertengahan.[38]
Di kawasan timur Laut Tengah, Kekaisaran Bizantium disibukkan oleh serbuan-serbuan mendadak dari bangsa Arab Muslim sejak abad ke-7, yang mengakibatkan timbulnya persaingan sengit, penambahan armada, dan pembuatan galai-galai perang yang semakin lama semakin besar ukurannya. Segera sesudah menaklukkan Mesir dan Levant, para pemimpin Arab membuat kapal-kapal yang sangat mirip dengan kapal-kapal dromon Bizantium dengan bantuan para pembuat kapal Koptik dari bekas pangkalan-pangkalan laut Bizantium.[39] Jelang abad ke-9, pergumulan antara Bizantium dan Arab telah menjadikan kawasan timur Laut Tengah sebagai wilayah tak bertuan bagi aktivitas niaga. Dalam kurun waktu 820-an, Kreta direbut oleh kaum Muslim Andalusia yang tersingkir dari negerinya setelah gagal memberontak melawan Emirat Kordoba, mengubah pulau itu menjadi sebuah pangkalan untuk melancarkan serangan-serangan (menggunakan galai) atas usaha pengapalan barang pihak Kristen sampai dengan pulau itu direbut kembali oleh Bizantium pada 960.[40]
Kawasan barat Laut Tengah
Di kawasan barat Laut Tengah dan Atlantik, terpecahnya Kekaisaran Karoling pada penghujung abad ke-9 menghasilkan suatu kurun waktu yang penuh instabilitas. Perompakan dan penyergapan di Laut Tengah meningkat, khususnya yang dilakukan oleh para penyerang Muslim yang merupakan pendatang baru di kawasan itu. Keadaan makin diperburuk dengan kedatangan para penyerang Viking dari Skandinavia yang menggunakan kapal-kapal panjang, yakni kapal-kapal yang dalam banyak hal sangat dekat dengan galai dari segi rancangan serta pemanfaatannya, dan juga menggunakan taktik-taktik tempur yang sama. Untuk menanggulangi ancaman ini, para pemimpin setempat mulai membuat kapal-kapal dayung berukuran besar, beberapa di antaranya memiliki sampai 30 pasang dayung, yakni kapal-kapal yang lebih besar, lecih cepat, dan berlambung lebih tinggi dari pada kapal-kapal Viking.[41] Ekspansi bangsa Skandinavia, termasuk penyerbuan-penyerbuan yang mereka lakukan di Laut Tengah, baik terhadap kaum Muslim Iberia maupun terhadap Konstantinopel, mereda pada pertengahan abad ke-11. Pada waktu itu, stabilitas yang lebih besar dalam lalu-lintas niaga dapat dicapai berkat bangkitnya kerajaan-kerajaan Kristen seperti Perancis, Hongaria, dan Polandia. Sekitar waktu yang sama, bandar-bandar dan negara-negara kota Italia, seperti Venesia, Pisa, dan Amalfi, bangkit di pinggiran Kekaisaran Bizantium tatkala kekaisaran itu tengah berkutat dengan ancaman-ancaman dari timur.[42]
Sesudah kemunculan Islam dan terjadinya penaklukan-penaklukan oleh kaum Muslim pada abad ke-7 dan ke-8, perekonomian Laut Tengah yang telah terbina selama berabad-abad itu pun runtuh, dan volume perniagaan merosot dengan tajam.[43] Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) mengabaikan peluang untuk menghidupkan kembali jalur-jalur niaga darat, dan tetap berupaya menjaga keterbukaan jalur-jalur pelayaran yang mereka andalkan demi mempertahankan keutuhan kekaisaran. Perniagaan komoditas curah terpuruk pada 600-750 sementara perniagaan komoditas mewah mengalami peningkatan. Kapal-kapal galai masih tetap dioperasikan, terutama dalam kegiatan niaga barang-barang mewah, agar laba yang diperoleh cukup besar untuk menutupi biaya perawatannya yang tinggi.[44] Pada abad ke-10, pembajakan meningkat pesat sehingga orang mulai membuat kapal-kapal yang lebih besar dan berawak lebih banyak. Sebagian besar kapal-kapal jenis baru ini dibuat oleh negara-negara kota Italia yang tumbuh sebagai kekuatan-kekuatan bahari dominan, termasuk Venesia, Genova, dan Pisa. Mengikuti rancangan kapal warisan Bizantium, galai-galai niaga yang baru ini serupa bentuknya dengan kapal-kapal dromon, hanya saja tidak diperlengkapi senjata-senjata berat, berlayar lebih cepat, dan lebih lebar ukurannya. Kapal-kapal ini dapat berawak sampai dengan 1.000 orang, dan dimanfaatkan baik untuk niaga maupun untuk perang. Faktor berikutnya yang mendorong pengembangan galai-galai niaga berukuran besar adalah lonjakan jumlah peziarah Eropa Barat yang berangkat ke Tanah Suci.[45]
Di Eropa Utara, kapal-kapal panjang Viking berikut turunannya, kapal-kapal knorr, mendominasi perdagangan dan pengiriman barang, meskipun berkembang sendiri di luar lingkup tradisi galai Laut Tengah. Di Eropa Selatan, galai-galai tetap dimanfaatkan untuk kepentingan niaga meskipun kapal-kapal layar telah memiliki bentuk lambung dan peralatan yang lebih efisien; karena galai dapat menepi di pantai dan tetap mampu berlayar sekalipun tanpa dukungan angin, sehingga masih sangat diandalkan. Titik zenit dalam perancangan galai-galai niaga dicapai dengan kemunculan galai-galai agung milik negara di Republik Venesia, yang pertama kali dibuat pada era 1290-an. Kapal-kapal ini digunakan dalam kegiatan niaga komoditas mewah yang berlaba besar dari dunia Timur semisal rempah-rempah, sutra, dan ratna mutu manikam. Kapal-kapal ini dari segala segi jauh lebih besar dari pada galai-galai perang pada zamannya (mencapai 46 m) serta lebih dalam saratnya, dengan ruang yang lebih luas untuk menampung kargo (140-250 ton). Dengan jumlah pendayung berkisar dari 150 sampai 180 orang, yang semuanya mampu mempertahankan kapal bilamana diserang, galai-galai agung ini juga merupakan moda angkutan laut yang paling aman. Keistimewaan ini menciptakan usaha angkutan para peziarah yang mengalir deras ke Tanah Suci, dengan tempo perjalanan paling cepat 29 hari untuk rute Venesia-Jaffa, meskipun harus beberapa kali untuk beristirahat dan mengisi kembali cadangan air atau pun untuk menunggu sampai cuaca buruk berlalu.[46]
Perkembangan galai sejati
Medan perang laut pada penghujung Zaman Pertengahan terbagi menjadi dua kawasan. Di Laut Tengah, galai-galai digunakan dalam kegiatan-kegiatan penyerangan di sepanjang pantai, dan dalam pertarungan konstan memperebutkan pangkalan-pangkalan laut. Di kawasan Atlantik dan Baltik, orang lebih berfokus pada kapal-kapal layar yang sebagian besar digunakan untuk mengangkut pasukan, sementara galai-galai dimanfaatkan sebagai sarana pendukung pertempuran.[47] Galai-galai masih luas digunakan di daerah utara dan merupakan jenis kapal perang terbanyak yang digunakan oleh kekuatan-kekuatan Laut Tengah yang memiliki kepentingan di daerah utara, teristimewa Kerajaan Perancis dan Kerajaan Iberia.[48]
Selama abad ke-13 dan ke-14, galai berkembang dalam bentuk rancangan yang pada dasarnya masih tetap sama sampai tidak dipergunakan lagi pada permulaan abad ke-19. Jenis baru ini diturunkan dari jenis-jenis kapal yang digunakan oleh armada Bizantium dan armada Muslim pada permulaan Zaman Pertengahan. Kapal-kapal ini merupakan tulang punggung dari semua kekuatan-kekuatan Kristen sampai dengan abad ke-14, termasuk republik-republik bahari di Genova dan Venesia, negara-negara kepausan, Ksatria Hospitaller, Aragon, Kastilia, dan juga oleh banyak lanun dan korsario. Istilah umum untuk menyebut kapal-kapal jenis baru ini adalah gallee sottili ("galai-galai ramping"). Angkatan Laut Utsmaniyah di kemudian hari menggunakan rancangan serupa, tetapi umumnya lebih cepat bila berlayar dengan mengandalkan layar, dan lebih kecil ukurannya, tetapi lebih lambat bila berlayar dengan mengandalkan dayung.[49] Rancangan-rancangan galai semata-mata dimaksudkan untuk memfasilitasi aksi jarak dekat dengan senjata-senjata genggam dan senjata-senjata lontar seperti busur panah dan busur silang. Pada abad ke-13, Kerajaan Aragon di semenanjung Iberia membuat beberapa armada galai yang diperlengkapi puri pertahanan, diawaki para pemanah silang Katalan, dan secara teratur mengalahkan kekuatan tempur Angevin yang jauh lebih besar jumlahnya.[50]
Sejak paruh pertama abad ke-14th, galere da mercato ("galai-galai saudagar") Venesia dibuat di galangan-galangan kapal milik Arsenal yang dikelola oleh negara sebagai suatu "kerja sama operasi badan usaha milik negara dan asosiasi pengusaha swasta, asosiasi pengusaha swasta adalah suatu konsorsium para saudagar ekspor", sebagaimana yang dideskripsikan oleh Fernand Braudel.[51] Kapal-kapal ini berlayar secara konvoi, dikawal oleh para prajurit pemanah dan para awak katapel tempur (ballestieri) di atas kapal, dan kelak diperlengkapi pula dengan meriam-meriam. Di Genova, kekuatan bahari besar lainnya di masa itu, galai-galai dan kapal-kapal pada umumnya lebih banyak yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan swasta kecil.
Pada abad ke-14 dan ke-15, galai-galai niaga digunakan dalam kegiatan perdagangan barang-barang bernilai tinggi dan untuk mengangkut penumpang. Rute-rute utama pada zaman permulaan Perang Salib merupakan jalur-jalur pengangkutan para peziarah menuju Tanah Suci. Di kemudian hari ada pula rute-rute yang menghubungkan pelabuhan-pelabuhan di sekeliling Laut Tengah, menghubungkan Laut Tengah dengan Laut Hitam (jalur perniagaan gandum curah yang tak lama kemudian terputus akibat jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki pada 1453), dan menghubungkan Laut Tengah dengan Brugge —galai Gonova pertama berlabuh di Sluis pada 1277, galere Venesia pertama pada 1314— dan Southampton. Meskipun merupakan kapal-kapal layar, kapal-kapal ini memanfaatkan dayung ketika memasuki dan meninggalkan pelabuhan-pelabuhan yang disinggahinya. Olah gerak kapal dengan dayung juga merupakan cara paling efektif untuk masuk dan keluar Laguna Venesia. Galera Venesia, yang awalnya dibuat dengan bobot 100 ton dan kelak dibuat hingga mencapai 300 ton, bukanlah kapal niaga pada zamannya, karena kerakah Genova abad ke-15 dibuat mencapai bobot yang mungkin lebih dari 1000 ton.[53] Pada 1447, misalnya, galai-galai Firenze dijadwalkan untuk menyinggahi 14 pelabuhan dalam pelayaran pulang-pergi ke dan dari Aleksandria.[54] Ketersediaan dayung memungkinkan kapal-kapal ini untuk dikemudikan dekat dengan pantai sehingga dapat memanfaatkan tiupan angin dari darat dan laut serta arus gelombang pantai untuk dapat berlayar secepat mungkin melawan arah angin yang paling kencang bertiup. Jumlah awak yang besar juga berguna untuk melindungi kapal dari pembajakan. Kapal-kapal ini sangat laik laut; sebuah galai agung Firenze bertolak dari Southampton pada 23 Februari 1430 dan kembali ke pangkalannya di pelabuhan Pisa dalam 32 hari. Kapal-kapal ini juga sangat aman sehingga barang-barang dagangan yang diangkutnya seringkali tidak diasuransikan.[55] Ukurannya pun kian lama kian membesar sepanjang kurun waktu ini, dan kelak dijadikan pola acuan dalam pengembangan galias.
Transisi ke kapal layar
Pengenalan senjata api
Kemerosotan Laut Tengah
Penggunaan di Eropa Utara
Kebangkitan kembali dan kemerosotan Baltik
Konstruksi
Triremis
Zaman Romawi
Zaman Pertengahan
Dromon dan galea
Standarisasi
Galai bersenjata api
Senjata-senjata api perdana berkaliber besar, dan mula-mula terbuat dari besi tempa sehingga tidak sekuat senjata-senjata api dari perunggu tuang yang kelak menjadi senjata api standar pada abad ke-16. Senjata-senjata api ini mula-mula dipasang langsung di haluan kapal, dengan laras mengarah langsung ke depan. Cara penataan ini bertahan nyaris tanpa perubahan hingga galai menghilang dari aktivitas pelayaran pada abad ke-19.[56] Kemunculan senjata-senjata api berat dan senjata-senjata api jinjing tidak sepenuhnya mengubah taktik-taktik tempur terdahulu. Andaikata berubah sekalipun, galai masih menitikberatkan haluan sebagai alat penyerang, baik sebagai tempat pasukan berancang-ancang sebelum menyerbu beramai-ramai ke kapal musuh maupun sebagai tempat dipasangnya senjata-senjata api jinjing dan meriam-meriam. Galai mampu melampaui kinerja kapal layar dalam pertempuran-pertempuran laut terdahulu. Galai tetap menyimpan keuntungan taktis khusus bahkan sesudah kemunculan perdana artileri laut karena dengan mudah dapat diarahkan untuk menubruk kapal lawan.[57]
Dalam pertarungan-pertarungan galai lawan galai yang berskala besar, taktik-taktik tempur pada dasarnya tetap sama sampai akhir abad ke-16. Meriam-meriam dan senjata-senjata api jinjing diperkenalkan sekitar abad ke-14, tetapi tidak serta-merta mempengaruhi taktik-taktik tempur; formasi dasar yakni kapal berbanjar membentuk sabit, sebagaimana yang digunakan dalam Pertempuran Lepanto pada 1571, telah digunakan oleh armada Bizantium hampir satu milenium lebih awal.[58]
Simbolisme seremonial
Galai digunakan semata-mata untuk keperluan-keperluan seremonial oleh banyak penguasa dan negara. Di Eropa pada permulaan Zaman Pertengahan, galai mendapatkan muruah besar yang tidak dimiliki kapal-kapal lain. Sejak awal keberadaannya, galai dikemudikan mengikuti perintah para panglima bala tentara darat, dan digunakan dalam pertempuran mengikuti taktik-taktik tempur yang diadaptasi dari peperangan di darat. Karena itulah galai mendapatkan kedudukan terhormat dalam kaitannya dengan pertempuran-pertempuran darat, yakni pencapaian tertinggi seorang bangsawan terkemuka atau seorang raja. Di kawasan Baltik, Raja Gustav I dari Swedia, pendiri negara Swedia modern, menunjukkan ketertarikan khusus pada galai, selayaknya seorang penguasa di Zaman Pencerahan Eropa. Kapan pun melakukan kunjungan dengan berlayar, Gustav, para pembesar istana, para birokrat kerajaan, dan para garda pribadi raja akan menggunakan galai.[59] Sekitar masa yang sama, Raja Henry VIII dari Inggris yang sangat berambisi untuk menyamai reputasi sang pemimpin besar di Zaman Pencerahan itu, juga memerintahkan pembuatan beberapa buah galai bergaya Laut Tengah (dan bahkan mengawaki galai-galai itu dengan budak-budak belian), meskipun Angkatan Laut Inggris kala itu lebih banyak mengandalkan kapal-kapal layar.[60]
Meskipun kapal perang layar semakin lama semakin penting, galai tetap lebih erat hubungannya dengan peperangan di darat, dan dengan muruah yang terkait dengannya. Sejarawan bahari Inggris Nicholas Rodger mendeskripsikannya sebagai pameran "lambang tertinggi kuasa kerajaan ... yang berasal dari hubungannya yang erat dengan angkatan darat, dan oleh karena itu dengan para penguasa".[61] Pemahaman dan pemanfaatan galai seperti ini mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sang "Raja Matahari" Perancis, Louis XIV, dalam bentuk suatu korps galai yang berdedikasi. Louis dan negara Perancis menciptakan sebuah sarana dan lambang kuasa kerajaan yang kecil manfaatnya dalam pertempuran, tetapi sangat berguna dalam menyebarluaskan ambisi-ambisi absolutis. Galai-galai dibuat hingga jumlahnya mencukupi untuk membentuk satu flotilla (armada kecil) kerajaan yang mengapung di Terusan Agung Istana Versailles sebagai wahana hiburan bagi kalangan istana.[62] Galai-galai kerajaan berpatroli di Laut Tengah, memaksa kapal-kapal negara lain untuk memberikan penghormatan kepada panji-panji raja, sebagai iring-iringan duta-duta besar dan para kardinal, serta dengan patuh berpartisipasi dalam parade angkatan laut atau arak-arakan pamer kemewahan yang diselenggarakan kerajaan. Sejarawan Paul Bamford mendeskripsikan galai-galai itu sebagai kapal-kapal yang "tentunya sangat memikat bagi orang-orang dari kalangan militer dan bagi para perwira bangsawan ... yang terbiasa dipatuhi dan dilayani".[63]
Dikaryakannya para terpidana pelaku kriminal, para pembangkang politik, dan para penyimpang agama sebagai pendayung-pendayung galai turut membuat korps galai menjadi besar, disegani, dan merupakan sistem penahanan yang hemat biaya.[64] Para pendayung dari kaum Protestan Perancis secara khusus diperlakukan dengan buruk, dan sekalipun jumlah mereka sangat minoritas, pengalaman-pengalaman mereka kelak mendominasi warisan sejarah galai-galai raja. Pada 1909, penulis Perancis Albert Savine (1859–1927) menulis bahwa "[se]habis Bastille, galai-galai adalah kengerian terbesar dari rezim lama".[65] Lama sesudah para terpidana tidak lagi dikaryakan di galai-galai, dan bahkan sesudah masa pemerintahan Napoleon, istilah galérien ("pendayung galai") terus menjadi istilah umum simbolis yang digunakan sebagai sebutan untuk para pekerja rodi dan para terpidana yang menjalani hukuman-hukuman berat.[66]
Kapal-kapal galai yang masih ada
Kapal-kapal asli
Museum bahari di Istambul menyimpan galai Kadırga (bahasa Turki untuk "galai", dari kata Yunani Bizantium katergon), yang berasal dari masa pemerintahan Mehmed IV (1648–1687). Kapal ini merupakan galai pribadi sultan, dan dipergunakan sampai dengan 1839. Diduga Kadırga adalah satu-satunya galai yang tersisa di dunia, sekalipun sudah kehilangan tiang-tiangnya. Kapal ini memiliki panjang 37 m, lebar 5,7 m, sarat setinggi 2 m, bobot sekitar 140 ton, dan diperlengkapi 48 bilah dayung yang dikayuh oleh 144 tenaga pendayung.
Rekonstruksi
Sebuah hasil rekonstruksi 1971 dari galai Real, kapal bendera Don Juan de Austria dalam Pertempuran Lepanto, kini tersimpan di Museu Marítim di Barcelona. Kapal ini memiliki panjang 60 m, lebar 6,2 m, sarat setinggi 2,1 m, bobot mati seberat 239 ton, dikayuh oleh 290 tenaga pendayung, dan mengangkut sekitar 400 awak dan prajurit pada Pertempuran Lepanto. Real berukuran lebih besar daripada galai-galai yang lazim dibuat pada zamannya.
Sebuah oraganisasi bernama "The Trireme Trust", bekerja sama dengan Angkatan Laut Yunani, mengoperasikan sebuah rekonstruksi triremis Yunani kuno yang diberi nama Olympias.[67]
Ivlia adalah sebuah replika biremis Yunani yang dibuat pada 1989 di Sochi, Laut Hitam, yang melakukan pelayaran keliling Eropa diawaki para sukarelawan selama enam musim.
Temuan arkeologi
Pada 1965, sisa-sisa sebuah galai Venesia kecil yang karam pada 1509 ditemukan di Danau Garda, Italia. Kapal ini telah terbakar dan hanya lambung bawahnya yang tersisa.[68] Pada pertengahan 1990-an, sebuah galai karam ditemukan di dekat Pulau San Marco in Boccalama, di Laguna Venesia.[69] Bangkai kapal ini sebagian besar masih utuh namun tidak diangkat dari dasar laut karena besar biayanya.
Catatan
- ^ Pryor (2002), hal. 86–87; Anderson (1962), hal. 37–39
- ^ Henry George Liddell & Robert Scott Galeos, Daftar Istilah Yunani-Inggris
- ^ Poesponegoro, Marwati Djoened, Sejarah nasional Indonesia III: Zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia (Ed. Pemutakhiran), PT Balai Pustaka, 2008.[1] hal. 91–108
- ^ Oxford English Dictionary (Ed. ke-2, 1989), "galley"
- ^ Sebagai contohnya lihat Svenska Akademiens ordbok, "galeja" atau "galär " dan Woordenboek der Nederlandsche Taal, "galeye"
- ^ Anderson (1962), hal. 1, 42; Lehmann (1984), hal. 12
- ^ Casson (1971), hal. 53—56
- ^ Murray (2012), hal. 3
- ^ Casson (1995), hal. 123
- ^ Rodger (1997), hal. 66—68
- ^ Glete (1993), hal. 81
- ^ Winfield (2009), hal. 116—118
- ^ Karl Heinz Marquardt, "The Fore and Aft Rigged Warship" in Gardiner & Lavery (1992), hal. 64
- ^ Mooney (1969), hal. 516
- ^ Wachsmann (1995), hal. 10
- ^ Wachsmann (1995), hal. 11–12
- ^ Wachsmann (1995), hal. 21–23
- ^ Casson (1995), hal. 57–58
- ^ Wachsmann (1995), pp. 13–18
- ^ Casson (1995), hal. 117–21
- ^ Casson (1971), hal. 68–69
- ^ Morrison, Coates & Rankov (2000), hal. 25
- ^ Wachsmann (1995), hal. 28–34
- ^ Morrison, Coates & Rankov, hal. 32–35
- ^ Casson (1991), hal. 87
- ^ Casson (1991), hal. 30–31
- ^ Casson (1991), hal. 44–46
- ^ Morrison, Coates & Rankov, (2000), hal. 27–32
- ^ Morrison, Coates & Rankov (2000), hal. 38–41
- ^ D.B. Saddington (2011) [2007]. "the Evolution of the Roman Imperial Fleets," in Paul Erdkamp (ed), A Companion to the Roman Army, 201-217. Malden, Oxford, Chichester: Wiley-Blackwell. ISBN 978-1-4051-2153-8. Plate 12.2 di hal. 204.
- ^ Coarelli, Filippo (1987), I Santuari del Lazio in età repubblicana. NIS, Rome, hal 35-84.
- ^ Morrison, Coates & Rankov (2000), hal. 48–49
- ^ Morrison (1995), hal. 66–67
- ^ Casson (1995), hal. 119–23
- ^ Rankov (1995), hal. 78–80
- ^ Rankov (1995), hal. 80–81
- ^ Rankov (1995), hal. 82–85
- ^ Rodger, (1997), hal. 64–65
- ^ Unger (1980), hal. 53–55.
- ^ Unger (1980), hal. 96–97
- ^ Unger (1980), hal. 80
- ^ Unger (1980), hal. 75–76
- ^ Pirenne, Mohammed and Charlemagne; tesis ini muncul dalam bab 1–2 dari Medieval Cities (1925)
- ^ Unger (1980), hal. 40, 47
- ^ Unger (1980), hal. 102–4
- ^ Casson (1995), hal. 123–126
- ^ Glete (2000), hal. 2
- ^ Mott (2003), hal. 105–6
- ^ Pryor (1992), hal. 64–69
- ^ Mott (2003), hal. 107
- ^ Braudel, The Perspective of the World, Jilid III dari Civilization and Capitalism (1979) 1984:126
- ^ Higgins, Courtney Rosali (2012) The Venetian Galley of Flanders: From Medieval (2-Dimensional) Treatises to 21st Century (3-Dimensional) Model. Tesis Magister, Texas A&M University [2]
- ^ Fernand Braudel, The Mediterranean in the Age of Philip II I, 302.
- ^ Pryor (1992), hal. 57
- ^ Mallett (1967)
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaGuilmartin 1974, hal. 216
- ^ Rose (2002), hal. 133
- ^ Guilmartin (1974), hal. 157–158
- ^ Jan Glete, "Vasatidens galärflottor" in Norman (2000), hal. 39, 42
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaJohn Bennel 2000 hal. 35-37
- ^ Rodger (2003), hal. 237
- ^ Untuk lebih banyak informasi mengenai flotilla kerajaan Louis XIV, lihat Amélie Halna du Fretay, "La flottille du Grand Canal de Versailles à l'époque de Louis XIV : diversité, technicité et prestige" (Prancis)
- ^ Bamford (1974), hal. 24–25
- ^ Bamford (1974), hal. 275–278
- ^ Bamford (1973), hal. 11–12
- ^ Bamford (1973), hal. 282
- ^ The Trireme Trust
- ^ Scandurro (1972), hal 209–10
- ^ AA.VV., 2003, La galea di San Marco in Boccalama. Valutazioni scientifiche per un progetto di recupero (ADA - Saggi 1), Venice
Referensi
- Anderson, Roger Charles, Oared fighting ships: From classical times to the coming of steam. London. 1962.
- Bamford, Paul W., Fighting ships and prisons: the Mediterranean Galleys of France in the Age of Louis XIV. Cambridge University Press, London. 1974. ISBN 0-8166-0655-2
- Basch, L. & Frost, H. "Another Punic wreck off Sicily: its ram" dalam International journal of Nautical Archaeology Jil. 4.2, 1975. hal. 201–228
- Bass, George F. (editor), A History of Seafaring, Thames & Hudson, 1972
- Scandurro, Enrico, Bab 9 The Maritime Republics: Medieval and Renaissance ships in Italy hal. 205–224
- Capulli, Massimo: Le Navi della Serenissima - La Galea Veneziana di Lazise. Marsilio Editore, Venezia, 2003.
- Gardiner, Robert & Lavery, Brian (editor), The Line of Battle: Sailing Warships 1650–1840. Conway Maritime Press, London. 1992. ISBN 0-85177-561-6
- Casson, Lionel, "Galley Slaves" in Transactions and Proceedings of the American Philological Association, Jil. 97 (1966), hal. 35–44
- Casson, Lionel, Ships and Seamanship in the Ancient World, Princeton University Press, 1971
- Casson, Lionel, The Ancient Mariners: Seafarers and Sea Fighters of the Mediterranean in Ancient Times Princeton University Press, Princeton, NJ. 1991. ISBN 0-691-06836-4
- Casson, Lionel, "The Age of the Supergalleys" in Ships and Seafaring in Ancient Times, University of Texas Press, 1994. ISBN 0-292-71162-X [3], pp. 78–95
- Glete, Jan, Navies and nations: Warships, navies and state building in Europe and America, 1500–1860. Almqvist & Wiksell International, Stockholm. 1993. ISBN 91-22-01565-5
- Glete, Jan, Warfare at Sea, 1500–1650: Maritime Conflicts and the Transformation of Europe. Routledge, London. 2000. ISBN 0-415-21455-6
- Guilmartin, John Francis, Gunpowder and Galleys: Changing Technology and Mediterranean Warfare at Sea in the Sixteenth Century. Cambridge University Press, London. 1974. ISBN 0-521-20272-8
- Guilmartin, John Francis,"Galleons and Galleys", Cassell & Co., London, 2002 ISBN 0-304-35263-2
- Hattendorf, John B. & Unger, Richard W. (editors), War at Sea in the Middle Ages and the Renaissance. Woodbridge, Suffolk. 2003. ISBN 0-85115-903-6 [4]
- Balard, Michel, "Genoese Naval Forces in the Mediterranean During the Fifteenth and Sixteenth Centuries", hal. 137–49
- Bill, Jan, "Scandinavian Warships and Naval Power in the Thirteenth and Fourteenth Centuries", hal. 35–51
- Doumerc, Bernard, "An Exemplary Maritime Republic: Venice at the End of the Middle Ages", pp. 151–65
- Friel, Ian, "Oars, Sails and Guns: the English and War at Sea c. 1200-c. 1500", hal. 69–79
- Glete, Jan, "Naval Power and Control of the Sea in the Baltic in the Sixteenth Century", hal. 215–32
- Hattendorf, John B., "Theories of Naval Power: A. T. Mahan and the Naval History of Medieval and Renaissance Europe", hal. 1–22
- Hattendorf, John B.and Richard W. Unger, eds. War At Sea In The Middle Ages and the Renaissance. The Boydell Press, Woodbridge. 2003.
- Mott, Lawrence V., "Iberian Naval Power, 1000–1650", hal. 103–118
- Pryor, John H., "Byzantium and the Sea: Byzantine Fleets and the History of the Empire in the Age of the Macedonian Emperors, c. 900-1025 CE", hal. 83–104
- Rodger, Nicholas A. M., "The New Atlantic: Naval Warfare in the Sixteenth Century", hal. 231–47
- Runyan, Timothy J., "Naval Power and Maritime Technology During the Hundred Years' War", hal. 53–67
- Hutchinson, Gillian, Medieval Ships and Shipping. Leicester University Press, London. 1997. ISBN 0-7185-0117-9
- Knighton, C. S. and Loades, David M., The Anthony Roll of Henry VIII's Navy: Pepys Library 2991 and British Library Additional MS 22047 with related documents. Ashgate Publishing, Aldershot. 2000. ISBN 0-7546-0094-7
- Lehmann, L. Th., Galleys in the Netherlands. Meulenhoff, Amsterdam. 1984. ISBN 90-290-1854-2
- Morrison, John S. & Gardiner, Robert (editors), The Age of the Galley: Mediterranean Oared Vessels Since Pre-Classical Times. Conway Maritime, London, 1995. ISBN 0-85177-554-3
- Alertz, Ulrich, "The Naval Architecture and Oar Systems of Medieval and Later Galleys", hal. 142–62
- Bondioli, Mauro, Burlet, René & Zysberg, André, "Oar Mechanics and Oar Power in Medieval and Later Galleys", hal. 142–63
- Casson, Lionel, "Merchant Galleys", hal. 117–26
- Coates, John, "The Naval Architecture and Oar Systems of Ancient Galleys", hal. 127–41
- Dotson, John E, "Economics and Logistics of Galley Warfare", hal. 217–23
- Hocker, Frederick M., "Late Roman, Byzantine, and Islamic Galleys and Fleets", hal. 86–100
- Morrison, John, "Hellenistic Oared Warships 399-31 BC", hal. 66–77
- Pryor, John H."From dromon to galea: Mediterranean bireme galleys AD 500-1300", hal. 101–116.
- Rankov, Boris, "Fleets of the Early Roman Empire, 31 BC-AD 324", hal. 78–85
- Shaw, J. T., "Oar Mechanics and Oar Power in Ancient Galleys", hal. 163–71
- Wachsmann, Shelley, "Paddled and Oared Ships Before the Iron Age", hal. 10–25
- Mallett, Michael E. (1967) The Florentine Galleys in the Fifteenth Century with the Diary of Luca di Maso degli Albizzi, Captain of the Galleys 1429–1430. Clarendon Press, Oxford. 1967
- Mooney, James L. (editor), Dictionary of American Naval Fighting Ships: Volume 4. Naval Historical Center, Washington. 1969.
- Morrison, John S., Coates, John F. & Rankov, Boris,The Athenian Trireme: the History and Reconstruction of An Ancient Greek Warship. Cambridge University Press, Cambridge. 2000. ISBN 0-521-56456-5
- Murray, William (2012) The Age of Titans: The Rise and Fall of the Great Hellenistic Navies. Oxford University Press, Oxford. ISBN 978-0-19-538864-0
- (Swedia) Norman, Hans (editor), Skärgårdsflottan: uppbyggnad, militär användning och förankring i det svenska samhället 1700–1824. Historiska media, Lund. 2000. ISBN 91-88930-50-5
- Pryor, John H., "The naval battles of Roger of Lauria" in Journal of Medieval History 9. Amsterdam. 1983; hal. 179–216
- Pryor, John H., Geography, technology and war: Studies in the maritime history of the Mediterranean 649-1571. Cambridge University Press, Cambridge. 1992. 0-521-42892-0 [5]
- Rodger, Nicholas A. M., "The Development of Broadside Gunnery, 1450–1650." Mariner's Mirror 82 (1996), hal. 301–24.
- Rodger, Nicholas A. M., The Safeguard of the Sea: A Naval History of Britain 660–1649. W.W. Norton & Company, New York. 1997. ISBN 0-393-04579-X
- Rose, Susan, Medieval Naval Warfare, 1000–1500. Routledge. London. 2002.
- Rodgers, William Ledyard, Naval Warfare Under Oars: 4th to 16th Centuries, Naval Institute Press, 1940.
- Poesponegoro, Marwati Djoened, Sejarah nasional Indonesia III: Zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia (Ed. Pemutakhiran), PT Balai Pustaka, 2008.
- Tenenti, Alberto Piracy and the Decline of Venice 1580–1615 (Terjemahan bahasa Inggris). 1967
- Unger, Richard W. The Ship in Medieval Economy 600-1600 Croom Helm, London. 1980. ISBN 0-85664-949-X
- Winfield, Rif (2009) British Warships in the Age of Sail, 1603–1714: Design, Construction, Careers and Fates. Seaforth, Barnsley. ISBN 978-1-84832-040-6
Pranala luar
- "Galley". Encyclopædia Britannica (edisi ke-11). 1911.
- John F. Guilmartin, "The Tactics of the Battle of Lepanto Clarified: The Impact of Social, Economic, and Political Factors on Sixteenth Century Galley Warfare". Sebuah pembahasan yang sangat rinci mengenai peperangan galai dalam Pertempuran Lepanto
- (Spanyol) Rafael Rebolo Gómez - "The Carthaginian navy"., 2005, Treballs del Museu Arqueologic d'Eivissa e Formentera.
- "Some Engineering Concepts applied to Ancient Greek Trireme Warships", John Coates, University of Oxford, Kuliah Jenkin ke-18, 1 October 2005.