Mabaya Seram
Bandikot seram[1] | |
---|---|
Klasifikasi ilmiah | |
Kerajaan: | |
Filum: | |
Kelas: | |
Ordo: | |
Famili: | |
Genus: | Rhynchomeles Thomas, 1920
|
Spesies: | R. prattorum
|
Nama binomial | |
Rhynchomeles prattorum Thomas, 1920
| |
Penyebaran bandikot seram |
Bandikot seram (nama binomial: Rhynchomeles prattorum, Inggris: Seram bandicoot),[3] atau sebutan lainnya bandikot hidung panjang Pulau Seram (Seram Island long-nosed bandicoot),[4] adalah anggota dari ordo Peramelemorphia. Ia adalah satu-satunya spesies dalam genus Rhynchomeles.[4]
Penamaan spesies diambil dari para pengumpulnya, yaitu Felix Pratt dan anak-anaknya Charles dan Joseph Pratt, dan koleksi spesies tersebut sekarang disimpan di British Natural History Museum di London, Inggris.[4]
Penyebaran
Spesies endemik ini diklasifikasikan (Thomas, 1920) berdasarkan koleksi yang terdiri dari tujuh spesimen, yang diperoleh pada bulan Februari tahun 1920 di Pulau Seram, Indonesia, dan merupakan satu-satunya catatan mengenai keberadaannya.[4] Koleksi tipe spesimen diperoleh di hutan pegunungan atas tropis di Taman Nasional Manusela, di mana satu spesimen diperoleh pada ketinggian 1.800 meter dpl.[4]
Penemuan fosil-fosil kala Holosen di Pulau Halmahera dan Maluku Utara yang memperlihatkan kesamaan dengan Rhyncomeles menimbulkan dugaan bahwa dahulu mungkin penyebarannya lebih luas (Flannery, 1995).[4]
Deskripsi
Panjang dari kepala hingga tubuh 245-330 mm, panjang ekor 105-30 mm.[4] Bulunya kering (crisp), mengkilat, dan sama sekali tidak bertulang (nonspinous), serta terdapat sedikit bulu halus bagian dalam (underfur).[4] Tubuh bagian atas dan bawah berwarna coklat gelap, dan sebidang bagian dada berwarna putih.[4] Bagian kepala sedikit lebih ringan daripada bagian belakang, dan terdapat area yang keputih-putihan pada kaki depan, sedangkan ekor hampir tidak berbulu dan berwarna coklat kehitaman.[4] Moncong berbentuk panjang, dengan perpanjangan pada tulang-tulang nasal pada tengkoraknya. Telinga kecil dan berbentuk oval.[4] Seperti Echymipera tidak terdapat gigi seri atas kelima.[4] Perbedaan utama dengan Echymipera adalah moncongnya yang sangat panjang dan langsing, gigi geraham terakhir yang amat kecil, serta susunan gigi pipi yang cukup berjarak.[4]
Status
Bandikot seram digolongkan sebagai spesies yang terancam punah pada Daftar merah IUCN (Kennedy, 1992) karena lingkup penyebarannya yang sempit dan tercatat sebagai spesis yang kekurangan data.[4] Konservasi spesies ini, apabila masih belum punah, terancam karena pembukaan hutan dataran rendah yang dekat dengan lingkungan hidupnya.[5] Tersebarnya babi, anjing, dan hewan meliar lainnya juga dapat menyebabkan penurunan populasi.[2] Ekspedisi yang dilakukan pada tahun 1991 tidak berhasil menemukan keberadaannya, namun pembicaraan dengan penduduk setempat menunjukkan peluang spesies ini mungkin masih bertahan hidup di area hutan montane yang belum terganggu (Kitchener et al., 1993).[4] Wilayah sekitarnya belum disurvei untuk mengetahui keberadaannya, meskipun sebuah kemunculan diduga terjadi di Pulau Buru.[2]
Referensi
- ^ Groves, C. P. (2005). "Order Peramelemorphia". Dalam Wilson, D. E.; Reeder, D. M. Mammal Species of the World (edisi ke-3rd). Johns Hopkins University Press. hlm. 42. ISBN 978-0-8018-8221-0. OCLC 62265494.
- ^ a b c Leary, T., Wright, D., Hamilton, S., Singadan, R., Menzies, J., Bonaccorso, F., Helgen, K., Seri, L., Allison, A., Aplin, K., Dickman, C. & Salas, L. (2008). "Rhynchomeles prattorum". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2008. International Union for Conservation of Nature. Diakses tanggal 28 December 2008. Database entry includes justification for why this species is listed as endangered
- ^ Jatna Supriatna (2008). Melestarikan Alam Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 32. ISBN 978-979-461-696-3, 9794616966.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o Ronald M. Nowak (1999). Walker's Mammals of the World. 1 (edisi ke-berilustrasi). JHU Press. hlm. 78. ISBN 978-0-8018-5789-8, 0801857899.
- ^ Nining Liswanti, Emily Fripp, Thomas Silaya, Marthina Tjoa, Yves Laumonier. Socio-economic considerations for land use planning: The case of Seram, Central Maluku. 109 dari CIFOR Working Paper. CIFOR. hlm. 2-4.