Sartono (politikus)

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan, Bapak Parlemen Indonesia, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ke-1

Mr. Raden Mas Sartono (5 Agustus 1900 – 15 Oktober 1968) adalah tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia dan menteri pada kabinet pertama Republik Indonesia. Tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partindo ini juga pernah menjabat ketua parlemen sementara (DPRS) pada Republik Indonesia Serikat (1949) dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat antara tahun 1950 sampai 1959, dan pernah menjabat Gubernur Bank Indonesia.

Sartono
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat 1
Masa jabatan
1949 – 1959
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Tidak Ada
Pengganti
Zainul Arifin
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1900-08-05)5 Agustus 1900
Belanda Slogohimo, Wonogiri, Hindia Belanda
Meninggal15 Oktober 1968(1968-10-15) (umur 68)
Indonesia Jakarta
Partai politikPartai Nasional Indonesia
Suami/istriSiti Zaenab
AnakR.M. Gunadi
R.A. Sri Mulyati
R.A. Rukmini
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Menjelang Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928, ia termasuk yang memberi sponsor terlaksana Kongres II bersama temannya Mr. Soenario.

Ketua DPR Sartono terlihat sedang melakukan rapat dengan pimpinan fraksi pada tahun 1951.
Presiden Soekarno berfoto bersama Sartono dan istri setelah serah terima jabatan tahun 1958.
Presiden Soekarno menyematkan Bintang Mahaputera untuk Sartono.
Pada tahun 1958, saat Mr.Sartono sebagai pejabat presiden, ia bekerjasama dengan Jenderal AH Nasution dalam peristiwa pemberontakan PRRI, dan juga meratakan jalan bagi diberlakukannya kembali UUD 1945 pada tahun 1959.
Pejabat Presiden/Ketua Parlemen Sartono menerima ucapan selamat dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, di suatu resepsi kenegaraan. Perjuangan melawan penjajah yang dilakukan oleh kedua tokoh ini tidak diragukan, dan terhadap keduanya Belanda tidak pernah melakukan penahanan.
Sartono bersama Lee Kuan Yew.
Mr.Sartono selaku Pejabat Presiden melakukan inspeksi pada suatu instalasi militer.

Dilahirkan sebagai keturunan bangsawan Jawa, Sartono berturut-turut mengikuti pendidikan di HIS, MULO, AMS, dan RHS yang ditamatkannya pada tahun 1922. Ia kemudian meneruskan pendidikannya ke Universitas Leiden Belanda dan mendapatkan gelar Meester in de Rechten pada tahun 1926.

Latar belakang dan keluarga

 
Bung Karno berada di tengah keluarga Sartono. Dari kiri ke kanan : R.A. Rukmini, Bung Karno, R.A. Sri Mulyati, Ny.Siti Zaenab, R.M. Sartono, dan R.M. Gunadi.

Nama Sartono, berasal dari kata Jawa, yaitu sarto dan ono. Arti nama tersebut ialah "keberadaannya menjadi pelengkap". Kelak dalam perjalanan hidupnya terbukti Sartono selalu menjadi pelengkap dari kekurangan masyarakat atau bangsanya. Beliau lahir dari keluarga bangsawan. Nama kedua orang tuanya adalah Raden Mas Martodikaryo dan Raden Ajeng Ramini. Ayahnya adalah cicit dari Mangkunegoro II, sedangkan ibunya adalah cucu dari Mangkunegoro III.

Sartono menikah dengan Siti Zaenab yang merupakan anak dari Wiryowiguno, seorang saudagar batik yang sukses dan mempunyai reputasi tinggi di kalangan masyarakat Solo pada tanggal 26 Mei 1930. Beliau menikah di kediaman keluarga Wiryowiguno yang terletak sekitar 100 meter dari rumah KH Samanhudi, pendiri Sarekat Islam. Sartono dikaruniai 3 anak yang bernama R.M. Gunadi, R.A. Sri Mulyati, dan R.A. Rukmini.

Karier

Sebelum Kemerdekaan

Sartono mulai berjuang untuk kemerdekaan sejak usia 16 tahun, saat ia mulai memasuki pergerakan nasional, sebagai anggota Darmokoro. Selama 29 tahun ia mengabdikan dirinya tanpa henti untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka.

Menjadi Menteri Kabinet Pertama RI

Satu hari setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, tanggal 18 Agustus 1945, para anggota PPKI diminta berkumpul di bekas gedung Volksraad di Jalan Pejambon, Jakarta. Dalam sidangnya yang berlangsung pada hari itu, PPKI telah berhasil membuat tiga keputusan penting: (1) Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945; (2) Memilih Soekarno dan Mohammad Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI; (3) Menetapkan KNIP sebagai badan yang membantu presiden dalam menjalankan pemerintahan. Sidang PPKI tersebut dilanjutkan pada tanggal 19 Agustus 1945. Dengan telah disahkannya UUD, tentu saja segala ketentuan yang tercantum dalam UUD tersebut sudah dinyatakan berlaku. Tidak terkecuali ketentuan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 17, yang mengamanatkan adanya menteri-menteri negara. Sehubungan dengan hal tersebut, Presiden segera mengumumkan kabinet RI Pertama pada hari itu juga. Dalam kabinet pertama Republik Indonesia ini, Mr. Sartono ditunjuk sebagai Menteri Negara yang tidak membawahi suatu kementerian.

Menjadi Wakil Ketua DPA

 
Mr.Sartono dilantik sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung pada Maret 1962. Sejak saat itu namanya mulai redup di kancah politik Indonesia, negara yang ia perjuangkan keberadaannya sejak berusia remaja sampai menutup mata.

Pada bulan Maret 1962, Sartono menduduki posisi baru sebagai Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung. Proses pengangkatan Sartono sebagai Wakil Ketua DPA ini dimulai pada 4 Maret 1962. Pada hari itu, Presiden Soekarno memanggil dia, Abdul Haris Nasution, Juanda, dan Chaerul Saleh untuk membicarakan tentang regrouping pemerintahan agar lebih efektif. Pertemuan tersebut dilanjutkan pada keesokan harinya, tetapi yang dipanggil hanya Sartono, Iwa Kusumasumantri, dan Arifin Harahap. Baru keesokan harinya pengangkatan Sartono yang menggantikan Roeslan Abdulgani sebagai Wakil Ketua DPA diumumkan. Sartono dilantik sebagai Wakil Ketua DPA pada 8 Maret 1962, dan pada tanggal 9 Maret 1962 sebagai Wakil Menteri Pertama Kabinet Kerja.

Jabatan Wakil Ketua DPA dipegang oleh Sartono berkelanjutan hingga tahun 1966. Selain menduduki jabatan tersebut, Sartono juga menjabat menteri ex offico dalam berbagai kabinet yang dipimpin oleh Presiden Soekarno. Bahkan, dalam Kabinet Dwikora yang Disempurnakan, kedudukan Sartono menjadi Menteri Kompartemen Hukum dan Dalam Negeri, di mana ia membawahi Menteri-Menteri : Kehakiman, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, dan Dalam Negeri. Kabinet yang terkenal dengan julukan Kabinet Seratus Menteri ini hanya berumur kurang dari satu bulan. Sebagai gantinya, dibentuk Kabinet Dwikora III, di mana Jenderal Soeharto menjabat Ketua Presidium Kabinet. Kabinet ini dilantik pada 27 Maret 1966, sekitar dua minggu sejak terbitnya Surat Perintah 11 Maret. Dalam kabinet yang berakhir masa kerjanya pada 25 Juli 1966 tersebut, Wakil Ketua DPA Sartono berkedudukan sebagai Menteri, di bawah koordinasi Wakil Perdana Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga Pemerintah [[Idham Chalid|K.H. Idham Chalid].

Sewaktu di DPA, Sartono tidak pernah lupa untuk selalu mengembangkan sistem demokrasi yang sehat di Indonesia. Melihat makin lemahnya penerapan demokrasi sejak pembubaran DPR hasil Pemilu, Sartono tergerak hatinya untuk menyampaikan suatu petisi. Pada tahun 1962, tidak berapa lama setelah diangkat sebagai Wakil Ketua DPA, Sartono melalui suatu panitia DPA mengusulkan agar pemerintah memperluas hak-hak demokrasi untuk rakyat. Salah satu rekomendasinya ialah saran untuk mencabut undang-undang darurat yang sudah beberapa lama berlaku. Pemerintahan Soekarno tidak lama kemudian mengikuti rekomendasi DPA tersebut.

Wafat

RM Sartono S.H. meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 1968 setelah menjalani operasi karena penyakit prostat yang dideritanya. Beliau dimakamkan di Makam Kerabat Mangkunegaran "Astana Bibis Luhur".

Referensi

  • Daradjadi. 2014. Mr. Sartono Pejuang Demokrasi & Bapak Parlemen Indonesia. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
Jabatan politik
Jabatan baru Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
1949-1959
Diteruskan oleh:
Zainul Arifin