Djakarta Lloyd
Artikel ini perlu dikembangkan agar dapat memenuhi kriteria sebagai entri Wikipedia. Bantulah untuk mengembangkan artikel ini. Jika tidak dikembangkan, artikel ini akan dihapus. |
PT Djakarta Lloyd (Persero) merupakan BUMN yang bergerak dibidang pelayanan angkutan kargo kontainer dan curah berbasis transportasi kapal laut. Perusahaan yang diangkat menjadi BUMN pada tahun 1961 ini pernah menjadi BUMN pengakutan kargo kontainer dan curah yang terbaik pada masanya di tahun 1970-1980an. Namun itu semua berubah ketika open sea policy diterapkan, yang membuat Djakarta Lloyd kalah saing dalam kemampuan usaha dan kapasitas SDM membuat perusahaan ini hampir bangkrut, setelah berbagai rangkaian aksi penahanan aset oeh debitur dan pengajuan gugatan pailit. Namun, keadaan telah berubah, sejak PN dialokasikan kepada Djakarta Lloyd sebesar Rp350 Miliar dan perombakan direksi oleh Menteri BUMN yang baru, membuat program transformasi yang telah dirancang bersama direksi dan BUMN untuk menstabilkan kondisi keuangan dan kegaitan usaha menjadi pasti pelaksanaannya setelah didapatkannya keuntungan sebesar Rp 18 Miliar pada tahun 2015 yang lalu.
Berkas:Djakarta Lloyd Logo.jpg | |
BUMN / Perseroan Terbatas | |
Industri | Ekspedisi Muatan Kapal Laut |
Didirikan | 18 Agustus 1950 |
Pendiri | Darwis Jamin |
Kantor pusat | Jakarta, Indonesia |
Tokoh kunci | Arham S Torik (Direktur Utama)[1] |
Jasa | Pelayanan angkutan kargo kontainer dan curah |
Pemilik | Pemerintah Indonesia |
Anak usaha | Dharma Lautan Nusantara Daya Laut Utama |
Situs web | djakartalloyd |
Sejarah
Tahun 1950-1980: Awal Mula, Perkembangan & Masa Emas
Didirikan di Tegal oleh veteran TNI AL pada setengah dekade setelah Indonesia merdeka, perusahaan ini awalnya diperkuat oleh 2 kapal uap, yaitu SS Jakarta Raya dan SS Djatinegara. Perusahaan ini diangkat menjadi PN pada tahun 1961 berdasarkan PP No. 108 tahun 1961 yang membahas tentang perubahan status usaha dari NV menjadi PN. Pada awal operasinya, Djakarta Lloyd menggunakan charteran kapal angkut kargo curah, yaitu SS Djakarta Raya dan SS Djatinegara dan kedua kapal tersebut akhirnya dibeli untuk mendukung kegiatan operasional Djakarta Lloyd. Seiring dengan perluasan jaringan sandar-labuh kapal, armada Djakarta Lloyd berkembang pesat hingga mencapai 22 kapal pada tahun 1970-an dan jangkauan sandar-labuh Djakarta Lloyd berkembang hingga menuju Eropa, Asia dan Australia.
Namun, keluarnya peraturan untuk memensiunkan kapal yang melebihi standar layak membuat DL harus melakukan scrapping (pembesituaan) untuk kapal-kapal yang tidak sesuai dengan standar yang diatur peraturan tersebut. Banyak pengamat kebijakan publik dan transportasi saat itu menilai bahwa ini akan menjadi titik kejatuhan bagi industri transportasi laut dan usaha logistik Indonesia, karena pada saat itu industri dibidang ini belum tertata dengan baik dan dengan alasan itu, pemerintah seharusnya memberikan insentif bagi kalangan usaha Ekspedisi Muatan Kapal Laut, karena dirinci secara bisnis dampak ke pengumpulan laba bisa berkurang drastis apabila kebijakan ini diteruskan dan hal itu terjadi. Berkurangnya armada Djakarta Lloyd diawal tahun 1980-an membuat Djakarta Lloyd harus memesan kapal-kapal baru, yaitu dengan memesan 5 kapal semi container dan 3 kapal full container yang dibuat di galangan di Jepang dan di Jerman. Meski pemesanan memberikan efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi, bagaimana pun juga jatuhlah Djakarta Lloyd.
Tahun 1990-saat ini: Stagnansi, Kemunduran & Mengejar Ketertinggalan
Memasuki tahun 1990an, ketidakmampuan persero untuk mengejar pertumbuhan arus lalu lintas kargo kontainer dan curah yang masuk Indonesia, serta dibukanya open sea policy membuat Djakarta Lloyd kehilangan pangsa pasarnya hingga lebih dari 50% akibat kewalahan untuk bersaing secara kompetitif. Tidak hanya itu saja, gagalnya program perusahaan untuk bertransformasi menghadapi persaingan yang ketat mengakibatkan perusahaan kehabisan tenaga untuk terus bersaing, karena minimnya kepercayaan yang ada diperusahaan yang akhirnya lambat laun membuat perusahaan tidak bisa bergerak untuk menghasilkan keuntungan akibat banyaknya kegiatan-kegiatan yang mubazir. Hal ini berlanjut hingga, Djakarta Lloyd hampir bangkrut akibat aset-asetnya ditahan oeh kreditur perusahaan diluar negeri dan tak sedikit dari mereka yang mengajukan gugatan ke pengadilan untuk dipailitkan.
Kini, masuknya Arham S Torik menjadi awal dari perubahan Djakarta Lloyd. Dirut yang dulu menjabat di Aetra ini langsung menggelar marathon antar BUMN untuk menggali kesempatan dan memanfaatkan potensi keuntungan dari sinergi BUMN. Didapatkannya Penyertaan Modal Negara sebesar Rp350 Miliar serta Nota kesepahaman dari berbagai BUMN besar yang sudah memiliki nilai keuntungan yang sangat tinggi, dari PLN, Pertamina dan Antam serta PT Bukit Asam hingga Semen Indonesia serta pencapaian laba perusahaan hingga mencapai Rp 18 Miliar menjadi energi positif bagi perusahaan untuk terus melakukan transformasi. Menindaklanjuti nota kesepahaman itu, Arham langsung memutuskan untuk mengubah orientasi kegiatan utama pengangkutan dari berbasis kargo kontainer menjadi kargo curah, mengingat banyaknya kargo di indoensia yang masih bersifat curah. Sekarang kunci terpenting dari Djakarta Lloyd adalah, bagaimana mewujudkan kepercayaan tersebut menjadi sebuah langkah nyata sesuai dengan yang telah disepakati diawal, yaitu dengan melakukan segalanya diwaktu yang tepat dengan melakukan hal yang tepat. Bahkan, Arham dalam waktu yang sama, menyatakan bahwa Djakarta Lloyd siap untuk melakukan penawaran saham perdana publik pada tahun 2020 dengan perkiraan, komposisi armada sebanyak 21 kapal dan laba sebesar Rp 72 Miliar.[2][3][4]
Pengembangan Kegiatan Usaha
Djakarta Lloyd terus mencatatkan kinerja yang terus membaik. Kalau pada 2014, laba hanya Rp 12 miliar, tahun 2015 keuntungan mereka naik menjadi Rp 18 miliar (unaudited). Tahun ini, mereka menargetkan laba sekitar Rp 65 miliar. Pemerintah lewat Kementerian BUMN masih menjadi pemegang saham terbesar yakni 78 persen dan sisanya kreditur swasta. Perusahaan pelayaran khusus kargo pelat merah itu berhasil bangkit dari keterpurukan dengan melakukan financial engineering yakni gabungan strategi haircut dan debt to equity swap. Diawali, dengan upaya penundaan kewajiban pembayaran utang. Direktur Utama DL, Arham S. Torik mengatakan bahwa perseroan ingin menjadi perusahaan pelayaran dan jasa logistik kelas dunia yang handal dan terpercaya membangun ekonomi nasional. Caranya, perusahaan akan fokus pada restrukturisasi finansial, investasi dan finansial, serta sinergi antar BUMN. Untuk mewujudkan itu, Djakarta Lloyd menurutnya membutuhkan tambahan armada hingga tujuh kapal. Direncanakan pada 2017, DL mulai melakukan ekspansi jaringan dengan pelayanan yang efektif dan efisien, yang diiringi dengan restrukturisasi finansial. Sedangkan memasuki 2018, Djakarta Lloyd ingin melakukan aliansi global dengan perusahaan-perusahaan internasional. Caranya dengan membuka rute kontainer internasional dan restrukturisasi keuangan. Pada tahun itu, Arham mengaku butuh lima belas kapal untuk mengembangkan bisnis.
“Nah, pada 2019, saya berharap Djakarta Lloyd masuk menjadi perusahaan kelas global. Pada fase ini, perusahaan akan membutuhkan 18 kapal. Diharapkan pada 2020 nanti, Djakarta Lloyd akan go public atau melakukan IPO (initial public offering,red) dengan 20 kapal. Kalau kami diberi kesempatan untuk membeli kapal sebanyak mungkin, lima tahun pertama kami jadi operator, 2027 sudah jadi player asset. Dengan menjadi operator, kapal kami belum dimiliki sepenuhnya alias masih diangsur. Sementara jika sudah menjadi player assist, kami telah memiliki sendiri kapalnya,” ujar Arham saat ditemui di kantornya, kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (17/5). Pada tahun 2012 lalu, DL yang dipimpin dibawah arahan Arham telah melakukan sinergi antar BUMN dengan melakukan kontrak kerja panjang bersama PT PLN dan PT Antam. Fungsinya sebagai transporter batu bara dan nikel ore. “Secara internal, kami berbenah dalam efisiensi dan optimalisasi cabang-cabang dan pengembangan keagenan kapal asing, juga pendayagunaan aset. Pada 2013, kami melakukan transformasi bisnis. Jika dulunya memiliki 800 karyawan, sekarang tidak lebih 50 karyawan. Yang permanen baru 9 orang, lainnya kontrak. Ini pun hasil merekrut fresh graduate atau para lulusan terbaru,” pungkasnya. [5]
Armada
Djakarta Lloyd melayani jalur samudera dan antar pulau dalam negeri dengan armada sebanyak 14 kapal yang terdiri dari:
- 2 kapal container type Palwo Buwono 1600 :
- Bobot mati : 23 600 DWT (Deadweight tonnage atau "Tonase bobot mati")
- Kapasitas muatan : 1600 TEU (Twenty-foot equivalent unit)
- Tahun pembuatan : 2001
- 3 kapal container type Palwo Buwono 400 :
- Bobot mati : 5 700 DWT
- Kapasitas muatan : 400 TEU
- Tahun pembuatan : 2000
- 9 kapal type Caraka Jaya Niaga III :
- Bobot mati : 4 180 DWT
- Kapasitas muatan : 208 TEU
- Tahun pembuatan : 1997-1998.
- Keterangan : Digunakan sebagai program Tol Laut
Catatan
- ^ http://www.djakartalloyd.co.id/manajemen.htm
- ^ http://economy.okezone.com/read/2016/01/27/320/1298124/cerita-bos-djakarta-lloyd-setengah-mati-berusaha-cetak-laba
- ^ http://economy.okezone.com/read/2016/01/27/278/1298180/djakarta-lloyd-targetkan-ipo-di-2020?utm_source=br&utm_medium=referral&utm_campaign=news
- ^ http://economy.okezone.com/read/2015/08/18/320/1198128/djakarta-lloyd-dapat-suntikan-dana-rp350-miliar?utm_source=br&utm_medium=referral&utm_campaign=news
- ^ http://www.arthanugraha.com/pt-dl-ingin-jadi-perusahaan-pelayaran-dan-jasa-logistik-global/