Nafsul Lawwamah

Revisi sejak 26 Januari 2017 10.47 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Nafsul Lawwamah adalah jiwa yang masih cacat cela.[1] Walaupun dia menerima hidayah (petunjuk dari Tuhan, patuh kepada-Nya, dan selalu ingin berbuat kebajikan, namun sang pemilik terkadang melakukan perbuatan maksiat atau sewaktu-waktu tak dapat menguasai hawa nafsunya, yakni godaan setan.[1] Setelah hal tersebut terjadi, maka akan timbul sebuah penyesalan, lalu berbuat kepada Tuhan dan kembali patuh kepada-Nya.[1]

Berkas:Penyesalan.jpg
Contoh nafsu lawwamah, yakni penyesalan terhadap diri sendiri

Jika tidak dapat mengendalikan nafsu dengan sempurna, yang terjadi adalah terkadang muncul sifat-sifat seperti binatang, namun terkadang pula muncul sifat kemanusiaannya, hal ini juga disebut sebagai nafsul lawwamah.[2] Kebalikannya, jika kita mampu mengendalikan nafsu dan memepergunakannya dengan baik, justru nafsul lawwamah akan sangat membantu dalam hal mengembangkan stimulus agar selalu menyeleraskan kehendak kita dengan kehendak Allah.[3] Biasa nafsu ini dimiliki oleh orang-orang awam.[3]

Dalam agama Islam, pembahasan nafsu ini sudah termaktub dalam Surat Al-Qiyamah ayat satu sampai dua yang berbunyi: Dan aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri.[4]

Referensi

  1. ^ a b c Shadily, Hassan (1980).Ensiklopedia Indonesia.Jakarta:Ichtiar Baru van Hoeve. Hal 2325
  2. ^ Abdur Rafi', Abu Fida(2004).Terapi Penyakit Korupsi.Jakarta:Republika.Hal 51
  3. ^ a b Muzadi, Hasyim (2004).Refleksi Tiga Kiai.Jakarta:Republika.Hal 18
  4. ^ Mujieb, Abdul (2009).Enseklopedi Tasawuf Imam al-Ghazali.Jakarta:Mizan.Hal 327