Wadiah

Revisi sejak 27 Januari 2017 23.01 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Dalam bidang ekonomi syariah, wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggungjawab atas pengembalian titipan tersebut.

Wadiah sendiri dibagi menjadi 2 yaitu:

  1. Wadiah Yad Dhamanah - wadiah di mana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya.
  2. Wadiah Yad Amanah - wadiah di mana si penerima titipan tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut


PENGERTIAN WADI’AH

Kata wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga1. Secara harfiah, Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.

Ada dua definisi yang dikemukakan oleh ulama fiqh3, yaitu :

  1.Ulama madzhab hanafi mendefinisikan :

تسليط الغير على حفظ ماله صارحا أو دلالة

“ mengikut sertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan yang jelas maupun isyarat”

Umpamanya ada seseorang menitipkan sesuatu pada seseorang dan si penerima titipan menjawab ia atau mengangguk atau dengan diam yang berarti setuju, maka akad tersebut sah hukumnya.

  2.Madzhab Hambali, Syafi’I dan Maliki ( jumhur ulama ) mendefinisikan wadhi’ah sebagai berikut :

توكيل في حفظ مملوك على وجه مخصوص

“ mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu “


menurut HASBI-ASHIDIQIE al-wadi’ah ialah :

“akad yang inrinya minta pertolongan pada seseorang dalam memelihara harta penitip.”

menurut SYAIKH SYIHAB al-DIN al-QALYUBI wa SYAIKH Umairah al-wadi’ah ialah :

“benda yang diletakan pda orang lain untuk dipeliharanya

menurut IBRAHIM al-BAJURI berpendapat bahwa yang dimaksud al-wadi’ah ialah

“akad yang dilakukan untuk penjagaan”

menurut ADDRIS AHMAD bahwa titipan adalah barang yang diserahkan (diamanahkan) kepada seseorang supaya barang itu dijaga baik-baik.

Tokoh – tokoh ekonomi perbankan berpendapat bahwa wadhi’ah adalah akad penitipan barang atau uang kepada pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan dan keutuhan barang atau uang tersebut.


Hukum Wadi’ah

Pengertian bahasa adalah “Meninggalkan atau meletakkan. Yaitu meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga”. Sedangkan dalam istilah : “Memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya/ barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu”.

Landasan Syariah, “Sesungguhnya Allah telah menyuruh kamu agar menyampaikan amanat kepada ahlinya.” (4 : 58). “Dan hendaklah orang yang diberikan amanat itu menyampaikan amanatnya” (2: 283).

“Tunaikanlah amanah yang dipercayakan kepadamu dan janganlah kamu mengkhiatani terhadap orang yang telah mengkhianatimu” . H. R. Abu Dawud dan Tirmidzi.

Ijma’ Para ulama daria zaman dulu sampai sekarang telah menyepakati akad wadiah ini karena manusia memerlukannya dalam kehidupan muamalah.

Rukun Wadiah :

   * Muwaddi’ ( Orang yang menitipkan).
   * Wadii’ ( Orang yang dititipi barang).
   * Wadi’ah ( Barang yang dititipkan).
   * Shighot ( Ijab dan qobul).

Syarat Rukun Yang dimaksud dengan syarat rukun di sini adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh rukun wadiah. Dalam hal ini persyaratan itu mengikat kepada Muwaddi’, wadii’ dan wadi’ah. Muwaddi’ dan wadii’ mempunyai persyaratan yang sama yaitu harus balig, berakal dan dewasa. Sementara wadi’ah disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam kekuasaan/ tangannya secara nyata.

Sifat akad wadiah Karena wadiah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja. Karena dalam wadiah terdapat unsur permintaan tolong, maka memberikan pertolongan itu adalah hak dari wadi’. Kalau ia tidak mau, maka tidak ada keharusan untuk menjaga titipan.

Namun kalau wadii’ mengharuskan pembayaran, semacam biaya administrasi misalnya, maka akad wadiah ini berubah menjadi “akad sewa” (ijaroh) dan mengandung unsur kelaziman. Artinya wadii’ harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan. Pada saat itu wadii’ tidak dapat membatalkan akad ini secara sepihak karena dia sudah dibayar.

Jenis-jenis Wadiah :

   * Wadiah yad amanah Pada keadaan ini barang yang dititipkan merupakah bentuk amanah belaka dan tidak ada kewajiban bagi wadii’ untuk menanggung kerusakan kecuali karena kelalaiannya.
   * Wadiah yad dhomanah. Wadiah dapat berubah menjadi yad dhomanah, yaitu wadii’ harus menanggung kerusakan atau kehilangan pada wadiah, oleh sebab-sebab berikut ini:
   * wadii’ menitipkan barang kepada orang lain yang tidak biasa dititipi barang.
   * wadii’ meninggalkan barang titipan sehingga rusak.
   * memanfaatkan barang titipan.
   * bepergian dengan membawa barang titipan.
   * jika wadii’ tidak mau menyerahkan barang ketika diminta muwaddi’, maka ia harus menanggung jika barang itu rusak.
   * mencampur dengan barang lain yang tidak dapat dipisahkan.