Disintegrasi Yugoslavia

Angin reformasi

DISINTEGRASI YUGOSLAVIA

(MENAPAKI PENGALAMAN YUGOSLAVIA)

Pengantar

Sadarkah kita, bahwa pada saat memasuki millenium ketiga bangsa Indonesia justru berada disimpang jalan. Sayangnya bukan diantara dua pilihan yang sama-sama menarik, melainkan pilihan untuk tetap eksis sebagai bangsa yang besar atau menjadi hancur berkeping-keping akibat disintegrasi. Reformasi memang menghasilkan sesuatu yang luar biasa, yakni lahirnya demokrasi yang sudah lama kita impikan. Namun korban yang harus kita berikan juga tidak kecil, tidak saja keambrukan perikehidupan ekonomi, politik, sosial budaya dan bahkan yang paling tragis adalah bahaya disintegrasi bangsa yang bertiup kencang.

Krisis yang terjadi di Indonesia nampaknya dimulai dari serangan badai krisis ekonomi dan moneter. Dari sini dengan cepat menggulir ke situasi hilangnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah yang bagai tak terbendung menyeret bangsa Indonesia kedalam kancah krisis politik. Tergulingnya rezim, lahirnya pemerintahan transisi, bahkan pemilihan umum yang dinilai telah berlangsung demokratis, jujur dan adilpun akhirnya tak mampu membendung rontoknya kehidupan berpolitik. Itu belum yang paling buruk.

Seolah tak mau ketinggalan, kemudian muncul fenomena sosial budaya yang sangat memprihatinkan. Berbagai kerusuhan merebak dimana-mana, penjarahan, perampokan, pemerkosaan pembakaran, pembunuhan seolah menjadi bagian dari keseharian. Mula-mula bernuansa kecemburuan sosial ekonomi, kemudian merembet ke sentimen antar etnis dan agama, maka berderetlah kisah sedih mulai dari tragedi Banyuwangi, Ketapang, Tasikmalaya, Ambon, Sambas, Cipayung dan masih banyak lagi. Kewibawaan hukum seolah lenyap ditelan bumi, masyarakat mulai mempersenjatai diri masing-masing karena aparat keamanan yang jumlahnya sangat terbatas tak sanggup lagi mengendalikan situasi.

Tibalah pada puncak prahara, ketika berbagai daerah seakan berlomba menuntut kemerdekaan. Memang ironis, gejala ini seakan sebuah paradoks, dimana kecenderungan umum di dunia menuju kearah globalisasi yang menghilangkan batas-batas negara , kita justru akan mulai membagi-bagi wilayah.

Tetapi kita tidak sendiri. Kehancuran Uni Soviet juga dimulai dari reformasi (Glasnost dan Perestroika). Meskipun demikian ada pula contoh reformasi yang berhasil. Akhirnya terpulang kepada kita sendiri, apakah kita ingin negara dan bangsa ini hancur berkeping-keping seperti Uni Soviet atau kita mampu mengendalikan diri agar negara dan bansga tercinta ini tetap utuh dan jaya. Tulisan ini sengaja disusun untuk memberikan gambaran tentang proses disintegrasi yang terjadi di Yugoslavia dan merupakan suatu telaah untuk digunakan sebagai bahan pembanding dengan apa yang berkembang di tanah air.

Angin reformasi di Yugoslavia.

Sejarah Yugoslavia dapat ditelusuri sejak abad ke- VI, dan bangsa yang dianggap sebagai nenek moyang bangsa Yugoslavia ialah bangsa Carpadus. Bangsa-bangsa yang berturut-turut datang dan menguasai wilayah tertentu di Yugoslavia antara lain bangsa Romawi, Bangsa Perancis, Austro-Hungaria, Turki, Italia, dan Jerman. Diwilayah Yugoslavia pertama-tama terdapat beberapa bangsa kecil yang berdiri sendiri-sendiri sehingga memungkinkan bangsa-bangsa pendatang tersebut menjajah beberapa wilayah dalam kurun waktu yang cukup panjang.

Perjuangan bangsa Yugoslavia untuk mengusir penjajah dimulai oleh Serbia dan Montenegro yang mendapat pengakuan kemerdekaan sepenuhnya dalam tahun 1878. Dalam perang Balkan tahun 1912, mengadakan persekutuan dengan Bulgaria dan Yunani melawan Turki dan berhasil mengakhiri penjajahan Turki di Yugoslavia. Dalam tahun 1914 situasi politik di Yugoslavia menjadi genting karena pembunuhan putra mahkota Austro-Hungaria, Franz Ferdinand, di Sarajevo oleh seorang pemuda Serbia bernama Gavrilo Princip, anggota Organisasi Pemuda "Bosnia Muda".

Kejadian tersebut memperuncing hubungan Serbia dengan Austro-Hungaria karena Austria menuduh komplotan Serbia sebagai mendalangi pembunuhan itu. Pemerintah Serbia menolak permintaan Austro-Hungaria untuk menyelidiki kasus tersebut. Tindakan Serbia yang melaksanakan mobilisasi umum menyebabkan Austro-Hungaria mengumumkan perang terhadap Serbia dan akibatnya pecahnya Perang Dunia Pertama.

Awal bencana

Dimasa kepemimpinan Tito Republik Federasi Sosialis Yugoslavia cukup populer di fora internasional, berkat popularitas kepemimpinan pribadi Tito. Figur Tito sebagai tokoh pemersatu bangsa Yugoslavia memang tepat karena disamping bakat kepemimpinan dan kewibawaannya, sebagai keturunan dari etnis Kroasia Tito menikah dengan warga etnis Serbia. Akan tetapi keadaan kemudian berubah yaitu ketika pada bulan Mei 1980 Tito meninggal dunia tanpa sempat mempersiapkan pengganti yang sekuat dirinya.

Sepeninggal Tito, kehidupan politik dan negara seakan-akan kehilangan arah. Negara yang kemudian dipimpin secara kolektip oleh suatu badan Presidensi berjumlah delapan orang dan partai juga dipimpin Presidium beranggotakan 24 orang, ternyata praktek pengambilan keputusan sering berbenturan satu sama lain, sesuai dengan kepentingan masing-masing dan memperdalam perpecahan. Demikian juga pengaruh pimpinan Federal (partai maupun Negara) menjadi semakin berkurang, dan dilain fihak pengaruh kekuasaan Republik bagian menjadi bertambah kuat.

Perkembangan ini semakin membawa Yugoslavia kearah jurang perpecahan nasional ketika tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menarik anggotanya dari badan kolektip tersebut dan kemudian diikuti oleh wakil-wakil dari Republik Makedonia dan Bosnia Herzegovina. Puncak dari memburuknya situasi politik di Yugoslavia ialah ketika pada tanggal 25 Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya secara sefihak yang diikuti dengan pembentukan mata uang sendiri, termasuk pembentukan Angkatan Bersenjata dan penentuan tapal batas wilayah negara sendiri.

Setelah itu Republik Bosnia Herzegovina pada bulan Maret 1992 mengadakan referendum untuk menentukan sebagai negara merdeka atau tetap dalam Federasi. Referendum yang diboikot oleh etnis Serb di Bosnia Herzegovina (karena etnis Serb di Bosnia Herzegovina tanggal 30 Maret 1992 telah mengadakan referendum sendiri dan memutuskan tetap tinggal di Yugoslavia) tersebut menghasilkan suatu keputusan untuk merdeka. Oleh sebab itu pada tanggal 6 April 1992 kelompok negara-negara ME dan AS kemudian memberikan pengakuan dengan segera kepada Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, tanpa menunggu tercapainya stabilitas politik diwilayah-wilayah tersebut.

Dengan adanya pengakuan negara-negara lain kepada kemerdekaan Republik Slovenia, Kroasia dan Bosnia Herzegovina, maka Republik Serbia dan Republik Montenegro membentuk Federasi Yugoslavia versi baru dengan nama "Republik Federasi Yugoslavia" pada tanggal 27 April 1992 namun tidak mendapat pengakuan internasional sebagaimana republik-republik bagian yang memisahkan diri tersebut. Sedangkan Republik Makedonia yang juga menyatakan kemerdekaannya, namun karena namanya yang ditentang oleh Yunani menghambat pengakuan dari Masyarakat Eropa.

Korban mulai berjatuhan

Proses disintegrasi Yugoslavia, secara riil dimulai dengan aksi proklamasi pemisahan diri secara sepihak Republik Bagian Kroasia dan Republik Slovenia menjadi negara yang berdaulat pada tanggal 15 Juni 1991. Pemisahan diri tersebut sedikitnya didukung oleh negara-negara Masyarakat Eropa, dan pada akhirnya mendapat pengakuan masyarakat internasional padahal pemerintah Yugoslavia berkeras untuk mencegahnya sehingga pecahlah konflik bersenjata yang bermula di Kroasia dan Slovenia.

Konflik yang kemudian terjadi di Bosnia Herzegovina tidak telepas dari proses disintegrasi Yugoslavia. Masyarakat Eropa yang berperan aktip dalam peristiwa pemisahan diri Kroasia dan Slovenia ternyata ikut pula campur tangan di Bosnia Herzegovina melalui Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang menyimpulkan bahwa Republik tersebut layak mendapat pengakuan sebagai negara yang berdaulat. Pengakuan internasional terhadap Republik Bosnia Herzegovina yang merupakan "mini" Yugoslavia yang juga berpenduduk multi nasional, multi agama dan komposisi penduduk yang heterogen ini dinilai oleh banyak pihak sebagai terlalu dini, mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum terselesaikan sehingga timbullah pertikaian antar etnis diantara penduduk Republik Bosnia Herzegovina.

Rumitnya permasalahan yang terjadi di kawasan Yugoslavia khususnya di Bosnia Herzegovina telah membuat upaya-upaya penyelesaian krisis Bosnia Herzegovina melalui perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh faktor-faktor internasional menjadi sangat sulit. Kegagalan-kegagalan perundingan semakin memperburuk situasi dan semakin mengobarkan pertempuran diantara pihak-pihak yang bertikai yang mengakibatkan timbulnya banyak sekali korban. Guna mencegah berlanjutnya jatuh korban di Bosnia Herzegovina maupun bertambah buruknya situasi di wilayah Yugoslavia maka PBB terpaksa mengirimkan misi damai di wilayah eks Yugoslavia dengan tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian. Namun banyaknya faktor-faktor luar yang mempengaruhi serta sikap pihak-pihak yang bertikai yang tidak kompromis dalam mempertahankan kepentingan-kepentingannya tampaknya kehadiran pasukan PBB belum berhasil mengakhiri konflik di wilayah eks Yugoslavia.

Slovenia dan Kroasia merdeka

Pada awal pembentukan hingga pertengahan tahun 1991 Slovenia dan Kroasia menghendaki pembubaran Federasi Yugoslavia yang diikuti adanya Republik-Republik Bagian yang merdeka. Dari Republik-Republik yang merdeka tersebut kemudian dibentuk negara berdaulat yang mendapat pengakuan satu sama lain maupun dari masyarakat internasional dan selanjutnya bergabung kembali dalam suatu negara baru dengan bentuk Konfederasi. Pihak Serbia (Republik Serbia dan Republik Montenegro) dan Propinsi Otonom Vojvodina maupun Kosovo menentang ide Kroasia dan Slovenia tersebut diatas dengan alasan bahwa Kroasia dituduh ingin melegalisasi perbatasan-perbatasan yang memisahkan antar Republik-Republik satu sama lain menjadi perbatasan negara yang diakui oleh masyarakat internasional.

Pihak Serbia tidak mengakui perbatasan-perbatasan administrasi menjadi perbatasan negara serta tidak akan mengakui pembentukan negara-negara berbentuk apapun sebelum membicarakan masalah perbatasan, karena menyangkut nasib etnis Serbia didalam wilayah-wilayah perbatasan administrasi tersebut. Sementara itu bentuk negara Konfederasi yang merupakan gabungan negara-negara merdeka dan berdaulat yang dibentuk berdasarkan persetujuan maupun dapat dibubarkan secara unilateral dipandang merugikan blok Serbia karena berarti akan memperkecil wilayahnya dimana selama ini etnis Serbia telah tersebar di semua Republik Bagian Yugoslavia.

Dilain pihak Pimpinan Bosnia Herzegovina /Ketua Partai SDA di Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic, bersama-sama Pimpinan Makedonia, Kiro Gligorov, mencoba menengahi masalah kelanjutan Yugoslavia dengan mengusulkan formasi yang disebut 2 + 2 + 2. Formasi tersebut adalah Serbia dan Montenegro bersatu dalam suatu negara Federal yang menjalin hubungan kenegaraan dengan Bosnia Herzegovina dan Makedonia yang juga bergabung dalam suatu Federasi dengan suatu bentuk hubungan Federasi yang "longgar". Selanjutnya ke-4 negara tersebut diatas mengadakan hubungan untuk bergabung dengan Kroasia dan Slovenia dalam bentuk Konfederasi.

Baik usulan Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina, Makedonia mengenai bentuk negara Yugoslavia ternyata ditolak oleh Serbia kecuali usulan untuk meneruskan perundingan sampai ditemukannya jalan keluar. Perundingan demi perundingan terus berlanjut namun keputusan mengenai bentuk negara tidak tercapai. Keadaan demikian yang tidak menentu ditambah dorongan-dorongan dari pihak-pihak luar telah mengakibatkan Slovenia dan Kroasia secara bersama-sama pada tanggal 25 Juni 1991 memproklamirkan kemerdekaan dan kedaulatannya sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan didalam negara antara yang mendukung dan tidak mendukung kemerdekaan.

Pengakuan Masyarakat Eropa dan Internasional

Kelompok Masyarakat Eropa yang sejak semula turut terlibat dalam proses disintegrasi eks Yugoslavia menghadapi gerakan Slovenia dan Kroasia yang memproklamirkan kemerdekaannya tersebut kembali turut campur-tangan dengan menasehatkan Slovenia dan Kroasia untuk menangguhkan kemerdekaannya serta tidak mengambil langkah-langkah apapun selama 3 (tiga) bulan sebagai reaksi keputusan proklamasi kemerdekaan tersebut. Sikap Masyarakat Eropa tersebut mendapat reaksi keras dari blok Serbia serta menolak saran dari Masyarakat Eropa karena dinilai dapat mengancam pecahnya perang saudara karena tidak akan terjadi kesepakatan selama masa penundaan tersebut. Dilain pihak Kroasia dan Slovenia terus mendesak untuk mendapatkan pengakuan-pengakuan internasional terutama dari kelompok Masyarakat Eropa.

Sementara itu Masyarakat Eropa membentuk suatu Komisi Arbitrasi untuk mengkaji kelayakan dari keinginan-keinginan Republik-Republik eks Yugoslavia untuk mendapatkan pengakuan. Hasil penelitian ditetapkan sudah harus sampai di meja Ketua Masyarakat Eropa paling lambat tanggal 15 Januari 1992, namun sebelum Komisi Arbitrasi menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya pada tanggal 23 Desember 1991 Jerman dengan tiba-tiba menyatakan pengakuan kepada Slovenia dan Kroasia sebagai negara yang berdaulat dan merdeka. Pengakuan Jerman yang lebih dini tersebut akhirnya diikuti oleh negara-negara di Eropa lainnya maupun negara-negara yang bersimpati atas proses demokratisasi Republik tersebut dibelahan dunia lainnya.

Pada tanggal 15 Januari 1992 hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa mengatakan bahwa Slovenia dan Makedonia telah memenuhi syarat untuk mendapat pengakuan, Kroasia belum memenuhi syarat sebelum mengubah Undang-Undang-nya yang mengatur etnis-etnis minoritasnya sedangkan Bosnia Herzegovina akan mendapat pengakuan setelah menyelenggarakan referendum di wilayahnya. Berbeda dengan hasil kerja Komisi Arbitrasi Masyarakat Eropa yang mengatakan bahwa bagi Slovenia dan Makedonia yang memenuhi syarat untuk pengakuan, ternyata justru Slovenia dan Kroasia yang langsung diakui oleh negara-negara Masyarakat Eropa sementara Makedonia justru ditunda karena protes Yunani atas penggunaan nama Makedonia sebagai nama negara tersebut.

Perkembangan politik internasional selanjutnya telah mendorong negara-negara lainnya untuk mengakui kemerdekaan Slovenia dan Kroasia. Puncak pengakuan negara luar terhadap Kroasia dan Slovenia adalah pengakuan AS terhadap Slovenia dan Kroasia pada tanggal 6 April 1992 yang turut pula mendorong negara-negara maupun lembaga internasional memberikan pengakuannya terhadap Kroasia dan Slovenia.

Pengakuan masyarakat Eropa terhadap keberadaan Republik Bosnia lihat Pengakuan Republik Bosnia Herzegovina


Angkatan Bersenjata Yugoslavia keluar dari wilayah Slovenia dan Kroasia

Setelah Slovenia dan Kroasia memproklamirkan kedaulatannya pada tanggal 25 Juni 1991, pada tanggal 27 Juni 1991 sebanyak 2.000 orang pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, Kepolisian Federal dan petugas Bea-Cukai Federal, dikirim ke perbatasan-perbatasan Yugoslavia dengan Austria. Kedatangan pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dan lain-lain diperbatasan Slovenia tersebut, ternyata tidak dilengkapi dengan peluru dan perlengkapan pencegah huru-hara, Informasi tentang kelemahan pasukan-pasukan ini, termasuk route perjalanan, diketahui oleh Wakil PM Yugoslavia pada saat itu, Zivko Pregel (etnis Slovenia) dan segera diinformasikan kepada pimpinan Slovenia, sehingga pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dapat dihadang oleh HANTER Slovenia ditengah perjalanan tanpa dapat membela diri sehingga mission Angkatan Bersenjata Yugoslavia ini gagal total. Kemenangan HANTER Slovenia terhadap Angkatan Bersenjata Yugoslavia tersebut, semakin membuat berani untuk mendukung para politikus Slovenia untuk memisahkan diri dari Federasi.

Sementara itu pasukan HANTER mulai mengadakan pemasangan alat-alat perintang untuk tank (landak-landak yang dibuat dari rel-rel kereta-api) di jalan-jalan besar di seluruh kota besar di Slovenia, dan memblokade garnisun-garnisun, kesatuan-kesatuan, lembaga-lembaga dan obyek-obyek militer Angkatan Bersenjata Yugoslavia wilayah Slovenia. Perkembangan selanjutnya HANTER Slovenia mulai mengadakan serangan-serangan secara militer terhadap pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dengan menggunakan segala sarana persenjataan yang ada. Sehubungan dengan itu para politikus meningkatkan kampanye melalui media massa, yang menuduh Angkatan Bersenjata Yugoslavia sebagai agresor di Slovenia, dengan tujuan melumpuhkan kekuatan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, serta mencegah upaya-upaya penggunaan kekuatan militer ke wilayah Slovenia.

Usul-usul Angkatan Bersenjata Yugoslavia kepada PANGTI untuk mengambil tindakan tegas terhadap pimpinan Slovenia melalui pembubaran pasukan-pasukan para militer di Slovenia tidak berhasil dilaksanakan, karena Presiden Presidensi (etnis Kroasia) dan Wakil Menhan (etnis Slovenia) tidak menyetujuinya serta selalu memboikotnya, dengan alasan khawatir menimbulkan korban pada penduduk. Akhirnya untuk mencegah korban yang lebih besar dikalangan Angkatan Bersenjata Yugoslavia, sebagai akibat keraguan dalam mengambil sikap untuk mencegah konflik, Presidensi RFSY bahkan memutuskan menarik seluruh Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Slovenia, yang berarti secara tidak langsung membiarkan Slovenia untuk memisahkan diri dari ikatan Federal.

Peristiwa mundurnya AB Yugoslavia dari Kroasia lihat AB Yugoslavia mundur dari Kroasia, dan kisah keluarnya Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari Bosnia dan Makedonia silahkan lihat AB Yugoslavia tinggalkan Bosnia dan Makedonia

Deklarasi Yugoslavia baru (Republik Federal Yugoslavia)

Keadaan yang semakin tidak menentu di wilayah Republik-Republik Bagian Yugoslavia baik di Slovenia, Kroasia maupun Bosnia Herzegovina telah memaksa Parlemen Federal Yugoslavia untuk bersidang yang selanjutnya mengesyahkan Undang-Undang Dasar yang baru. Undang-Undang Dasar yang baru tersebut menetapkan pembentukan Yugoslavia yang baru sehingga pada tanggal 27 April 1992 diproklamirkan Republik Federal Yugoslavia yang anggotanya terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montenegro didalam wilayah perbatasan yang ada sekarang. Dengan deklarasi Yugoslavia baru tersebut secara de facto dan de jure telah menjadikan Republik-Republik Kroasia, Slovenia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia tidak anggota Yugoslavia lagi. Didalam deklarasi Yugoslavia baru tersebut ditekankan bahwa RFY tidak mempunyai ambisi teritorial terhadap negara-negara tetangganya.

Pada tanggal 4 Mei 1992 Presidensi Yugoslavia, dalam kapasitasnya sebagai Pangti AB, telah memutuskan untuk menarik semua anggota pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia warga-negara RFY (dalam hal ini warga-negara Serbia dan Montenegro). Anggota Angkatan Bersenjata Yugoslavia diluar warga-negara Yugoslavia baru diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya, apakah tetap tinggal di Yugoslavia atau di Republik Bagian. Dengan terbentuknya RFY, dan dilaksanakannya keputusan Presidensi Yugoslavia untuk menarik pasukan-pasukan Angkatan Bersenjata Yugoslavia dari wilayah Bosnia Herzegovina, dengan batas waktu yang ditentukan hingga tanggal 19 Mei 1992, maka secara de jure semenjak itu pula RFY tidak mempunyai anggota pasukan di Bosnia Herzegovina.

Sementara itu pembentukan Yugoslavia baru yang anggotanya terdiri Republik Serbia dan Republik Montenegro, dua anggota eks RFS Yugoslavia, masih tetap ingin disebut Yugoslavia, yaitu Republik Federal Yugoslavia (RFY), dengan ambisi untuk tetap disebut penerus Yugoslavia (sebagai Yugoslavia bentuk ketiga). RFY menganggap diri yang berhak mewarisi beban kewajiban-kewajiban internasionalnya serta untuk mewakili kepentingan warga-negara Yugoslavia yang lama di luar negeri, sebelum status mereka jelas dan diatur kembali menurut Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku.

Banjir darah di Bosnia

Bosnia bergolak. Republik Bosnia Herzegovina terletak di bagian sentral Yugoslavia, dan sering dianggap sebagai "miniatur Yugoslavia" karena penduduknya multi nasional yaitu terdiri dari bangsa Muslim, Serbia dan Kroasia yang bercampur menjadi satu. Itulah sebabnya Republik tersebut sebelum mendapat pengakuan internasional masih dilanda pertikaian-pertikaian seperti masalah etnis, tidak adanya kesamaan pendapat mengenai bentuk masa depan Republik tersebut dan masalah perebutan kekuatan masalah wilayah termasuk penguasaan industri-industri / pabrik-pabrik serta masalah-masalah lainnya.

Perbedaan-perbedaan yang mendalam diantara penduduk konstitutip Bosnia Herzegovina ditambah adanya gesekan-gesekan dari pihak luar telah memercikkan api pertikaian diantara mereka yang akhirnya berubah menjadi perang saudara, agama dan etnis yang terus berlanjut di Bosnia Herzegovina. Oleh sebab itu pengakuan internasional yang terlalu dini terhadap Republik Bosnia Herzegovina tersebut dinilai merupakan sumber terjadinya krisis di Bosnia Herzegovina mengingat masih banyaknya masalah-masalah yang belum diselesaikan. Untuk mengetahui secara lebih detil tentang peperangan yang terjadi di Bosnia, lihat Banjir darah di Bosnia

Sanksi PBB

Hujan Resolusi.

Pada tanggal 30 Mei 1992, yakni sehari sebelum pelaksanaan Pemilu bagi Parlemen Yugoslavia yang baru (terdiri dari Republik Serbia dan Republik Montengero), Yugoslavia telah dikejutkan dan terpukul oleh keputusan DK PBB dengan resolusinya yang telah mengenakan sanksi embargo total terhadap Yugoslavia, dengan tuduhan Yugoslavia cq Serbia dan Montenegro yang paling bersalah atas terjadinya peperangan di Bosnia Herzegovina, dan turut dalam peperangan yang terjadi di Bosnia Herzegovina.

Lepas dari persoalan, apakah Yugoslavia betul-betul bersalah atau tidak dalam gejolak yang terjadi di Bosnia Herzegovina, yang jelas sanksi DK PBB, termasuk embargo minyak mentah, mempunyai efek yang kuat didalam aspek kehidupan negara Yugoslavia. Sejak awal terjadinya disintegrasi Yugoslavia tercatat lebih dari 30 resolusi PBB telah dikeluarkan, akan tetapi yang menonjol, dikaitkan dengan adanya blokade total ekonomi internasional terhadap Yugoslavia adalah Resolusi DK PBB nomor 757 tentang dikenakannya sanksi ekonomi dan resolusi No 820.

Sikap Yugoslavia.

Pimpinan RF Yugoslavia berpendapat bahwa penyebab utama krisis Yugoslavia adalah kegiatan-kegiatan destruktip dari negara-negara besar, yang berhasil melemahkan negara nya dengan cara menghancurkan dari dalam dan mengorganisir kekuatan-kekuatan secessionist dalam negeri, dengan tujuan untuk merealisasi kepentingan globalnya. Yugoslavia mengemukakan bahwa satu-satunya jalan untuk memecahkan krisis di wilayah eks Yugoslavia, adalah melalui perundingan, disamping tetap menghormati kepentingan dan hak legitimitas dari ketiga suku-bangsa itu di Bosnia.

Cara pemecahan dengan paksa dari luar, dan dengan menggunakan ultimatum sulit untuk diterima oleh Yugoslavia. Sanksi yang keras dan dipandang tidak adil terhadap Yugoslavia, bertujuan untuk memaksa Yugoslavia mengikuti kebijaksanaan Eropa pada umumnya. Sanksi DK-PBB yang dijatuhkan kepada Yugoslavia pada tanggal 30 Mei 1992 oleh kalangan politisi Yugoslavia dinilai sebagai sanksi yang paling berat, yakni blokade ekonomi secara total, termasuk sanksi sosial budaya dan olahraga.

Walaupun demikian posisi Yugoslavia (baru) masih cukup dianggap sebagai faktor penentu, pada proses perdamaian di kawasan ini. Secara resmi Yugoslavia sebenarnya pada waktu itu masih anggota PBB, akan tetapi dilarang hadir pada SU-PBB serta organisasi-organisasi internasional lainnya, seperti UNESCO, KKKE (CSCE). Bahkan akhirnya Yugoslavia juga disuspensi dari setiap kegiatan GNB. RF Yugoslavia (Yugoslavia baru) yang merupakan "sisa Yugoslavia lama", menyatakan diri sebagai pewaris Yugoslavia lama, secara de facto diakui sebagai salah satu faktor utama yang dapat memainkan peranan penting, dalam proses perundingan-perundingan tentang penyelesaian krisis di wilayah eks Yugoslavia.

Kehadiran Pasukan PBB

Keterlibatan PBB dalam upaya mengakhiri krisis di wilayah Yugoslavia dimulai pada awal Januari 1992 setelah upaya Masyarakat Eropa secara regional tidak membawa hasil perdamaian di wilayah Yugoslavia, bahkan situasi cenderung semakin memburuk. Sejak saat itu masalah yang terjadi di wilayah Yugoslavia telah menjadi masalah PBB, baik secara politis maupun militer. Secara politis PBB turut mensponsori perundingan-perundingan damai yang dilakukan oleh masyarakat internasional sedangkan dalam bidang militer PBB mengirimkan pasukan-pasukannya yang tergabung dalam UNPROFOR untuk memelihara perdamaian ataupun mencegah meluas konflik di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Kroasia, Bosnia Herzegovina dan Makedonia.

Namun perjalanan tugas UNPROFOR di Yugoslavia tidak berjalan dengan mulus, bahkan menghadapi tantangan yang sangat berat dan kehadirannya tidak dikehendaki oleh pihak yang bertikai. Pemerintah Kroasia bahkan beberapa kali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehinga akhirnya pada tahun 1995 mandat UNPPROFOR di ubah sehinga melahirkan UNPF (United Nation Peace Force) sebagai organisasi induk berkedudukan di Zagreb dengan organisasi pelaksana UNCRO (United Nation Confidence Restoration Operation) di Kroasia, UNPROFOR (United Nation Protection Forces) di Bosnia Hecegovina dan UNPREDEP ( United Preventive Deployment Force) di FYROM (Macedonia).

Missi pasukan PBB di wilayah Serbia Krajina sebagai daerah perlindungan PBB (UNPA).

Keberhasilan Kroasia memisahkan diri dari Yugoslavia secara paksa ternyata belum menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh negara tersebut. Etnis Serbia Krajina yang merupakan mayoritas di wilayah Krajina dan masih didalam perbatasan administratip Republik Kroasia, menolak pemisahan diri Kroasia dari Yugoslavia dan selanjutnya membentuk suatu pemerintahan sendiri diluar kekuasaan Kroasia melalui kemerdekaannya yang diproklamirkan pada Desember 1991. Tindakan etnis Serbia di Kroasia tersebut dilakukan setelah pihak Kroasia menolak keinginan Serbia Krajina untuk tetap bergabung dengan Yugoslavia karena dinilai melanggar konstitusional Kroasia. Pernyataan kemerdekaan Serbia Krajina yang membentuk negara berdiri sendiri semakin meningkatkan ketegangan diantara pihak Kroasia dengan Serbia Krajina.

Puncak ketegangan terjadi setelah pasukan Kroasia menyerang polisi Serbia di Knin (RSK) yang mengakibatkan terjadinya pertempuran. Pertempuran segera meluas di wilayah dimana terdapat penduduk Serbia yang menjadi mayoritas di wilayah Kroasia. Salah satu pertempuran antara Serbia Krajina dengan Kroasia yang paling dikenal karena banyaknya korban yang berkisar puluhan ribu orang adalah di Vukovar (suatu kota yang terletak diantara perbatasan Kroasia dengan Serbia). Pertempuran-pertempuran yang terus berlanjut antara pihak Kroasia dan Serbia Krajina akibat tidak adanya titik-temu untuk menyelesaikan pertikaian antara kedua belah pihak semakin banyak menimbulkan korban. Keadaan tersebut telah memaksa PBB untuk menjadikan wilayah Serbia Krajina sebagai daerah perlindungan PBB (United Nations Protecting Area UNPA) sampai dicapainya penyelesaian diantara kedua belah pihak yang bertikai.

Bersamaan dengan tindakan PBB yang menjadikan wilayah Serbia Krajina sebagai UNPA pada tanggal 21 Februari 1992 PBB mengeluarkan resolusi No. 743 untuk membentuk UNPROFOR selama periode 12 bulan guna menciptakan kondisi damai dan aman dalam rangka negosiasi penyelesaian krisis di Yugoslavia. Sampai dengan akhir Maret 1992 dengan disetujuinya resolusi No. 743 tersebut PBB merencanakan untuk menempatkan 14.389 orang anggota UNPROFOR di wilayah UNPA. Tindakan PBB yang menjadikan Serbia Krajina (RSK) sebagai wilayah UNPA dan ditambah penempatan pasukan UNPROFOR dengan jumlah yang cukup besar telah meredakan situasi di wilayah tersebut. Akan tetapi kondisi tersebut diatas tidak diikuti dengan perundingan-perundingan yang tuntas antara pihak Kroasia dan Serbia Krajina hingga situasi di wilayah UNPA tetap eksplosip.

Pada bulan Januari 1995 Pemerintah Kroasia kembali menolak perpanjangan mandat UNPROFOR sehinga akhirnya lahir mandat baru dengan nama UNCRO dengan kekuatan pasukan yang lebih kecil. Pada bulan Mei 1995 pasukan Kroasia menyerang dan merebut sektor barat UNPA dan pada bulan agustus merebut sektor selatan dan utara sehinga saat itu tinggal sektor timur yang meliputi wilayah Slavonija timur, Srem barat dan Baranja yang masih merupakan daerah yang dipersengketakan. Dalam bulan Oktober 1005 telah dimulai penarikan sebagai pasukan UNCRO dari sektor selatan dan utara dan secara bertahap akan terus dikurangi.

Missi pasukan PBB di wilayah Republik [Bosnia Herzegovina].

Kedatangan pasukan perdamaian PBB (UNPROFOR) yang semula disetujui oleh semua pihak di wilayah Yugoslavia untuk menegakkan perdamaian di wilayah Krajina, Slavonia dan Srem Barat (wilayah etnis Serbia di Republik Kroasia) dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang bertikai guna penyelesaian secara politis di meja perundingan akhirnya dilibatkan pula di wilayah Republik Bosnia Herzegovina akibat situasi yang buruk di wilayah tersebut. Kehadiran pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina diharapkan untuk mencegah meningkatnya konflik antar etnis di Bosnia Herzegovina.

Pelibatan pasukan UNPROFOR di wilayah Bosnia Herzegovina pun sesuai saran kelompok Masyarakat Eropa yang juga disetujui oleh Panglima UNPROFOR, diawali pada akhir April 1992 dengan mendatangkan sebanyak 100 orang pengamat militer di wilayah Bosnia Herzegovina. Perkembangan situasi di wilayah Bosnia Herzegovina yang terus memburuk telah memaksa kedatangan pasukan pemelihara PBB di wilayah tersebut yang pada bulan September 1995 telah mencapai lebih kurang 30.953 orang khusus di wilayah Bosnia Herzegovina. Dengan berubahnya mandat UPROFOR menjadi UNPPF, nama pasukan perdamaian yang bertugas di Bosnia Hecegovina tidak mengalani perubahan yaitu tetap mengunakan nama UNROFOR. Kekuatan dan disposisi UNPROFOR di wilayah Yugoslavia:

Dalam sejarah penugasan pasukan PBB selama ini maka missi PBB di wilayah Yugoslavia merupakan yang terbesar baik dalam pengeluaran resolusi, pengerahan kekuatan personil, perlengkapan militer maupun jumlah korban yang timbul. Semenjak mulai timbulnya krisis di wilayah Yugoslavia PBB telah mengeluarkan tidak kurang 50 resolusi mengenai krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia terutama yang menyangkut masalah Bosnia Herzegovina. Sementara itu jumlah pasukan PBB yang bertugas di wilayah Yugoslavia menurut data-data terakhir adalah sebanyak 50.774 orang yang berasal dari berbagai negara. Sebanyak 44.991 orang dari jumlah tersebut diatas adalah pasukan, 652 orang pengamat militer, 466 orang polisi sipil dan 4.665 orang petugas sipil. Dalam pelaksanaan missinya di wilayah Yugoslavia pasukan PBB ditempatkan diberbagai sektor di wilayah Yugoslavia. Lihat Disposisi Pasukan PBB di Yugoslavia

Upaya Damai

Dalam penyelesaian krisis yang terjadi di wilayah Yugoslavia khususnya di wilayah Bosnia Herzegovina telah diupayakan usaha-usaha perdamaian yang disponsori oleh Masyarakat Eropa melalui Konperensi Internasional mengenai Yugoslavia yang akhirnya diambil-alih oleh PBB. Upaya-upaya perdamaian yang ditempuh ternyata sulit untuk berhasil menyelesaikan krisis di Bosnia Herzegovina karena tidak dapat memenuhi kepentingan ketiga pihak yang bertikai ataupun memberatkan salah satu Faksi. Mengamati penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina melalui perundingan-perundingan internasional selama ini seringkali konsep-konsep penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina tidak berasal dari Faksi-Faksi yang bertikai akan tetapi dari pihak luar (masyarakat internasional) yang sudah barang tentu belum cocok untuk diterapkan untuk mengatasi krisis di Bosnia Herzegovina. Dan konsep-konsep tersebut nampak dipaksakan untuk diterima oleh semua pihak sehingga turut mempengaruhi usaha-usaha damai. Mengenai upaya-upaya damai apa saja yang dilakukan untuk menyelesaikan krisis Yugoslavia, lihat: Fakta upaya damai krisis Yugoslavia

Posisi Indonesia

Kesimpulan