Identitas gender

pikiran dan rasa seseorang terhadap gender mereka sendiri
Revisi sejak 6 Februari 2017 10.56 oleh RXerself (bicara | kontrib) (top)

Identitas gender adalah bagaimana pikiran dan rasa seseorang mengenai gendernya sendiri.[1] Identitas gender seseorang dapat selaras dengan seksnya yang ditunjuk saat lahir atau justru sepenuhnya berbeda.[2] Seluruh masyarakat memiliki serangkaian kategori gender yang berperan sebagai dasar pembentukan identitas sosial seseorang serta dalam hubungannya dengan orang lain.[3] Di kebanyakan masyarakat, perbedaan yang paling sederhana ada pada sifat-sifat yang terkait dengan gender laki-laki dan perempuan[4] yang disebut pula sebagai binari gender yang dianut oleh kebanyakan orang. Gagasan tersebut juga mendorong penyesuaian hal-hal yang dinilai maskulin dan feminin di segala aspek seks dan gender: seks biologis, identitas gender, dan ekspresi gender.[5] Sementara itu, di beberapa masyarakat terdapat individu-individu yang tidak mengidentifikasi dirinya terhadap sebagian atau keseluruhan dari aspek gender yang ditunjuk kepada mereka berdasarkan seks biologis mereka.[6][7] Beberapa dari individu tersebut tergolong sebagai orang transgender atau genderqueer. Di beberapa masyarakat lainnya pula, terdapat kategori gender ketiga.

Inti dari identitas gender seseorang umumnya terbentuk saat usia tiga tahun.[8][9] Setelah usia tiga tahun, akan sangat sulit untuk mengubah identitas gender[8] sementara jika dilakukan usaha pengubahan dapat menyebabkan timbulnya disforia gender.[10] Baik faktor biologis maupun faktor sosial telah digagas sebagai hal yang berpengaruh dalam pembentukan identitas gender.

Waktu pembentukan

Terdapat beberapa teori mengenai kapan dan bagaimana identitas gender seseorang tebentuk. Akan tetapi, penelitian yang selama ini dilakukan terbilang sulit karena kemampuan berbicara anak-anak yang terbatas menyebabkan peneliti harus membuat asumsi berdasarkan bukti tidak langsung. John Money menyebutkan bahwa anak-anak mungkin memiliki kesadaran serta keterikatan terhadap gender mulai antara usia sedini 18 bulan hingga dua tahun. Lawrence Kohlberg di sisi lain mengatakn bahwa identitas gender belum terbentuk hingga umur tiga tahun.[10] Hal yang telah dipahami secara luas adalah bahwa inti dari identitas gender telah terbentuk kokoh pada usia tiga tahun.[8][9][10] Beberapa sumber lain sementara itu menyebutkan bahwa identitas gender terus terbentuk pada usia 3-4 tahun.[11] Pada titik inilah anak-anak dapat membuat pernyataan tegas mengenai gender mereka[10][12] dan cendorong untuk memilih aktivitas dan mainan yang dinilai sesuai dengan gender mereka[10] (seperti boneka untuk perempuan dan balok bangunan untuk laki-laki),[13] walaupun mungkin mereka belum mengerti implikasi dari gender yang mereka miliki.[12] Setelah usia tiga tahun, identitas gender inti sangat sulit untuk diubah[8][14] sementara usaha untuk mengubahnya dapat menimbulkan disforia gender.[10][15] Pembentukan akhir identitas gender ada pada rentang usia anak empat[14] hingga enam tahun[10][16] dan terus berlanjut ke masa remaja.[14]

Martin dan Ruble (2004) merumuskan proses perkembangan tersebut ke dalam tiga tahap yaitu (1) pada masa kanak-kanak dan balita, anak mempelajari karakteristik-karakteristik serta aspek dari gender, (2) pada sekitar umur 5–7 tahun, identitas terbentuk dan menjadi rumit, dan (3) setelah "puncak kerumitan" tersebut, fluiditas kembali dan peran-peran gender yang selama ini telah ditentukan di lingkungan mengendur.[17] Newmann (2014) sementara itu mengajukan empat tahapan yaitu (1) pemahaman konsep gender, (2) pembelajaran oleh anak mengenai standar dan stereotip peran gender, (3) identifikasi terhadap orang tua, dan (4) pembentukan preferensi gender.[12]

Faktor yang mempengaruhi pembentukan

Alam lawan asuhan

Walaupun pembentukan identitas gender belum dapat diketahui secara keseluruhan, terdapat beberapa faktor yang telah disebut memiliki pengaruh di dalam perkembangan pembentukannya. Salah satu yang paling utama adalah sejauh mana identitas gender ditentukan oleh faktor sosial atau faktor lingkungan dan sejauh mana juga faktor lahiriah atau biologi berpengaruh. Hal tersebut menjadi perdebatan di kalangan psikolog dan dikenal dengan istilah nature versus nurture (alam lawan asuhan). Kedua faktor masing-masing dianggap memiliki peran. Faktor biologis yang mempengaruhi identitas gender di antaranya adalah tingkat hormon sebelum dan pascakelahiran.[18] Gen juga mempengaruhi identitas gender[19][20] namun tidak menentukannya secara pasti.[21]

Faktor sosial yang dapat mempengaruhi identitas gender di antaranya adalah gagasan mengenai peran gender yang digambarkan oleh keluarga, figur penguasa, media, dan orang-orang lain yang berpengaruh di dalam kehidupan anak.[22] Ketika anak dibesarkan oleh individu yang menganut paham tentang peran gender yang ketat, mereka cenderung akan bersikap yang sama dan menyamakan identitas gender mereka dengan pola peran gender stereotip di sekitar mereka tersebut.[23] Teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa anak-anak lebih lanjut mengembangkan identitas gender mereka dengan mengobservasi dan meniru perilaku yang terkait dengan suatu gender. Mereka juga menerima respon positif seperti hadiah atau pujian atau respon negatif seperti hukuman dari perilakunya[24] sehingga dengan demikian mereka dibentuk oleh orang-orang di sekitar mereka dengan cara meniru atau mengikuti.[25]

Contoh terkenal dalam perdebatan alam atau asuhan adalah kasus David Reimer yang dikenal pula sebagai kasus John/Joan. Saat ia masih bayi, Reimer merupakan korban dari malpraktik dan kelamin laki-lakinya harus diangkat. Psikolog John Money meyakinkan orang tua Reimer untuk membesarkannya sebagai perempuan. Reimer pun dibesarkan sebagai perempuan, mengenakan pakaian perempuan dan dikelilingi mainan perempuan, tetapi ia tidak merasa bahwa ia seorang perempuan. Setelah percobaan bunuh dirinya pada usia 13 tahun, Reimer mengetahui bahwa ia lahir dengan kelamin laki-laki. Setelah itupun ia menjalani operasi rekonstruksi genitalia.[26] Kasus Reimer berlawanan dengan hipotesis Money bahwa biologi tidak memiliki peran dalam identitas gender maupun orientasi seksual.[27]

Faktor biologis

Beberapa faktor prenatal dan biologis seperti gen dan hormon dapat mempengaruhi identitas gender.[18][20][28]

Pengaruh hormon merupakan faktor yang kompleks. hormon penentu seks diproduksi pada tahap awal perkembangan janin,[29] dan jika tingkat hormon prenatal berubah, perkembangan fenotip juga dapat berubah sehingga kecenderuangan alami dari otak terhadap seks tertentu dapat tidak sesuai dengan susunan genetik janin maupun organ seksualnya.[30] Hormon dapat mempengaruhi perbedaan kemampuan spasial dan verbal, ingatan, dan keagresifan antara anak laki-laki da perempuan. Hormon prenatal mempengarui bagaimana hipotalamus di otak mengatur sekresi hormon di kemudian hari, dengan hormon wanita umunya mengikuti siklus bulanan sementara hormon pria tidak.[29]

Orang interseks

Seorang manusia interseks atau seekor hewan interseks memmiliki variasi pada salah satu atau beberapa karakteristik seksnya apakah itu kromosom, organ genitalia, gonad, atau hormon seks, yang "... tidak padan dengan gagasan umum biner mengenai tubuh laki-laki atau perempuan".[31] Variasi-variasi yang ada mengenai kondisi interseks dapat membuat penunjukan seks saat lahir menjadi rumit[32] dan dapat tidak konsisten dengan identitas gender si anak kelak.[33] Pemaksaan seks yang ditunjuk melalui hormon atau prosedur operasi melanggar hak asasi individu tersebut.[34][35] Sebuah peninjauan terhadap penelitian-penelitian dari tahun 1955 hingga 2000 menunjukkan bahwa lebih dari 1 orang di antara 100 orang memiliki karakteristik interseks.[36]

Furtado, et al. (2012) menemukan bahwa sekitar 8,5 hingga 20 persen orang interseks mengalami disforia gender.[37] Sebuah penelitian di Australia, yang merupakan negara yang memiliki klasifikasi jenis kelamin "X", menunjukkan bahwa 19 persen dari orang yang lahir dengan karakteristik seks istimewa memilih opsi "X" tersebut atau opsi "lainnya". Sementara itu, 52 persen dari peserta studi memilih opsi wanita, 23 persen memilih opsi pria, dan 6 persen tidak yakin. 52 persen dari peserta studi ditunjuk sebagai perempuan saat lahir sementara 41 persen lainnya laki-laki.[38][39]

Penyebab biologis dari identitas transgender dan transseksualitas

Beberapa penelitan telah menyelidiki mengenai ada atau tidaknya kaitan antara kondisi biologi terhadap identitas transgender atau transseksual.[40][41] Beberapa telah menunjukkan bahwa struktur otak pada individu transseksual berbeda dari seks yang telah ditunjuk kepadanya dan lebih serupa dengan seks yang mereka pilih.[42][43][44] Bagian dari otak yang disebut BNST di stria terminalis dari wanita trans serupa dengan yang ditemukan pada wanita cisgender ketimbang dengan pria.[45] Perbedaan struktur otak yang serupa juga disebutkan untuk pria gay dengan pria heteroseksual dan wanita lesbian denagn wanita heteroseksual.[46][47] Sebuah penelitian lainnya menyebutkan bahwa transseksualitas dapat memiliki kaitan dengan kondisi genetik.[48]

Penelitian menunjukkan bahwa hormon yang sama yang memicu diferensiasi organ seksual pada janin dalam rahim juga memengaruhi perkembangan identitas gender. Kuantitas yang berbeda dari hormon perempuan dan hormon laki-laki tersebut menyebabkan seseorang dapat memiliki perilaku atau kondisi fisik eksternal dari genitalia yang tidak sama dengan anggapan umum dari jenis kelamin tertentu termasuk perilaku dan penampilan yang dapat lebih mirip dengan lawan jenis kelaminnya.[49]

Faktor sosial dan lingkungan

John Money pada tahun 1955 menunjukkan bahwa identitas gender merupakan sesuatu yang dapat dibentuk dengan pengaruh dari apakah seorang anak pada usia dini dibesarkan sebagai laki-laki atau perempuan.[50][51] Hipotesis Money telah dibantah,[51][52] namun para ilmuwan tetap melanjutkan penelitian mengenai pengaruh dari faktor sosial terhadaip pembentukan identitas gender.[51] Selama dekade 1960-an dan 1970-an, faktor-faktor yang pernah disebutkan sebagai faktor sosial yang berpengaruh di antaranya adalah ketiadaan ayah, keinginan ibu untuk memiliki anak perempuan, serta pola asuhan dari orang tua. Sebuah teori terkini menyebutkan bahwa kondisi psikologi orang tua mungkin juga mempengaruhi pembentukan identitas gender namun teori tersebut hanya memiliki sedikit bukti empiris[51] sementara sebuah artikel tahun 2004 menyebutkan bahwa "... pengaruh penting dari faktor sosial setelah kelahiran tidak memiliki bukti yang cukup."[53] Sementara itu, sebuah penelitian tahun 2008 menemukan bahwa orang tua dengan anak-anak yang memiliki disforia gender tidak menunjukan tanda-tanda adanya gangguan psikologi selain dari depresi ringan pada ibu.[51][54] Selain itu, sikap dari orang tua juga telah disebutkan dapat mempengaruhi identitas gender anak namun hanya sedikit bukti yang ditemukan.[55]

Referensi

  1. ^ Morrow, D. F.; Messinger, L., ed. (2006). Sexual Orientation and Gender Expression in Social Work Practice. Columbia University Press. hlm. 8. ISBN 0231501862. Gender identity refers to an individual's personal sense of identity as masculine or feminine, or some combination thereof 
  2. ^ "Sexual Orientation and Gender Identity Definitions". Human Rights Campaign. 
  3. ^ Moghadam, V. M. (1992). "Patriarchy and the Politics of Gender in Modernizing Societies: Iran, Pakistan and Afghanistan". International Sociology. 7 (1): 35–53. doi:10.1177/026858092007001002. All societies have gender systems. 
  4. ^ Carlson, N. R.; Heth, C. D. (2009), "Sensation", dalam Carlson, N. R.; Heth, C. D., Psychology: the Science of Behaviour (edisi ke-4th), Pearson, hlm. 140–141, ISBN 9780205645244. 
  5. ^ Eller, J. D. (2015). Culture and Diversity in the United States: So Many Ways to Be American. Routledge. hlm. 137. ISBN 1317575784. ... most Western societies, including the United States, traditionally operate with a binary notion of sex/gender...  line feed character di |title= pada posisi 44 (bantuan)
  6. ^ MacKenzie, G. O. (1994). Transgender Nation. Bowling Green State University Popular Press. hlm. 43. ISBN 0879725966. ... transvestites existed in almost all societies. 
  7. ^ Zastrow, C. (2013). Introduction to Social Work and Social Welfare: Empowering People. Brooks Cole. hlm. 234. ISBN 128554580X. There are records of males and females crossing over throughout history and in virtually every culture. It is simply a naturally occurring part of all societies. 
  8. ^ a b c d Kalbfleisch, P. J.; Cody, M. J. (1995). Gender, Power, and Communication in Human Relationships. Psychology Press. ISBN 0805814043. 
  9. ^ a b Gallagher, A. M.; Kaufman, J. C. (2005). Gender Differences in Mathematics: An Integrative Psychological Approach. Cambridge University Press. ISBN 0-521-82605-5. 
  10. ^ a b c d e f g Boles 2013, hlm. 101-102.
  11. ^ Bryjak, G. J.; Soraka, M. P. (1997). Sociology: Cultural Diversity in a Changing World. Allyn & Bacon. hlm. 209–245. 
  12. ^ a b c Newmann, B. (2014). Development Through Life: A Psychosocial Approach. Cengage Learning. hlm. 243. ISBN 9781111344665. 
  13. ^ Doob, C. B. (2012). Social Inequality and Social Stratification in US Society. Routledge. 
  14. ^ a b c Kleeman, J. A. (1971). "The establishment of core gender identity in normal girls. I.(a) Introduction;(b) Development of the ego capacity to differentiate". Archives of Sexual Behavior. 1 (2): 103–116. doi:10.1007/BF01541055. Though gender identity formation continues into young adulthood and core gender identity establishment extends into the fourth year and possibly longer, core gender identity is fairly firmly formed by age 3[.] 
  15. ^ Coleman, E. (1982). "Developmental stages of the coming out process". Journal of Homosexuality. 7 (2-3): 31–43. Core gender and sex-role identities are well-formed by the age of 3 (Money & Ehrhardt, 1972). This is believed because attempts to reassign gender identity after age 3 result in further gender dysphoria. 
  16. ^ Stein, M. T.; Zucker, K. J.; Dixon, S. D. (1997). "Sammy: Gender Identity Concerns in a 6-Year-Old Boy". Journal of Developmental & Behavioral Pediatrics. 18 (3): 178–182. 
  17. ^ Martin, C.; Ruble, D. (2004). "Children's Search for Gender Cues Cognitive Perspectives on Gender Development". Current Directions in Psychological Science. 13 (2): 67–70. doi:10.1111/j.0963-7214.2004.00276.x. 
  18. ^ a b Zhu, Y. S.; Cai, L. Q. (2006). "Effects of male sex hormones on gender identity, sexual behavior, and cognitive function". Zhong Nan Da Xue Xue Bao, Yi Xue Ban (Journal of Central South University, Medical Sciences). 31 (2): 149–161. 
  19. ^ Money, J. (1994). "The concept of gender identity disorder in childhood and adolescence after 39 years". Journal of Sex and Marital Therapy. 20 (3): 163–77. doi:10.1080/00926239408403428. PMID 7996589. 
  20. ^ a b "Genes Influence Gender Identity". Psychology Today. 24 Oktober 2003. 
  21. ^ Golombok, S.; Fivush, R. (1994). Gender Development. hlm. 44. ISBN 0521408628. When assigned and raised as boys, these genetic girls adopt a male gender identity and role, showing that a Y chromosome is not necessary for gender development to proceed in a male direction. 
  22. ^ Henslin, J. M. (2001). Essentials of Sociology. Taylor & Francis. hlm. 65–67, 240. ISBN 0-536-94185-8. 
  23. ^ Oswalt, A. (9 Juni 2010). "Factors Influencing Gender Identity". MentalHelp.net. 
  24. ^ Myers, D. G. (2008). Psychology. Worth Publishers. 
  25. ^ Martin, C. L.; Ruble, D. N.; Szkrybalo, J. (2002). "Cognitive theories of early gender development". Psychological Bulletin. 128 (6): 903–906. doi:10.1037/0033-2909.128.6.903. PMID 12405137. 
  26. ^ Nolen-Hoeksema, S. (2014). Abnormal Psychology (edisi ke-6th). McGraw-Hill. hlm. 368. ISBN 9781308211503. 
  27. ^ Martin, C.; Ruble, D.; Szkrybalo, J. (2002). "Cognitive Theories of Early Gender Development". Psychological Bulletin. 128 (6): 903–913. doi:10.1037/0033-2909.128.6.903. PMID 12405137. 
  28. ^ Ghosh, S. "Gender Identity". MedScape. Diakses tanggal 29 Oktober 2012. 
  29. ^ a b Birke (2000). "In Pursuit Of Difference, scientific studies of women and men". Dalam Bartsch, I.; Lederman, M. The Gender and Science Reader. Routledge. hlm. 310. 
  30. ^ Hines, M. (2017-02-02). "Prenatal endocrine influences on sexual orientation and on sexually differentiated childhood behavior". Frontiers in Neuroendocrinology. 32 (2): 170–182. doi:10.1016/j.yfrne.2011.02.006. ISSN 0091-3022. PMC 3296090 . PMID 21333673. 
  31. ^ Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (2015). "Free & Equal Campaign Fact Sheet: Intersex" (PDF). Diakses tanggal 28 Maret 2016. 
  32. ^ Mieszczak, J.; Houk, C. P.; Lee, P. A. (2009). "Assignment of the sex of rearing in the neonate with a disorder of sex development". Current Opinion in Pediatrics. 21 (4): 541–547. doi:10.1097/mop.0b013e32832c6d2c. PMID 19444113. 
  33. ^ Komisioner untuk Hak Asasi Manusia; Dewan Eropa (2015), Human rights and intersex people, Issue Paper 
  34. ^ Swiss National Advisory Commission on Biomedical Ethics NEK-CNE (November 2012). On the management of differences of sex development. Ethical issues relating to "intersexuality".Opinion No. 20/2012 (PDF). 2012. Bern. 
  35. ^ Organisasi Kesehatan Dunia (2015). Sexual health, human rights and the law. Jenewa: Organisasi Kesehatan Dunia. ISBN 9789241564984. 
  36. ^ Blackless, M.; Charuvastra, A.; Derryck, A.; Fausto-Sterling, A.; Lauzanne, K.; Lee, E. (2000). "How sexually dimorphic are we? Review and synthesis". American Journal of Human Biology. 12 (2): 151–166. doi:10.1002/(SICI)1520-6300(200003/04)12:2<151::AID-AJHB1>3.0.CO;2-F. ISSN 1520-6300. PMID 11534012. 
  37. ^ Furtado, P. S.; et al. (2012). "Gender dysphoria associated with disorders of sex development". Nature Reviews Urology. 9 (11): 620–627. doi:10.1038/nrurol.2012.182. PMID 23045263. 
  38. ^ "New publication "Intersex: Stories and Statistics from Australia"". Organisation Intersex International Australia. 3 Februari 2016. Diakses tanggal 18 Agustus 2016. 
  39. ^ Jones, T.; Hart, B.; Carpenter, M.; Ansara, G.; Leonard, W.; Lucke, J. (2016). Intersex: Stories and Statistics from Australia (PDF). Cambridge: Open Book Publishers. ISBN 978-1-78374-208-0. Diakses tanggal 2 Februari 2016. 
  40. ^ Vilain, E. (2006). "Genetics of Intersexuality". Journal of Gay & Lesbian Psychotherapy. 10 (2): 9–26. doi:10.1300/J236v10n02_02. 
  41. ^ Fleming, A.; Vilain, E. (2005). "The endless quest for sex determination genes". Clinical Genetics. 67 (1): 15–25. doi:10.1111/j.1399-0004.2004.00376.x. 
  42. ^ Gizewski, E. R.; Krause, E.; Schlamann, M.; Happich, F.; Ladd, M. E.; Forsting, M.; Senf, W. (2009). "Specific cerebral activation due to visual erotic stimuli in male-to-female transsexuals compared with male and female controls: An fMRI study". Journal of Sexual Medicine. 6: 440–448. doi:10.1111/j.1743-6109.2008.00981.x. 
  43. ^ Savic, I.; Arver, S. (2011). "Sex dimorphism of the brain in male-to-female transsexuals". Cerebral Cortex. 21: 2525–2533. doi:10.1093/cercor/bhr032. 
  44. ^ Rametti, G.; Carrillo, B.; Gómez-Gil, E.; Junque, C.; Zubiarre-Elorza, L.; Segovia, S.; Gomez, Á; Guillamon, A. (2011). "White matter microstructure in female to male transsexuals before cross-sex hormonal treatment. A diffusion tensor imaging study". Journal of Psychiatric Research. 45 (2): 199–204. doi:10.1016/j.jpsychires.2010.05.006. PMID 20562024. 
  45. ^ Zhou, J. N.; Hofman, M. A.; Gooren, L. J.; Swaab, D. F. (1995). "A sex difference in the human brain and its relation to transsexuality". Nature. 378 (6552): 68–70. doi:10.1038/378068a0. PMID 7477289. 
  46. ^ LeVay, S. (1991). "A difference in hypothalamic structure between heterosexual and homosexual men". Science. 253 (5023): 1034–1037. doi:10.1126/science.1887219. PMID 1887219. 
  47. ^ Byne, W.; Tobet, S.; Mattiace, L. A.; et al. (2001). "The interstitial nuclei of the human anterior hypothalamus: an investigation of variation with sex, sexual orientation, and HIV status". Hormones and Behavior. 40 (2): 86–92. doi:10.1006/hbeh.2001.1680. PMID 11534967. 
  48. ^ Hare, L.; Bernard, P.; Sánchez, F. J.; Baird, P. N.; Vilain, E.; Kennedy, T.; Harley, V. R. (2009). "Androgen Receptor Repeat Length Polymorphism Associated with Male-to-Female Transsexualism". Biological Psychiatry. 65 (1): 93–96. doi:10.1016/j.biopsych.2008.08.033. 
  49. ^ Oswalt, A. "Factors Influencing Gender Identity". MentalHelp.net. Diakses tanggal 6 Februari 2017. 
  50. ^ Money, J.; Hampson, J. G.; Hampson, J. L. (1955). "An examination of some basic sexual concepts". Bulletin of the Johns Hopkins Hospital. 97 (4): 301–319. 
  51. ^ a b c d e Kreukels, B. P. C.; Steensma, T. D.; de Vries, A. L.C., ed. (2013). Gender Dysphoria and Disorders of Sex Development. Springer US. ISBN 1461474418. 
  52. ^ Fausto-Sterling, A. (2000). Sexing the Body: Gender Politics and the Construct. Basic Books. 
  53. ^ Swaab, D. F. (2004). "Sexual differentiation of the human brain: relevance for gender identity, transsexualism and sexual orientation". Gynecological Endocrinology. 19 (6): 301–312. ...direct effects of testosterone on the developing fetal brain are of major importance for the development of male gender identity and male heterosexual orientation. Solid evidence for the importance of postnatal social factors is lacking. 
  54. ^ Wallien, M. S.; Cohen-Kettenis, P. T. (2008). "Psychosexual outcome of gender-dysphoric children". Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. 47 (12): 1413–1423. doi:10.1097/CHI.0b013e31818956b9. 
  55. ^ Weinraub, M.; Clemens, L. P.; Sockloff, A.; Ethridge, T. (1984). "The development of sex role stereotypes in the third year: relationships to gender labeling, gender identity, sex-types toy preference, and family characteristics". Child Development. 55 (4): 1493–1503. doi:10.2307/1130019. Previous investigators have failed to observe a relationship between parental attitudes and children's early sex role acquisition ...