Suku Dayak Lawangan

Revisi sejak 20 Februari 2017 13.11 oleh 202.67.38.17 (bicara)

Suku Lawangan (Luangan) merupakan salah satu dari suku-suku Dusun (Kelompok Barito bagian Timur) sehingga disebut juga Dusun Lawangan. Suku-suku Dusun termasuk golongan sukubangsa Dayak rumpun Ot Danum sehingga disebut juga Dayak Lawangan. Suku Lawangan menempati bagian timur Kalimantan Tengah dan Kutai Barat, Kalimantan Timur.[1] Di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, suku Lawangan menempati sebuah desa saja yaitu desa Binjai.

Suku Dayak Lawangan
Daerah dengan populasi signifikan
Kalimantan Tengah: 100.000.
Kalimantan Timur: 16.000.
Kalimantan Selatan: 3.000.
Bahasa
Lawangan, Maanyan, Banjar, Indonesia
Agama
Kaharingan, Kristen, Islam
Kelompok etnik terkait
Dayak rumpun Ot Danum ( Ngaju, Maanyan, Paser, Dusun Deyah), Kutai, Banjar

Menurut situs "Joshua Project" suku Lawangan berjumlah 109.000 jiwa.

Organisasi suku ini adalah "Dusmala" yang menggabungkan 3 suku Dayak yaitu Dusun, Maanyan dan Lawangan".

Subetnis suku Dayak Lawangan adalah :

  1. Suku Dayak Benuaq
  2. Suku Dayak Bentian
  3. Suku Dayak Bawo
  4. Suku Dayak Tunjung
  5. Suku Kutai ( Beradat Melayu )
  6. Suku Dayak Paser
  7. Suku Tawoyan (kedekatan bahasa 77%)
  8. Suku Dusun Deyah (kedekatan bahasa 53%)

Orang Lawangan mendiami daerah bergunung-gunung antara aliran Sungai Barito terus ke sebelah barat ke daerah aliran Sungai Kapuas. Daerah itu termasuk dalam wilayah kabupaten Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai Selatan, dan Tapin, di Provinsi Kalimantan Selatan. Di Provinsi Kalimantan Tengah mereka berdiam di dalam wilayah Kabupaten Barito Selatan, Barito Utara, dan Barito Timur. Nama lain dari suku ini ialah Luangan. Bahasanya tergolong kelompok bahasa Maanyan.

Suku bangsa Lawangan mungkin masih satu kelompok dengan Suku Bangsa Ngaju. Suku bangsa ini terbagi lagi menjadi sekitar 20 kelompok kecil, seperti Karau, Singa Rasi, Paku, Ayus, Bawu, Tabuyan Mantararan, Malang, Tabuyan Teweh, Mangku Anam, Nyumit, Bantian, Purui, Tudung, Bukit, Leo Arak, Mungku, Benuwa, Bayan, Lemper, Tungku, dan Pauk.


Mata Pencarian Suku Dayak Lawangan

Mata pencaharian suku lawangan umumnya berladang secara berpindah-pindah. Pertanian tradisional ini disertai pula oleh suatu tradisi yang mencerminkan kearifan lingkungan, dimana hasil panennya mereka bagi menjadi empat bagian. Seperempat bagian untuk kebutuhan sehari-hari petani dan keluarganya sendiri, seperempat untuk kepentingan upacara, seperempat diperuntukkan bagi makhluk hidup penghuni hutan (karena itu tidak perlu dituai), bagian akhir juga tidak dituai, melainkan dibiarkan gugur dan hancur kembali menjadi tanah. Di samping itu mereka juga bekerja meramu hasil hutan, seperti madu, lilin, damar, rotan, getah jelutung, getah karet, kayu dan membuat perahu. Suku bangsa yang hidup relatif berpindah-pindah untuk berladang dan melaksanakan mata pencaharian lain ini diduga datang dari daerah hulu aliran Sungai Mahakam di Kalimantan Timur. Tempat menetap pertama mereka sebut bantai, baru setelah agak permanen dan ramai mereka sebut pedukuhan. Gabungan dari beberapa pedukuhan menjadi sebuah kampung atau desa.

Kekerabatan dan Kekeluargaan Suku Dayak Lawangan

Sistem hubungan kekerabatan mereka  cenderung untuk bersifat matrilineal, mungkin karena pengaruh adat menetap sesudah nikah yang matrilokal (suami menetap di lingkungan keluarga asal isteri). Orang Lawangan juga mengenal adat ganti tikar (sosorat), artinya bila isteri meninggal maka suaminya harus kawin dengan saudara perempuan almarhum isterinya. Adat ini bertujuan agar pemilikan harta tetap berada pada pihak perempuan.

Kepercayaan Suku Dayak Lawangan

Kepercayaan asli mereka mempercayai adanya kelahiran kembali dari roh-roh orang mati (reinkarnasi). Pemujaan memang berorientasi kepada roh dan dewa-dewa yang dianggap berdiam di sebuah gunung yang mereka sebut Gunung Lemeut. Pada zaman dulu sistem religi/agama asli ini dikaitkan pula dengan adat pengayauan. Sisa-sisa kepercayaan asli ini masih nampak dalam gerakan mesianik (mesianic movement) yang mereka sebut nyuli.

Dayak Lawangan Kabupaten Tabalong, Kalsel

Di Kabupaten Tabalong ini terbagi menjadi empat wilayah keadatan Dayak, salah satu diantaranya wilayah keadatan Dayak Lawangan yaitu :

  1. Wilayah keadatan Dayak Lawangan di desa Binjai.
  2. Wilayah keadatan Dayak Maanyan di desa Warukin
  3. Wilayah keadatan Dayak Deyah Kampung Sepuluh, meliputi sepuluh desa di kecamatan Upau, Haruai, Bintang Ara.[2]
  4. Wilayah keadatan Dayak Deyah Muara Uya dan Jaro.

Di luar keempat daerah-daerah kantong keadatan Dayak Kabupaten Tabalong tersebut juga terdapat suku Banjar yang merupakan mayoritas populasi penduduk Tabalong dan suku Banjar ini tidak terikat dengan Hukum Adat Dayak.

Referensi