Pembicaraan:Penggunaan istilah Cina, China, dan Tiongkok
Ini adalah halaman pembicaraan untuk diskusi terkait perbaikan pada pengalihan Penggunaan istilah Cina, China, dan Tiongkok. Halaman ini bukanlah sebuah forum untuk diskusi umum tentang subjek artikel. |
|||
| Kebijakan artikel
|
||
Cari sumber: "Penggunaan istilah Cina, China, dan Tiongkok" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · HighBeam · JSTOR · gambar bebas · sumber berita bebas · The Wikipedia Library · Referensi WP |
Judul sudah tepat, pengalihan harus konsensus dulu, tanya sama yang bikin :p
Catatan
- Setelah 10 jam riset dan baca kedua belah pihak atau ketiga belah pihak didapatkan kesimpulan:
- Istilah Cina duluan ada, dilanjutkan dengan kompromi politik (kemerdekaan), dan kompromi diplomatik dengan RRC (kini).
- Secara pribadi saya pikir RRC keukeuh menggunakan Tiongkok karena istilahnya bersangkutan dengan Taiwan. Kalau nama Tiongkok jadi nama Taiwan yang Cina akan jadi Tiongkok dan secara penamaan menjadi bagian RRC/T, dilihat dari konvensi penamaan awal pemisahannya.
- Istilah Cina duluan ada, dilanjutkan dengan kompromi politik (kemerdekaan), dan kompromi diplomatik dengan RRC (kini).
- PENTING: tidak sama dengan wikipedia en yang secara akademis sudah di blacklist jadi pedoman. Wikipedia id justru "memancing diskusi" dan dijadikan pedoman. Jadi hati-hati dengan konvensi penamaan (lihat pranala luar).
- Sekarang ogut mo nyalon dulu sambil tertidur lelap di meja SPA. Serenity 03:19, 18 Februari 2008 (UTC)
- Komen:
- Pakai tag {{inuse}} lain kali.
- Oh iya itu dia tagnya..
- Sejak kapan memindahkan artikel yang tidak diberi tag "inuse" perlu ijin "pemilik"? lebih-lebih konsensus/voting. Idih.
- Sejak itu artikel jelas-jelas sedang dikerjain :p idih balik
- Judul tidak tepat, seharusnya sebelum kata "dan" pakai tanda koma, dan yang lebih tepat adalah kata "atau"
- Ndak tuh, pemakaian tanda koma sebelum dan tidak diharuskan tetapi hukumnya boleh dipakai atau boleh tidak dipakai (at least Amrik style). – komentar tanpa tanda tangan oleh Serenity (b • k).
- "awas dialihin lagi" -> moga-moga ini becanda, ndak lucu tiba-tiba kalau kamu dateng trus aku diberondong jagung, Ser.
- Lihat #1 - lagipula memang judul kamu tepat Ben? Di paragraf awal kan jelas Indonesia, gue belum lihat artikel elo yang udah jadi sih yang satunya lagi so belum bisa menyambungkan apakah ini artikel lingkup dunia atau lingkup Indo.
Opini
Dari halaman utama saya pindahkan ke sini
- Kata Tiongkok sendiri jelas sulit diaplikasikan merata pada segala bidang karena istilah Cina sudah ada lebih dahulu di Indonesia dan digunakan untuk menamakan tempat, kutipan, nama ilmiah tanaman, judul-judul buku yang sudah beredar, dan kebudayaan. Contohnya "Pecinan", "pacar cina" (tumbuhan), "Lebaran Cina" (penamaan perayaan Imlek oleh masyarakat Betawi), "Laut Cina Selatan", atau "Geger Pacinan" (pemberontakan di Yogyakarta) tidak bisa diganti dengan "Petiongkokan" atau "Pacar Tionghoa" karena merupakan nama yang sudah ada terlebih dahulu.
- Komentar:
- apa maksudnya "menamakan ... kebudayaan"? Kebudayaan
CInaTionghoa?
- apa maksudnya "menamakan ... kebudayaan"? Kebudayaan
- Lah lebaran Cina? itu bukan kebudayaan? Liong? bukan kebudayaan? Apa dong namanya? Angpaw bukan budaya? Aneh... – komentar tanpa tanda tangan oleh Serenity (b • k).
- Saya tidak pernah dengar orang yang mau merubah Pecinan->Petiongkokkan atau pacar cina->pacar tionghoa (kayaknya orang itu pakai fungsi "Replace All" pada Microsoft Word). NOnsens. Jelas-jelas mereka merupakan makna denotasi (contoh, tidak bisa digunakan dalam kalimat: "Dasar petai cino@#$%")
- Oh iya petai cina - itu juga bagus buat contoh.
- Usulan kembalinya ke istilah "Tiongkok" dan "Tionghoa" tidak pernah dipaksakan, semuanya secara sukarela, karena melihat bahwa walaupun tidak senegatif dulu, namun masalah ini memiliki "POTENSIAL" negatif. Berbeda dengan istilah Tiongkok-Tionghoa yang tidak memiliki konotasi negatif (contoh, tidak bisa digunakan untuk memaki: "Dasar Tionghoa!#%&")
- Sejarah tidak bisa dirubah, tetapi masa depan bisa. Tidak pernah ada upaya untuk mengganti sejarah, yang ada hanya upaya untuk menghentikan kesalahan masa lampau (membatalkan keputusan-keputusan rasialis) dan mengajarkan istilah yang benar kepada generasi seterusnya.
Bagi teman-teman yang percaya kalau gambar perempuan tanpa busana, siapapun penciptanya, entah Rembrandt, Michaelangelo, ataupun Playboy, haruslah dibatasi aksesnya (atau malah dibredel), dan bahwa "Idealnya" setiap perempuan harus tertutup auratnya dari kepala sampai ke kaki, tentu saja di alam Indonesia yang "katanya" demokratis ini hal tersebut tidak bisa dipaksakan. Masak mau setiap rumah dipasangi monitor untuk mengawasi gerak-gerik setiap orang (a la 1984), atau setiap gambar seperti itu yang telah tercetak harus dibakar, dihancurkan, dimusnahkan? Lalu mana dulu yang ada? Wanita tanpa busana atau anak perempuan yang lahir tiba-tiba pakai baju kebaya? Apa artinya setiap orang yang melihat seorang wanita tanpa busana otomatis moralnya rusak? Akhlaknya tercela? Berdosa? Berzina? Intinya sama, kedua-duanya, baik kata "Cina", maupun "gambar wanita tanpa busana" pada dasarnya netral. Yang salah adalah pemakaiannya, atau lebih tepatnya potensi mereka yang rawan digunakan untuk hal-hal negatif (menghina vs. merusak moral). Alangkah indahnya kalau pada setiap kesempatan umum setiap wanita berpakaian rapi dan sopan, dan setiap orang menggunakan istilah Tiongkok dan Tionghoa. Awas kalau tidak ! (-_-)V bennylin 404 07:24, 18 Februari 2008 (UTC)
- [NYEMPIL]"Atas Nama HAM dan Kebebasan, Izinkan Aku Telanjang" :p --BlackKnight (kirim pesan) 12:23, 18 Februari 2008 (UTC)
- He? I think you could use a drink. I'm afraid what you just said is irrelevant <-- is this even a word and full of it! *cheers* – komentar tanpa tanda tangan oleh Serenity (b • k).
- Cuma analogi, merujuk pada pembicaraan di Lukisan Rembrandt. (-_-)V bennylin 404 12:12, 18 Februari 2008 (UTC)
- Eh, tapi ada yang mau mengubah nama kerajaan Cina di Sulawesi jadi kerajaan Tiongkok. Padahal tidak ada hubungannya :p --Gombang 11:20, 18 Februari 2008 (UTC)
- Ngga pernah dipaksakan untuk yang lain mungkin iya, but it sounds really weird coming from you. You change all the terms even inside the president's speech - A U.S. President Speech on 18th or 17th century - to Tionghoa! Kalau bukan maksa supaya jadi sama semua gue ngga tau apa lagi nyebutnya. Thanks to you though, sejarahnya jadi "jelas". Jelas siapa yang maksa dan jelas siapa yang memaparkan maksudnyah :p Serenity 11:55, 18 Februari 2008 (UTC)
- Huahaha, sejak kapan presiden AS ngomong Indonesia. Jelas banget salahnya. Kalaupun saya merubahnya (kasih pranala tetapnya dong), itu berarti saya cuma mengubah tERJEMAHANNYa. Apa isi pidatonya berubah? Yang namanya maksa itu "ngeyel" atau mereversi balik berulang-ulang. Rasanya saya tidak pernah tuh. Perlu dicek lagi tuh definisinya. (-_-)V bennylin 404 12:12, 18 Februari 2008 (UTC)
Renungan
Setelah riset sampe sakit mata, honestly, that is serious shit happening back there in the 60s. Kita bisa aja terus dijajah Cina dan jadi komunis loh. I mean it was that close though. Trus stelah baca beberapa opini, walaupun peraturan yang kontroversial itu jelas reseh tapi it was made based on fear -- ketakutan bahwa kalo kita hidup berdampingan, would you stab us in the back because you are chinese? Sampai sekarang pun (menurut gue) petisi-petisi yang ingin menamakannya berbeda kalaupun jebol terus jadi apa? Cuman jadi membedakan kan? Elo sih tinggal jauh di Amerika Ben (udah dari taun berapa?), perhaps don't give a "whatever" to what happens here, tapi teman-temen gue (yang rata-rata cina <-- ini mereka loh yang mau dipanggil cina, gue tanya sopan mereka mau dipanggil apa katanya "emang ngaruh?" and I like 'em for that) just want to get along... Serenity 12:25, 18 Februari 2008 (UTC)
- Jangan dibawa sampai level pribadi. Saya rasa sudah jelas dari keaktifan saya dan kecintaan saya kepada bahasa Indonesia negara mana yang saya pilih.
- "that
iswas serious shit happening back there in the 60s. Kita bisa aja terus dijajah Cina dan jadi komunis loh" Tiongkok tidak pernah menjajah, paling-paling kalau jaman dulu Majapahit (klo ndak salah) hampir jadi "vassal state", yang beda dengan imperialisme a la Jepang ataupun Inggris. Saya yakin beberapa orang tidak merasa apa-apa kalau yang menjajah Amerika Serikat. Tiongkok sekarang tetap komunis dan pertumbuhan ekonominya seperti "naga bangun tidur". Siapa yang tidak mau menjadi seperti Tiongkok sekarang?
- Cina sekarang? Ini Cina yang mana dulu nih Taiwan (OK), Hong Kong (somewhat OK) - budayanya udah solid lah kebarat-baratan etc walaupun saat gabung dgn mainland jadi banyak yang "hijrah" so mereka harus kayak penyesuaian lagi dengan "hijrahannya" ini, mainland (OMG I saw two girls dari sana waktu kumpul di Washington) satu dari Shang Hai dan satu lagi dari Guong Zhou. Elo tau anak cuman boleh satu disana? Kepala kampungnya keliling dan kalau ketauan hamil harus aborsi! Satu satunya cara supaya anak lo dua adalah kalo elo anak tunggal (suami) dan istri lo anak tunggal jugak. Terus temen gue satu lagi karena sakit-sakitan mulu diputusin sama pacarnya karena, "Sorry, I love you but we only have one shot - *LoL*"
- [OOT] Yang masih commie. TW dan HK kan bukan commie. "Satu negara dua sistem", "Sistem tiga kaki", "Ekonomi bebas terkontrol", pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia selama dasawarsa terakhir. Secara ekonomi maksudnya.
Hmm, karena elo nyebut Tiongkok, apakah Tiongkok ngga masuk Taiwan? RI (resmi) hati-hati banget loh kalo nyebut Tiongkok, karena ada "niat" politis didalamnya. Untuk yang ngga tau bawaannya marah dan emosi membabi-buta, padahal bukan negaranya - coba dipertimbangkan dulu yang benar. Serenity 12:58, 18 Februari 2008 (UTC)
- Saya mikir Soeharto, kalau pakai ungkapan bahasa Inggris, "he did what he had to do". Layaknya Deng pada tahun 1989, atau contoh-contoh yang lain. Memangnya saya tidak tahu kalau golongan yang "cuek bebek" itu banyak? Ya tentu aja tahu lah.
- Sekali lagi, masalah preferensi pribadi masing-masing, I don't give a "whatever", cuma kepedulian saya dari segi kebahasaan serta standardisasi saja. Serta pemakaiannya di media massa. Serta di Wikipedia. Serta di milis. Serta-merta.
- Iya mangkanya gue tulis Tiongkok itu ngga bisa dipakai secara rata, lagi pula yang tabrak lari begitu kan disini elo. – komentar tanpa tanda tangan oleh Serenity (b • k).
Referensi tidak jelas
Saya tidak setuju dengan beberapa referensi yang digunakan karena referensi tersebut tidak lebih dari sekedar opini.
Saya lihat ada sebuah tulisan dari milis yang dipakai sebagai referensi. Saya rasa hal tersebut tidak layak dicantumkan sebagai sumber, siapa saja bisa nulis sesuatu di milis, dan
- kemungkinan besar "anggota milis" tersebut bukan seorang ahli di bidang ini alias bukan siapa-siapa. Kalau mau baca, di milis yang sama terdapat tulisan salah satu dari wikipediawan kita sendiri, yang lebih dapat dipertanggungjawabkan tulisannya (http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/10449).
- Selain itu ada pula rujukan ini yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan seperti:
- Siapakah Ahala Qin dan Ahala Tang yang dimaksud?
- "Kata Cina berasal dari nama Ahala Qin (baca Ch'in)" Dari mana sumbernya? Asbun?
- "Teks-teks semi klasik di Cina sendiri sempat menggunakan istilah Zhina." [butuh rujukan] plis
- "Konon, salah satu alasannya adalah Dinasti dan Kaisar Qin, karena kelalimannya, telah meninggalkan jejak penuh darah dalam sejarah Cina." Riset atau hasil ngerumpi?
- Terlebih dari itu, siapakah itu A. Dahana, sang penulis? Sejauh mana kita dapat mempercayai tulisannya?
- Lihat [1] 82.234.140.19
Sekedar kopipas dari artikel lain di Internet tidak serta merta dapat berarti tag [butuh rujukan] dapat dihapus. Kalau demikian, orang bisa saja menulis di blognya sendiri sebagai bahan rujukan, bukan? (-_-)V bennylin 404 13:56, 18 Februari 2008 (UTC)
- Mas Rinto, biarin aja Benny kan kalo soal ini udah rada sakit jiwa *LoL* gue seneng aja lihat dia uring-uringan. Makin ngaco ngomongnya makin bagus... *LoL* Karena jadi ketauan bahwa dia ngga ngebaca referensinya, atau sebaliknya begitu dia baca makin sadar dia kalo dia salah - ahahaha Benny-Benny!
- Terakhir yah Ben
- MILIS dimasukkan karena yang nulis adalah BENNY Yipee. Ini dimaksudkan bukan sebagai referensi, tapi memperkukuh tulisan sebelumnya. Tulisan (sebelumnya) sebenarnya adalah "Cina atau Tionghoa" sebuah editorial di Kompas 19 Maret (tahun missing) tapi dicetak ulang LP3S - referensi: Budiman, Arief, ‘Cina atau Tionghoa’, in Leo Suryadinata (ed): Pemikiran Politis Etnis Tionghoa Indonesia 1900–2002, Jakarta, LP3ES ref [2] silahkan dibaca.
- (udah mulai senyum-senyum) Ahalanya ngga tau tapi Qin dan Tang merujuk pada dinasti.
- Qin berasal dari dinasti awal yang mempersatukan Cina baca referensi 1 & 2 isinya kurang lebih sama. Untuk dinastinya sendiri (aneh ngga pernah baca sejarah Cina yah?) silahkan baca Larry Gonnick, Riwayat Peradaban Jilid II: Dari Berseminya Cina hingga rontoknya Romawi KPG ISBN 979-91-0054-2 [Berkas:Kartun Riwayat Peradaban Larry Gonnick II Berseminya Cina.jpg|thumbright|125px|Referensi]
Lepaskan prasangka dan ideologi
Hm, kalau ditanya apakah saya harus setuju penggunaan kata yang mana, setuju dengan Mbak Seren atau Bung Benny, saya setuju semua. Cuman, hemat saya, jangan sampai terjebak dengan politisir zaman dulu. Walaupun saya percaya masih ada di antara kita yang menjadi bagian dari sejarah tadi, namun sebenarnya adalah lebih baik bila kita berusaha untuk menormalisir politisir tidak sehat di zaman lalu.
Seperti apa yang sering saya kumandangkan sejak beberapa tahun lalu, Cina dan Tiongkok adalah sama derajatnya sebelum ada yang menambahkan label kepadanya. Pihak yang berusaha meninggikan derajat kata yang satu, sebenarnya tak ada bedanya dengan pihak lainnya yang merendahkan makna kata lainnya. Kita yang hidup di zaman ini sudah sewajibnya menetralkan kembali penggunaan kata-kata tadi. Ini saja himbauan saya. Terima kasih. Rinto Jiang 14:18, 18 Februari 2008 (UTC)
NB. Namun saya mendukung adu pendapat di sini, yang melambangkan kita itu bukan bangsa yang bisanya cuman "musyawarah mufakat" melulu. Cuman yah jangan sampai jadi debat kusir berkepanjangan.