Kongres Kesenian Indonesia

Kongres Kesenian Indonesia (KKI) adalah pertemuan sepuluh tahunan yang diikuti para seniman terpilih Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kongres ini kali pertama diadakan pada tahun 1995. Hasil dari kongres tersebut direkomendasikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk kemudian dirumuskan dan dituangkan dalam bentuk kebijakan (regulasi) tentang pengelolaan kesenian di Indonesia.[1][2][3][4]

KKI III - Bandung

Direktorat Kesenian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia kembali menyelenggarakan Kongres Kesenian Indonesia (KKI) III, pada tanggal 1 sampai dengan 5 Desember 2015 di Bandung, Jawa Barat. Kongres ini dihadiri oleh sekitar 700 peserta dari seluruh Indonesia terdiri dari seniman terpilih. Selain seniman, panitia juga mengundang peserta dari lintas profesi, termasuk polisi, jaksa, anggota dewan perwakilan rakyat, tapi mereka semua terkait dengan pembangunan kesenian. Dengan tema “Kesenian dan Negara dalam Arus Perubahan," kongres ini menelan biaya sebesar Rp8 miliar. Peran pemerintah dalam kongres ini hanya menjadi fasilitator, sedangkan perancang program dikerjakan oleh para seniman. Panitia Pengarah terdiri dari para seniman antara lain Dr Benny Yohannes T SSen MHum (aktor teater, kritikus, dan dosen ISBI), Arie F Batubara (penulis) Irawan Karseno (Ketua Dewan Kesenian Jakarta), Adi Wicaksono (penyair, kritikus), Prof Dr Edy Sedyawati (penari, kritikus), Mohammad Abduh, SS (Ketua Koalisi Seni Indonesia, Ary Sutedja BA MM (seniman aktivis, seni), Gustaff Hariman Iskandar, S.Sn (aktivis kesenian dan Al Azhar (aktivis kesenian).

Rekomendasi

  • Komite Teater: Perlu dukungan pemerintah untuk renovasi pembangunan dan alat pendukung pertunjukan, perlu adanya fasilitas untuk kegiatan-kegiatan teater.
  • Komite Lintas Media: Perlu dukungan untuk membuat kajian dan penelitian dalam ruang pendidikan formal. Pemetaan terhadap kecenderungan praktik ilegal oleh pihak tertentu.
  • Komite Seni Rupa: Meminta pemerintah agar lebih banyak mendukung sosialisasi kegiatan seni rupa, perlu fasilitas dari pemerintah untuk pameran melalui medium baru, ratifikasi UU Hak atas Kekayaan Intelektual dan payung hukum untuk melindungi karya seni rupa di ruang publik.
  • Komite Film: Perlu dibangun buday sinema dengan strategi estetika yang berorientasi pada gagasan, perlu infrastruktur distribusi film kultural agar setara dengan distribusi film komersial, perlu program berbasis jaringan komunitas untuk menyamakan standar teknik dan estetika, perlu dibuat lembaga otoritas untuk menyeleksi karya film.
  • Komite Tari: Perlu museum tari dan pengembalian tari ke bidang pendidikan terkait, perlu agenda riset dan pembentukan badan beasiswa tari, pembentukan seni independen dan pembentukan asosiasi tari Indonesia.
  • Komite Musik: Meminta pemerintah lebih gencar melakukan sosialisasi UU Hak Cipta, perlu alokasi dana internasionalisasi musik, menghidupkan kembali lembaga semacam BMKN yang pernah didirikan pada tahun 1960-an, harus ada desain program dan pemerintah.[5]

Tahun kongres

Referensi

  1. ^ Aceh TribunNews: 700 Seniman Ikuti Kongres Kesenian Indonesia, diakses 30 Maret 2017
  2. ^ TribunNews: Kongres Kesenian Indonesia III: Indonesia Harus Memesona Dunia, diakses 30 Maret 2017
  3. ^ SumbarSatu: Inilah Rekomendasi KKI II Bandung, diakses 30 Maret 2017
  4. ^ Nasional-Republika: Kongres Kesenian Indonesia III Digelar di Bandung, diakses 30 Maret 2017
  5. ^ Tabloid Kabar Film: Rekomendasi KKI III Bandung, diakses 30 Maret 2017