Kabupaten Donggala
Kabupaten Donggala (bahasa Inggris: Donggala Regency), adalah sebuah kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten sekaligus pusat administrasi terletak di Kota Donggala. Kabupaten ini mempunyai luas sebesar 4275,08 km² dan berpenduduk sebanyak 293.742 jiwa pada tahun 2016. Donggala adalah kabupaten terluas ke-7, terpadat ke-4, dan memiliki populasi terbanyak ke-4 di Sulawesi Tengah. Kabupaten Donggala terdiri dari 16 kecamatan dan 166 desa/kelurahan. Donggala mengelilingi wilayah Kota Palu, dan berbatasan dengan Parigi Moutong di bagian timur, Tolitoli di bagian utara dan timur laut, Sigi di bagian selatan, dan Sulawesi Barat di bagian barat dan barat daya.[a]
Kabupaten Donggala | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Motto: Roso Risi Rasa | |
[[File:{{{peta}}}|250px|Peta]] | |
Koordinat: 0°41′40″S 119°43′50″E / 0.6944°S 119.7306°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Sulawesi Tengah |
Tanggal berdiri | 12 Agustus 1952 |
Dasar hukum | - |
Ibu kota | Donggala |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Bupati | Kasman Lassa |
• Wakil Bupati | Vera Elena Enor Laruni |
Luas | |
• Total | 4.275,08 km2 (1,650,62 sq mi) |
Populasi ((2015)) | |
• Total | 293,742 |
• Kepadatan | 69/km2 (180/sq mi) |
Demografi | |
Zona waktu | UTC+08:00 (WITA) |
Kode pos | 74351 |
Kode BPS | |
Kode area telepon | 0457 |
Kode Kemendagri | 72.03 |
DAU | Rp. 523.660.657.000. |
Flora resmi | - |
Fauna resmi | Nuri Sulawesi |
Situs web | http://www.donggala.go.id |
Sejarah
Catatan tertua[2] tentang Donggala ditemukan dalam sumber-sumber Tiongkok sebelum abad ke-15 yang ditulis oleh J. V. Mills dan disunting Marcell Bonet di buku Chinese Navigation (1965). Sejak tahun 1430, wilayah kota Donggala telah dikenal sebagai pelabuhan untuk memperdagangkan hasil bumi seperti kopra, damar, dan kemiri, juga ternak sapi. Di rentang waktu yang panjang itu, Donggala adalah suatu kesatuan sebagai wilayah Kerajaan Banawa, yang bersamaan dengan masuknya kekuatan kolonial seperti kongsi dagang milik kerajaan Belanda, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).[3]
Pada tahun 1667, VOC melalui Traktat Banawa selanjutnya mengikat Donggala untuk kali pertama dalam perjanjian penyerahan emas.[4] Oleh Belanda, Donggala dijadikan titik tengah di Selat Makassar untuk mengamankan jalur perdagangan laut di wilayah tersebut yang menghubungkan Makassar dan Manado. Pada tahun 1888, Belanda melalui Plakat Panjang (Lange Verklaring) – sebelumnya Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) menetapkan Donggala sebagai jalur eksklusif perusahaan kapal dagangnya, KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij). Jalur penting itu diberi nama Jalur 14.[5]
Sejak Traktat Banawa 1667, Donggala telah menjadi penting tidak hanya untuk Belanda (VOC) tapi juga bagi perebutan kuasa tiga kerajaan: Ternate, Gowa (Makassar), dan Bugis (Bone). Kepentingan di bawah pengaruh koloni Belanda itu kemudian berkaitan dengan penentuan Donggala sebagai wilayah penunjang Karesidenan Celebes en Onderhoorigheden di Makassar dan Karesidenan Midden Celebes di Manado. Jalur darat antara Donggala ke Makassar yang lebih baik dibanding Donggala ke Manado di masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Baron van der Capellen itu melahirkan sarkasme: "lebih cepat ke Eropa dari Manado, daripada dari Manado ke Sulawesi Tengah (Donggala)"[6].
Perdagangan di Donggala menjadi lebih intensif hingga memasuki abad ke-20. Intensitas perdagangan antar kota dan kegiatan ekspor-impor melalui Donggala menjadikan pelabuhan di kota itu ramai. Booming Kopra (1920-1939) menjadi kata kunci dalam catatan sejarah selanjutnya, lalu Jepang datang menggantikan Belanda, dan selanjutnya fase pergolakan-pergolakan politik nasional pasca kemerdekaan.
Sebelum ditaklukkan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1904 wilayah Kabupaten Donggala adalah wilayah Pemerintah raja-raja yang berdiri sendiri-sendiri yaitu Kerajaan Palu, Kerajaan Sigi Dolo, Kerajaan Kulawi, Kerajaan Biromaru, Kerajaan Banawa, Kerajaan Tawaili, dan Kerajaan Moutong.[7]
Dalam perkembangan selanjutnya daerah ini yang merupakan bagian dari wilayah Sulawesi Tengah dijadikan afdeling Donggala yang meliputi :
- Onderafdeling Palu terdiri dari: Landschap Kulawi di Kulawi, Landschap Sigi Dolo di Biromaru, Landschap Palu di Palu
- Onderafdeling Parigi terdiri dari : Landschap Parigi di Parigi, Landschap Moutong di Moutong
- Onderafdeling Donggala terdiri dari : Landschap Banawa di Donggala, Landschap Tawaili di Tawaili
- Onderafdeling Tolitoli
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1952, bahwa mulai tanggal 12 Agustus 1952, daerah Sulawesi Tengah terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, yang wilayahnya meliputi bekas Onderafdeling Palu, Donggala, Parigi dan Tolitoli; serta Kabupaten Poso yang wilayahnya meliputi bekas Onderafdeling Poso, Bungku/Mori dan Luwuk.[7]
Tanggal 12 Agustus ditetapkan sebagai tanggal kelahiran Kabupaten Donggala yang diperingati setiap tahun, dengan Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 1952, juga disertai dengan pembentukan lembaga pemerintahan daerah serta badan-badan perlengkapan lainnya yaitu pembentukan DPRDS yang didasarkan Undang-Undang NIT No. 44 tahun 1950 dan pembentukan dinas-dinas yang terdiri dari Pertanian, Kehutanan, Perikanan Darat, Kehewanan, Pengajaran, Pekerjaan umum, dan Kesenian.[7]
Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 1953 tentang pembentukan daerah tingkat II di Sulawesi Tengah, sekaligus merupakan pemekaran pertama saat sebagian wilayah daerah Kabupaten Donggala dibagi menjadi Kabupaten Donggala dan Kabupaten Tolitoli. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 1999, ibukota Kabupaten Donggala resmi dipindahkan dari Kota Palu, dikembalikan ke Kota Donggala sendiri yang berjarak 34 km dari Kota Palu.[7]
Pemerintahan
Kepala daerah
Berikut nama-nama pejabat Bupati Donggala sejak tahun 1952:
- Intje Naim Daeng Mamangun (1952-1954)
- Rajawali Muhammad Pusadan (1954-1958)
- Bidin (1958-1960)
- D.Maradja Lamakarate (1960-1964)
- H.R. Tikoalu (1964-1966)
- Abdul Aziz Lamadjido (1966-1979)
- Ghalib Lasahido (careteker-1979)
- Yan Moch. Kaleb (1979-1984)
- Saleh Sandagang (careteker-1984)
- Ramli Noor (1984-1989)
- Bandjela Paliudju (1989-1994)
- Sahbuddin Labadjo (1994-1999)
- Nabi Bidja (1999-2004)
- Adam Ardjad Lamarauna (2004-2006)
- Habir Ponulele (2006-2013)
- Kasman Lassa (2014-sekarang)
Pemekaran daerah
Pada tahun 2002 terjadi pemekaran di Kabupaten Donggala, sesuai UU No. 10 thn 2002 tentang pembentukan Kabupaten Parigi Moutong. Dalam perkembangan selanjutnya tahun 2008 melalui UU No. 27 Tahun 2008 kembali terjadi pemekaran kabupaten di Kabupaten Donggala, yaitu Kabupaten Sigi.
Catatan kaki
- ^ Data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Donggala dan Sulawesi Tengah, yang diambil pada tahun 2015.[1]
Referensi
- ^ "Provinsi Sulawesi Tengah dalam Angka 2016" (PDF). Badan Pusat Statistik Sulawesi Tengah. Diakses tanggal 15 Desember 2016.
- ^ Lamarauna, Andi Mas Ulun La Parenrengi (2006). Sejarah Singkat Pembentukan Kabupaten Donggala. Palu: Yayasan Pudjananti.
- ^ Miller, George (2012). Indonesia Timur Tempoe Doeloe 1544-1992. Jakarta: Komunitas Bambu.
- ^ Kruyt, Albertus Christiaan (1938). De West Toradja op Midden Celebes. Amsterdam: N. V. Noord-Hollandsche.
- ^ Junarti (2001). Elit dan Konflik Politik di Kerajaan Banawa Sulawesi Tengah 1888-1942. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
- ^ Junarti (2001). op.cit. hlm. 3.
- ^ a b c d "Sejarah Kabupaten Donggala". Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Donggala. Diakses tanggal 31 Desember 2016.