Isabel dari Kastila
Isabel I dari Kastila (bahasa Inggris: Isabella; 22 April 1451 – 26 November 1504), juga dikenal sebagai Isabel sang Katolik (Isabel la Católica), adalah Ratu Kastila dan Leon. Melalui pernikahan, dia adalah Permaisuri Aragon sebagai istri dari Fernando II pada 19 Oktober 1469. Pernikahan mereka menjadi dasar penyatuan politik Spanyol di bawah kepemimpinan cucu mereka Carlos I atau Karl V, Raja Kastila dan Aragon dan Kaisar Romawi Suci, serta mengawali masa keemasan Spanyol.
Isabel I | |
---|---|
Ratu Kastila dan León | |
Berkuasa | 11 Desember 1474 – 26 November 1504 |
Pendahulu | Enrique IV |
Penerus | Juana |
Bersama | Fernando V |
Permaisuri Raja Aragon | |
Periode | 20 Januari 1479 – 26 November 1504 |
Pemakaman | |
Pasangan | Fernando II, Raja Aragon |
Keturunan | Isabel, Permaisuri Portugal Juan, Pangeran Asturias Juana, Ratu Kastilia dan Aragon Maria, Permaisuri Portugal Catalina, Permaisuri Inggris |
Wangsa | Trastámara |
Ayah | Juan II, Raja Kastila dan León |
Ibu | Isabel dari Portugal |
Di ranah politik, Isabel membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang cakap. Setelah mengawali masa-masa sulit di awal pemerintahan, Isabel berhasil menekan tingkat kejahatan dan menghapuskan warisan utang-utang dari masa pemerintahan kakak tirinya.
Paus Aleksander VI memberikan gelar "Penguasa Katolik" (Spanyol: los Reyes Católicos) kepada Fernando dan Isabel lantaran dipandang telah melindungi agama Katolik di kerajaan mereka, seperti diselesaikannya Reconquista dengan mengalahkan Sultan Granada Muhammad XII (Sultan Boabdil) dan pengusiran umat Muslim dan Yahudi dari Spanyol (lihat Inkuisisi Spanyol). Isabel juga dikenal akan dukungannya terhadap Kristoforus Kolumbus dalam upaya menemukan dunia baru. Kebijakan Isabel terkait reconquista dan dukungannya akan penjelajahan samudera menjadi salah satu hal yang mengubah geopolitik dunia, pergeseran batas wilayah dunia Kristen dan Islam, dan pemantik awal bagi bangsa Eropa melakukan penjelajahan samudera dan kolonialisme di masa setelahnya.
Awal kehidupan
Isabel lahir di Madrigal de las Altas Torres, Ávila pada 22 April 1451 dari Juan II, Raja Kastila dengan permaisuri keduanya, Isabel, putri João, putra João I, Raja Portugal.[1] Isabel berada di urutan kedua sebagai pewaris takhta saat kelahirannya setelah Enrique (Henry dalam ejaan Inggris), putra Juan II dengan permaisuri pertamanya, Maria. Enrique berusia 26 tahun saat itu, tetapi belum mempunyai anak. Pada 17 November 1453, Permaisuri Isabel melahirkan seorang putra, Alfonso, membuat kedudukan Isabel sebagai pewaris takhta turun di urutan ketiga.[2] Saat Juan II mangkat pada 1454, saudara tiri Isabel naik takhta sebagai Enrique IV. Isabel dan Alfonso kini berada dalam pemeliharaan raja yang baru.[3] Bersama ibunya dan Alfonso, Isabel dipindahkan ke Arévalo.[4]
Masa ini adalah masa sulit dalam kehidupan Isabel. Mereka hidup di kastil mereka dalam keadaan miskin dan kekurangan uang. Meskipun mendiang Juan II mewasiatkan agar Isabel bersama ibunya dan Alfonso diberi penghidupan yang layak, nyatanya Enrique tidak mengindahkan wasiat ayahnya dan menempatkan mereka ke dalam kehidupan yang ketat.[3] Meski hidup dalam keadaan kekurangan, Isabel diajarkan untuk tetap melakukan kebajikan dan menanamkan rasa hormat yang mendalam terhadap agama.[4]
Saat istri Enrique, Permaisuri Joan, hendak melahirkan, Isabel dan Alfonso dipanggil ke istana (Segovia) atas perintah langsung dari Raja dan untuk menyelesaikan pendidikan mereka. Alfonso ditempatkan dalam pengawasan seorang guru, sedangkan Isabel menjadi bagian dari rumah tangga Permaisuri.[5]
Kehidupan Isabel mulai membail di Segovia. Di sana, dia belajar pendidikan dasar yang terdiri dari membaca, menulis, matematika, seni, catur, menari, menjahit, musik, dan agama. Isabel hidup dalam keadaan nyaman, tetapi dia jarang meninggalkan Segovia lantaran Enrique melarangnya. Saudara tirinya itu tetap menjaga agar Isabel menjauhi urusan perpolitikan, meskipun Isabel memahami secara utuh keberjalanan kerajaan.
Di masa selanjutnya, para bangsawan mulai terlibat perselisihan dengan Enrique dan menuntut agar Pangeran Alfonso ditetapkan sebagai pewarisnya. Mereka bahkan meminta jauh agar Alfonso duduk di takhta. Hal ini menyebabkan mereka harus berhadapan dengan pasukan Enrique dalam Perang Olmedo Kedua pada 1467. Perang berakhir seri dan Enrique setuju untuk menetapkan Alfonso sebagai pewaris takhta bila Alfonso menikahi putrinya, Juana.[6] Namun sebentar setelah Alfonso ditetapkan sebagai Pangeran Asturias (gelar untuk putra mahkota), Alfonso meninggal pada Juli 1468, kemungkinan karena wabah. Namun para bangsawan pendukungnya menduga bahwa Alfonso diracun. Setelah itu, para bangsawan mengalihkan dukungan mereka pada Isabel. Namun dukungan mereka terus melemah dan Isabel lebih menyukai perundingan untuk melanjutkan perang.[7] Dia bertemu dengan Enrique dan, di Toros de Guisando, mereka mencapai kesepakatan bahwa perang harus berhenti. Enrique menetapkan Isabel sebagai pewarisnya dan Isabel tidak akan menikah tanpa persetujuan Enrique, tetapi Enrique sendiri juga tidak dapat memaksakan kehendak untuk menikahkan Isabel tanpa persetujuannya.[8]
Pernikahan
Pernikahan Isabel bukanlah suatu pertanyaan yang baru. Saat berusia enam tahun, Isabel sudah dijodohkan dengan Fernando (Ferdinand dalam ejaan Inggris), putra dari Joan II, Raja Aragon (keluarganya merupakan keluarga cabang dari Wangsa Trastámara). Pernikahan ini diharapkan dapat membuat hubungan pertemanan kedua kerajaan lestari.[9] Namun perjanjian ini tidak berlangsung lama.
Paman Fernando, Alfonso V, mangkat pada 1458. Semua wilayah Alfonso di Spanyol, begitu juga kepulauan Sisilia dan Sardinia, jatuh ke tangan saudaranya, Joan II. Kedudukan Joan II menjadi lebih kuat dari sebelumnya, membuatnya tidak merasa membutuhkan perlindungan dari persekutuannya dengan Enrique. Ini membuat Enrique membutuhkan sekutu baru dan dia menjalin persekutuan dengan Carlos (Charles dalam ejaan Inggris), putra Joan II yang lain.[10] Carlos menjalin persekutuan rahasia dengan Enrique dan hendak melanjutkannya dengan menikahi Isabel, tetapi kemudian Joan II memenjarakannya atas dakwaan berusaha melakukan pemberontakan. Carlos meninggal pada tahun 1461.[11]
Pada 1465, Enrique berusaha menikahkan Isabel dengan Alfonso V, Raja Portugal, yang merupakan saudara dari istri Enrique.[12] Namun dalam hal ini, Isabel menolak untuk memberi persetujuan.[13]
Ketidakmampuan Enrique bertindak sebagai penguasa membuat perang saudara pecah. Atas desakan keadaan, Enrique membutuhkan cara cepat untuk menenangkan hati para pemberontak. Sebagai bentuk persetujuan damai, Isabel dijodohkan dengan Pedro Girón Acuña Pacheco, Master Ordo Kalatrava sekaligus saudara dari orang kepercayaan Enrique, Juan Pacheco.[12] Namun perjodohan ini batal lantaran Pedro mendadak jatuh sakit dan meninggal dunia.[12][14]
Saat Enrique menyatakan Isabel sebagai pewaris takhta pada 19 September 1468, Enrique berjanji untuk tidak memaksa Isabel menikah tanpa persetujuannya, dan Isabel tidak menikah tanpa izin Enrique.[8] Terdapat beberapa wacana untuk menikahkan Isabel dengan Edward IV, Raja Inggris atau kepada salah seorang saudaranya, Richard, Adipati Gloucester,[15] tetapi persekutuan ini tidak pernah dijalankan dengan sungguh-sungguh.[8] Sekali lagi, lamaran datang dari Alfonso V, Raja Portugal. Tanpa mengindahkan janji yang telah dibuat, Enrique mencoba membuat pernikahan itu menjadi nyata. Bila Isabel menikah dengan Alfonso, putri Enrique, Juana, akan menikah dengan putra Alfonso, João. Diharapkan setelah mangkatnya Alfonso dan Enrique, João dan Juana dapat mewarisi takhta Portugal dan Kastila.[16] Isabel menolak dan membuat perjanjian rahasia untuk menikahi tunangan pertamanya, Fernando.
Setelah rencananya gagal, Enrique kembali melanggar janjinya dan berusaha menikahkan Isabel dengan saudara Louis XI, Raja Prancis, yakni Charles, Adipati Berry.[17] Dalam pandangan Enrique, persekutuan ini tidak hanya untuk mempererat hubungan Kastila dan Prancis, tetapi sekaligus menyingkirkan Isabel dari urusan politik Kastila. Isabel kembali menolak gagasan itu dan membuat persetujuan rahasia dengan Joan II, Raja Aragon, untuk melangsungkan pernikahannya dengan Fernando.[18]
Pada 18 Oktober 1469, pertunangan resmi antara Fernando dan Isabel diselenggarakan.[19] Untuk menghindari perlawanan saudara tirinya, Isabel meninggalkan istana dengan alasan untuk berziarah ke makam saudaranya, Alfonso, di Ávila. Di sisi lain, Fernando masuk ke Kerajaan Kastila dengan menyamar sebagai pelayan. Setelah mereka kembali bersatu, mereka menikah pada 19 Oktober 1469 di Palacio de los Vivero di kota Valladolid.[20]
Perang dengan Portugal
Setelah mangkatnya Enrique IV, Isabel naik takhta sebagai Ratu Kastila dan León pada 1474 dan suaminya menjadi Raja Kastila dan León jure uxoris dengan gelar Fernando V pada 1475. Setelah mangkatnya Raja Juan II pada 1479, barulah Fernando naik takhta di kerajaan asalnya sebagai Raja Aragon dengan gelar Fernando II dan Isabel menjadi Permaisuri Aragon.
Masa kekuasaan Isabel langsung diawali dengan berbagai kesulitan, seperti menghadapi gerakan pemberontakan. Diego Pacheco, Marqués Villena bersama para pendukungnya menetapkan Juana, putri mendiang Enrique IV sebagai ratu yang sah.[21] Segera setelah mengeluarkan pernyataan sikap tersebut, Uskup Agung Toledo yang merupakan pendukung lama Isabel berbalik mendukung Diego yang masih merupakan kerabat dekatnya. Uskup Agung dan Diego berencana menikahkan Juana dengan pamannya, Alfonso V, Raja Portugal, dan menyerang Kastila guna merebut takhta untuk mereka.[22]
Pada Mei 1475, Alfonso dan pasukannya melewati perbatasan Spanyol dan maju hingga Plasencia dan menikahi Juana.[23] Perang panjang dan berdarah untuk memperebutkan takhta Kastila dimulai dan berlangsung hingga sekitar satu tahun sampai tanggal 1 Maret 1476 ketika terjadi Perang Toro, perang yang kedua pihaknya menyatakan sebagai pemenang[24][25] dan merayakan[25][26] kemenangan tersebut: pasukan Alfonso berhasil dikalahkan[27][28] oleh pasukan sayap kiri Kastila yang dipimpin oleh Adipati Alba dan Kardinal Mendoza, sedangkan pasukan yang dipimpin Pangeran João (kelak menjadi João II, Raja Portugal) mengalahkan[29][30][31][32] pasukan sayap kanan Kastila dan tetap menguasai[33][34] medan laga.
Namun meskipun tidak memiliki kejelasan[35][36] hasil, Pertempuran Toro menunjukkan besarnya kemenangan politik[37][38][39][40] dari Penguasa Katolik, menjaga keutuhan takhta mereka sejak pendukung Juana membubarkan diri, membuat pasukan Portugis yang tanpa sekutu meninggalkan Kastila.
Dengan pandangan politik yang luas, Isabel mengambil kesempatan ini dan mengadakan pertemuan di Madrigal-Segovia (April–Oktober 1476)[41] dan menyumpah putrinya sebagai pewaris takhta Kastila, yang sama saja mengabsahkan takhta Isabel sendiri.
Agustus di tahun yang sama, Isabel membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang kuat atas namanya sendiri. Saat pemberontakan pecah di Segovia, Isabel datang sendiri untuk menekan pemberontakan saat masa itu suaminya sedang tidak bertempur. Bertentangan dengan saran dari para penasihat prianya, Isabel datang sendiri ke dalam kota dan mengadakan perundingan dengan para pemberontak. Dia berhasil dan pemberontak segera dapat diselesaikan.[42] Dua tahun kemudian, Isabel mengamankan kedudukannya sebagai penguasa dengan lahirnya Pangeran Juan pada 30 Juni 1478. Kelahiran pewaris pria mengabsahkan kedudukan Isabel sebagai penguasa.
Di sisi lain, Kastila dan Portugis bersaing untuk menguasai Samudera Atlantik dan mencari kekayaan dari Teluk Guinea (emas dan budak) di Afrika Barat, yang mana kemudian berujung pada Perang Guinea.[43][44]
Perang berlangsung selama tiga tahun[45] dan berakhir dengan kemenangan Kastila di darat[46] dan kemenangan Portugis di laut.[46] Empat perjanjian damai ditandatangani di Alcáçovas (4 September 1479) dan menghasilkan: Portugal meninggalkan takhta Kastila kepada Isabel sebagai ganti pangsa yang sangat menguntungkan dari wilayah Atlantik yang dipersengketakan dengan Kastila (semuanya jatuh ke tangan Portugal, kecuali Kepulauan Canaria:[47][48] Guinea beserta tambang emasnya, Tanjung Verde, Madeira, Azores dan hak penaklukan atas Kerajaan Fez (Maroko bagian utara)[49][50]) ditambah ganti rugi perang: 106.676 emas ganda.[51] Isabel dan Fernando juga menerima bahwa Juana tinggal di Portugal[51] dan memaafkan semua tindak pemberontakan pengikutnya yang mendukung Juana dan Alfonso.[52] Isabel dan Fernando, yang juga menyatakan dirinya sebagai penguasa Portugal dan memberikan tanahnya kepada para bangsawan[53]—harus melepaskan klaim mereka atas takhta Portugal.
Di Alcáçovas, Isabel dan Fernando menguasai takhta, tetapi Portugis memiliki hak khusus untuk berlayar dan berdagang di Samudera Atlantik selatan Kepulauan Canaria menunjukkan bahwa secara praktik, Spanyol diblokir dari Atlantik dan menghadapi jalan buntu dalam mendapatkan emas Guinea.[43] Akademisi Spanyol Antonio Rumeu de Armas menyatakan bahwa dengan perjanjian damai Alcáçovas, 1479, Fernando dan Isabel "...membeli kedamaian dengan harga mahal yang berlebihan..."[54] dan sejarawan Mª Monserrat León Guerrero menambahkan bahwa mereka "...menemukan diri mereka dipaksa untuk mengabaikan ekspansi oleh Atlantik...".[55]
Kolumbus membebaskan Kastila dari keadaan sulit ini karena penemuan dunia barunya membawa pada keseimbangan bersama di Atlantik dalam Perjanjian Tordesillas.[55] Selain itu, dengan mendukung Kolumbus, penguasa Spanyol mencoba satu-satunya jalan yang tersisa untuk melakukan perluasan wilayah dan mereka berhasil dalam masalah ini.
Pembaharuan
Peraturan tindak kejahatan
Saat Isabel naik takhta pada tahun 1474, Kastila berada dalam keputusasaan. Sudah diketahui bahwa Enrique termasuk raja yang boros dan tidak banyak mengupayakan penegakan hukum di kerajaan. Dikatakan oleh salah seorang Kastila bahwa pada saat itu pembunuhan, pemerkosaan, dan perampokan terjadi tanpa dikenai hukuman.[56] Dikarenakan masalah ini, Isabel berusaha untuk memperbarui kerajaannya. Para sejarawan di masanya memandang Isabel lebih cenderung pada keadilan daripada belas kasih, juga dikenal lebih keras dan tanpa ampun dibandingkan suaminya, Fernando.[57]
La Santa Hermandad
Pembaharuan besar pertama yang dilakukan Isabel adalah pembentukan pasukan keamanan pada 1476, yakni La Santa Hermandad (Persaudaraan Suci). Saat itu bukan kali pertama Kastila menyaksikan Hermandad, tetapi pertama kalinya lembaga ini dikelola oleh pihak istana.[58] Pada masa abad pertengahan akhir, Hermandad digambarkan sebagai sekelompok lelaki, atas kesadaran pribadi, yang bersama-sama berpatroli di jalan dan pedesaan untuk menghukum para penjahat sesuai hukum.[59] Sebelum 1476, persaudaraan ini sering ditekan oleh penguasa. Sebelum 1476, lembaga kehakiman di sebagian besar negara lebih berada di bawah kendali anggota pembangkang dari bangsawan daripada dalam kendali pejabat istana.[60] Untuk menyelesaikan permasalahan, pada pertemuan dewan 1476, pimpinan Hermandad dimapankan untuk Kastila, Leon, dan Asturias. Pasukan keamanan dibentuk dari orang-orang lokal yang bertujuan untuk mengatur hukuman atas kejahatan yang terjadi di kerajaan. Pada 1477, Isabel mengunjungi Extremadura dan Andalusia untuk mengenalkan pasukan keamanan ini.[61]
Pembaharuan hukum lain
Guna menjaga pembaharuannya diatur dalam hukum, Isabel menunjuk dua pejabat guna mengembalikan kedamaian di Galisia pada 1481. Wilayah ini sudah menjadi sasaran bangsawan tiran sejak masa ayah Isabel, Juan II.[62] Mereka berhasil mengusir lebih dari 1.500 perampok dari Galisia.[63]
Keuangan
Sejak masa awal pemerintahannya, Isabel sepenuhnya meyakini pentingnya mengembalikan keuangan negara. Masa pemerintahan Enrique meninggalkan Kerajaan Kastila dan Leon dalam utang besar. Setelah pemeriksaan, diketahui bahwa penyebab utama dari kemiskinan negara adalah pada keterasingan besar-besaran tanah kerajaan selama masa pemerintahan Enrique.[64] Untuk mendapatkan uang, Enrique menjual tanah-tanah kerajaan dengan harga di bawah nilai yang seharusnya. Pihak parlemen pada tahun 1480 mengambil kesimpulan bahwa satu-satunya harapan untuk memperbarui keuangan adalah kembalinya tanah-tanah tersebut dan ini disetujui oleh para bangsawan dan pejabat istana, tetapi Isabel enggan mengambil langkah-langkah yang terlalu drastis. Diputuskan bahwa Kardinal Spanyol akan mengadakan penyelidikan terkait masa kepemilikan lahan-lahan tersebut di masa saudara tirinya. Mereka yang mendapat lahan tersebut bukan karena jasa-jasa mereka harus mengembalikan lahan tersebut tanpa ganti rugi, sedangkan yang telah membeli dengan harga jauh di bawah nilai yang seharusnya akan membeli kembali dengan harga yang seharusnya. Saat banyak bangsawan dipaksa untuk membayar sejumlah uang atas lahan-lahan mereka, perbendaharaan istana menjadi lebih kaya. Satu persyaratan Isabel adalah tidak adanya pencabutan hadiah yang diperuntukkan untuk gereja, rumah sakit, dan kaum miskin.[65]
Masalah lain terkait keuangan adalah percetakan koin yang berlebihan dan berlebihnya keberadaan percetakan uang di kerajaan. Pada masa kekuasaan Enrique, jumlah percetakan uang meningkat dari lima menjadi 150.[64] Banyak koin yang diproduksi ini hampir tidak bernilai. Di tahun pertama pemerintahannya, Isabel menguasai percetakan-percetakan uang kerajaan dan menetapkan patokan resmi. Dengan mengendalikan dan menutup beberapa percetakan uang, Isabel mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan istana untuk menangani keuangan kerajaan.
Pemerintahan
Baik Isabel maupun Fernando menetapkan beberapa lembaga pemerintahan dan tata usaha di masing-masing kerajaan mereka. Khususnya di Kastila, capaian utamanya adalah menggunakan lembaga-lembaga yang telah ada sejak Raja Juan II dan Enrique IV dengan lebih efektif.[66]
Tahun 1492
Granada
Pada akhir masa reconquista, hanya Granada yang tersisa untuk ditaklukan oleh Fernando dan Isabel. Keamiran Granada dipimpin oleh wangsa Nasrid sejak pertengahan abad ketiga belas.[67] Wilayahnya yang dilindungi penghalang alami dan benteng-benteng, membuat proses penaklukannya berlangsung cukup lama. Pada 1 Februari 1482,Fernando dan Isabel tiba di Media del Campo dan ini umumnya dipandang sebagai awal perang dengan Granada. Saat Fernando dan Isabel turut serta dalam perang sejak awal, kepemimpinan Granada justru terpecah belah dan tidak berada dalam satu kesatuan.[68] Meskipun begitu, masih tetap membutuhkan waktu sekitar sepuluh tahun untuk menaklukannya, puncaknya pada 1492.
Fernando dan Isabel merekrut para prajurit dari berbagai negara-negara Eropa dan meningkatkan artileri mereka dengan meriam terbaik dan paling mutakhir.[69] Secara perlahan, mereka merebut Keamiran Granada sedikit demi sedikit. Pada 1485, mereka mengepung Ronda dan menaklukannya hanya dalam waktu dua pekan dengan pengeboman besar-besaran.[70] Di tahun berikutnya, Loja diduduki dan Muhammad XII kembali ditangkap dan dibebaskan. Setahun kemudian, dengan jatuhnya Málaga, bagian barat Keamiran Granada jatuh ke tangan Isabel dan Fernando. Wilayah bagian timurnya menyerang saat jatuhnya Baza pada 1489. Pengepungan Granada dimulai pada musim semi 1491 dan pada akhir tahun tersebut, Muhammad XII menyerah. Pada 2 Januari 1492, Fernando dan Isabel memasuki Granada dan menerima kunci kota. Masjid utama Granada kemudian diubah menjadi gereja.[71] Meskipun dalam masalah politik, umat Katolik dan Islam saling berhadap-hadapan, tetapi saat penyerahan kunci Granada, Isabel menggunakan busana ala Moor (Muslim Andalusia), menunjukkan betapa gaya hidup masyarakat Muslim sudah berurat akar di Spanyol kala itu.[72]
Perjanjian Granada ditandatangani pada tahun itu, dan Fernando dan Isabel memberi jaminan untuk membiarkan umat Islam Granada hidup dalam damai. Pemberontakan bangsa Moor pada tahun 1500 menyebabkan pihak Katolik memandang bahwa pihak Muslim melanggar perjanjian yang telah disepakati, yang dipandang sebagai pembenaran untuk melakukan pengusiran umat Muslim dari Spanyol.
Kolumbus dan hubungan dengan Portugis
Hanya tiga bulan berselang setelah memasuki Granada, Isabel setuju untuk mendanai Kristoforus Kolumbus dalam perjalanannya menuju India melalui barat (2000 mil, menurut Kolumbus).[73] Pihak istana setuju membayarkan sejumlah uang sebagai bentuk restu penguasa kepada bawahannya.[74]
Pada 3 Agustus 1492, rombongan Kolumbus berangkat dan tiba di Pulau San Salvador pada 12 Oktober. Kolumbus menamai demikian mengikuti nama Yesus sang Juru Selamat.[74] Dia kembali tahun berikutnya dan menemui penguasa, membawa orang asli dan emas. Meskipun Kolumbus mendapat dukungan dari Ratu Kastila, perbendaharaan tidak menunjukkan adanya bayaran kepada Kolumbus sampai pada 1493, setelah pelayaran pertamanya terselesaikan.[75] Di masa ini, Spanyol mulai memasuki masa keemasan dalam penjelajahan dan kolonialisme.
Isabel tidak menyetujui Kolumbus yang memperbudak orang Indian dan berusaha membentuk undang-undang yang menyataka bahwa mereka semua adalah bawahan dari Takhta Kastila dan mereka tidak dapat diperbudak. Namun asas yang telah dicanangkan Isabel tidak membawa dampak besar di masa hidupnya.[76]
Pengusiran umat Yahudi
Dengan dilembagakannya Inkuisisi Katolik Roma di Spanyol, dengan seorang Dominikan, Tomás de Torquemada sebagai jenderal inkuisitor pertama, Fernando dan Isabel mencanangkan kebijakan penyatuan agama dan negara. Pada 31 Maret 1492, Maklumat Alhambra yang berisikan perintah pengusiran umat Yahudi diterbitkan.[77] Penerima pengakuan dosa Isabel yang lama dan toleran, Hernando de Talavera, diganti dengan Francisco Jiménez de Cisneros yang sangat tidak toleran. Sangat mungkin Cisneros berperan dalam keputusan Isabel terkait masalah ini.[78] Umat Yahudi diberi pilihan untuk menjadi Kristen ataupun meninggalkan Spanyol. Mereka diberi batas waktu sampai akhir Juli dan harus meninggalkan negara tanpa membawa emas, perak, senjata, maupun kuda.[77]
Salah seorang Yahudi yang memiliki jalan kepada Raja dan Ratu, Abranavel, berusaha menegosiasi agar pengusiran itu ditunda dari tanggal 31 Juli menjadi 2 Agustus. Secara simbolis, tanggal 2 Agustus 1942 bertepatan dengan tanggal 9 Ab dalam penanggalan Yahudi, tanggal peringatan dihancurkannya Bait Salomo di Yerusalem sekaligus awal kaum Yahudi menjalani masa pengasingan. Meskipun sejarawan pada masa belakangan menolak perhitungan Abranavel terkait kesesuaian tanggal tersebut, tetapi yang pasti bahwa Abranavel menyadari betapa pengusiran ini menjadi tragedi yang tidak ada bandingannya dalam sejarah Yahudi sejak dihancurkannya Bait Salomo. Dikarenakan mengetahui tidak dapat membatalkan perintah pengusiran, Abranavel yang merupakan tokoh Yahudi paling berpengaruh di istana ini pun menyiasati agar waktu pengusiran mereka berada di tanggal yang sama dengan kehancuran Bait Salomo, sebagai perlambang rasa kehilangan yang dialami umat Yahudi.[79]
Tahun-tahun berikutnya
Pengusiran umat Islam
Awalnya, penguasa Katolik melaksanakan butir-butir Perjanjian Granada. Dewan Kota bersama didirikan di Granada, dan umat Islam diizinkan untuk memilih perwakilan mereka sendiri. Meskipun ada tekanan dari kelompok Spanyol, Fernando memilih kebijakan 'mekanisme-pasar' terhadap Muslim dengan harapan bahwa interaksi dengan umat Katolik akan membuat mereka 'memahami kesalahan iman' mereka dan kemudian meninggalkan Islam. Hernando de Talavera, seorang biarawan yang dikenal moderat, diangkat sebagai Uskup Agung Granada. Ia dikenal karena lebih menyukai cara pendektan dengan khotbah "alasan harus menjadi Katolik" daripada menggunakan hukuman. Saat Fernando dan Isabel mengunjungi kota ini pada musim panas tahun 1499, mereka disambut dengan penuh semangat oleh warga, termasuk umat Islam.[80]
Pada saat yang sama, Francisco Jimenez de Cisneros, Uskup Agung Toledo, tiba di Granada dan mulai bekerja bersama Talavera. Cisneros tidak menyukai pendekatan Talavera, dan mulai memenjarakan kelompok Muslim yang dipandang tidak dapat bekerja sama, terutama kaum bangsawan. Mereka ditekan hingga bersedia murtad. Didorong oleh meningkatnya angka pemurtadan, Cisneros semakin giat dan pada bulan Desember 1499 dia mengatakan kepada Paus Aleksander VI bahwa tiga ribu umat Islam telah masuk Katolik dalam satu hari. Dewan gereja Cisneros sendiri memperingatkan bahwa cara ini mungkin melanggar Perjanjian, dan hagiografer abad keenam belas, Álvar Gómez de Castro menggambarkan pendekatan ini sebagai "cara yang tidak benar".[81]
Pada Desember 1499, di tengah semakin meningkatnya pemaksaan pemindahan agama dan dipicu oleh insiden yang melibatkan pihak yang berwenang untuk memurtadkan kembali seorang wanita Kristen yang telah menjadi Muslim, penduduk Albayzín memulai pemberontakan bersenjata secara terbuka. Talavera dan Jenderal Tendilla menyelesaikan keadaan ini dengan melakukan negosiasi dengan umat Islam. Sementara itu, Cisneros dipanggil ke pengadilan di Seville untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dia meyakinkan penguasa Katolik untuk memberikan pengampunan kolektif kepada para pemberontak, dengan syarat bahwa mereka masuk Kristen. Akibatnya, seluruh kota Granada secara statistik menjadi Kristen, dan perjanjian mulai terurai.[81]
Tekanan-tekanan yang dihadapi umat Muslim Andalusia menjadikan bahasa Arab, yang kaligrafinya telah menghiasi istana kediaman keluarga kerajaan dan gereja-gereja yang awalnya berfungsi sebagai masjid, kini dilarang dan mereka yang dapat membaca dan berbicara bahasa Arab dipandang bukan orang Spanyol asli. Kaum Muslim ditekan untuk berpindah agama dan mereka disebut moriscos, sedangkan buku-buku bahasa Arab dicekal dan banyak yang dibakar.[82] Dimulai dari dikeluarkannya maklumat tanggal 14 Februari 1502, umat Muslim di Granada diperintahkan untuk berpindah agama atau diusir dari semenanjung Iberia sebagaimana umat Yahudi.[83] Di masa-masa selanjutnya, tekanan kepada umat Muslim semakin meningkat sehingga banyak yang kemudian keluar dari semenanjung Iberia dan menetap di Afrika Utara.
Pewarisan takhta
Selain sibuk dalam memerintah, Isabel juga mengarahkan perhatiannya kepada urusan pewarisan takhta dengan melakukan pernikahan antar dinasti kepada anak-anaknya. Pada awal tahun 1497, semuanya tampak sesuai rencana. Juan, Pangeran Asturias, menikah dengan Margaret dari Austria, meneguhkan hubungan dengan wangsa Habsburgs. Putri tertuanya, Isabel, menikah dengan Manuel I, Raja Portugal dan Juana menikah dengan pangeran Habsburg yang lain, Felipe (Philipp). Namun pada keberjalanannya, rencana Isabel untuk dua anak tertuanya tidak bekerja. Juan meninggal beberapa saat setelah menikah dan Isabel meninggal saat melahirkan. Sedangkan anak Isabel, Miguel, meninggal pada umur dua tahun. Hal ini menjadikan takhta Ratu Isabel diwariskan kepada putri keduanya beserta suaminya, Juana dan Felipe.[84]
Meskipun begitu, rencana pernikahan antar dinasti yang Isabel canangkan untuk tiga putri termudanya cukup berhasil. Setelah wafatnya Isabel, anak kedua Ratu Isabel, Manuel menikah dengan anak Ratu Isabel yang lain, Maria. Catalina menikah dengan Arthur, Pangeran Wales (gelar bagi putra mahkota Inggris). Namun Arthur meninggal tak lama setelah pernikahan mereka, dan Catalina kemudian menikah dengan adik iparnya saat telah menjadi Raja Inggris, Henry VIII. Di Inggris, Catalina dikenal dengan Katherine.
Wafat
Isabel secara resmi mundur dari urusan pemerintahan pada 14 September 1504 dan mangkat pada tanggal 26 November di tahun yang sama di Medina del Campo, tetapi dikatakan bahwa keadaannya semakin menurun setelah kematian putranya, Juan, pada 1497.[85] Dia dimakamkan di Capilla Real (Kapel Istana), Granada yang dibangun oleh cucunya, Carlos I.
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ Jackson-Laufer, Guida Myrl, Women Rulers throughout the Ages: An Illustrated Guide, (ABC-CLIO, 1999), 180.
- ^ Weissberger,Barbara, "Queen Isabel I of Castile Power, Patronage, Persona." Tamesis, Woodbridge, 2008, p. 20–21
- ^ a b Prescott, William. History of the Reign of Ferdinand and Isabella, The Catholic. J.B Lippincott & Co., 1860, p. 28
- ^ a b Prescott, William. History of the Reign of Ferdinand and Isabella, The Catholic. J.B Lippincott & CO., 1860, p. 83
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 52
- ^ Prescott, William. History of the Reign of Ferdinand and Isabella, The Catholic. J.B Lippincott & CO., 1860, p. 85–87
- ^ Prescott, William. History of the Reign of Ferdinand and Isabella, The Catholic. J.B Lippincott & CO., 1860, p. 93–94
- ^ a b c Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 68
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 35
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 36–39
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 39-40
- ^ a b c Edwards,John. The Spain of the Catholic Monarchs 1474–1520. Blackwell Publishers Inc, 2000, p. 5
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 53
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 62–63
- ^ Edwards,John. The Spain of the Catholic Monarchs 1474–1520. Blackwell Publishers Inc, 2000, p. 9
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 70–71
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 72
- ^ Edwards,John. The Spain of the Catholic Monarchs 1474–1520. Blackwell Publishers Inc, 2000, pp. 10,13–14
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 78
- ^ Gerli, p. 219
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 93
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 96
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 98
- ^ ↓ Spanish historian Ana Carrasco Manchado: "...The battle [of Toro] was fierce and uncertain, and because of that both sides attributed themselves the victory. Prince John, the son of Alfonso of Portugal, sent letters to the Portuguese cities declaring victory. And Ferdinand of Aragon did the same. Both wanted to take advantage of the victory's propaganda." In Isabel I de Castilla y la sombra de la ilegitimidad: propaganda y representación en el conflicto sucesorio (1474–1482), 2006, p. 195, 196.
- ^ a b ↓ Spanish historian Cesáreo Fernández Duro: "...For those who ignore the background of these circumstances it will certainly seem strange that while the Catholic Monarchs raised a temple in Toledo in honour of the victory that God granted them on that occasion, the same fact [the Battle of Toro] was festively celebrated with solemn processions on its anniversary in Portugal" in La batalla de Toro (1476). Datos y documentos para su monografía histórica, in Boletín de la Real Academia de la Historia, tome 38, Madrid, 1901,p. 250.
- ^ ↓ Manchado, Isabel I de Castilla y la sombra de la ilegitimidad: propaganda y representación en el conflicto sucesorio (1474–1482), 2006, p. 199 (foot note nr.141).
- ^ ↓ Pulgar, Crónica de los Señores Reyes Católicos Don Fernando y Doña Isabel de Castilla y de Aragón, chapter XLV.
- ^ ↓ Garcia de Resende- Vida e feitos d'El Rei D.João II, chapter XIII.
- ^ ↓ chronicler Hernando del Pulgar (Castilian): "...promptly, those 6 Castilian captains, which we already told were at the right side of the royal battle, and were invested by the prince of Portugal and the bishop of Évora, turned their backs and put themselves on the run." in Crónica de los Señores Reyes Católicos Don Fernando y Doña Isabel de Castilla y de Aragón, chapter XLV.
- ^ ↓ chronicler Garcia de Resende (Portuguese): "... And being the battles of both sides ordered that way and prepared to attack by nearly sunshine, the King ordered the prince to attack the enemy with his and God's blessing, which he obeyed (...). (...) and after the sound of the trumpets and screaming all for S. George invested so bravely the enemy battles, and in spite of their enormous size, they could not stand the hard fight and were rapidly beaten and put on the run with great losses." In Vida e feitos d'El Rei D.João II, chapter XIII.
- ^ ↓ chronicler Juan de Mariana (Castilian): "(...) the [Castilian] horsemen (...) moved forward(...).They were received by prince D. John... which charge... they couldn't stand but instead were defeated and ran away " in Historia General de España, tome V, book XXIV, chapter X, p. 299,300.
- ^ ↓ chronicler Damião de Góis (Portuguese): "(...)these Castilians who were on the right of the Castilian Royal battle, received [the charge of] the Prince's men as brave knights invoking Santiago but they couldn't resist them and began to flee, and [so] our men killed and arrested many of them, and among those who escaped some took refuge (...) in their Royal battle that was on left of these six [Castilian] divisions. " in Chronica do Principe D. Joam, chapter LXXVIII.
- ^ ↓ chronicler Juan de Mariana (Castilian): "...the enemy led by prince D. John of Portugal, who without suffering defeat, stood on a hill with his forces in good order until very late (...). Thus, both forces [Castilian and Portuguese] remained face to face for some hours; and the Portuguese kept their position during more time (...)" in Historia General de España, tome V, book XXIV, chapter X, p. 299,300.
- ^ ↓ chronicler Rui de Pina (Portuguese): "And being the two enemy battles face to face, the Castilian battle was deeply agitated and showing clear signs of defeat if attacked as it was without King and dubious of the outcome.(...) And without discipline and with great disorder they went to Zamora. So being the Prince alone on the field without suffering defeat but inflicting it on the adversary he became heir and master of his own victory" in Chronica de El- rei D.Affonso V... 3rd book, chapter CXCI.
- ^ ↓ French historian Jean Dumont in La "imcomparable" Isabel la Catolica/ The incomparable Isabel the Catholic, Encuentro Ediciones, printed by Rogar-Fuenlabrada, Madrid, 1993 (Spanish edition), p. 49: "...But in the left [Portuguese] Wing, in front of the Asturians and Galician, the reinforcement army of the Prince heir of Portugal, well provided with artillery, could leave the battlefield with its head high. The battle resulted this way, inconclusive. But its global result stays after that decided by the withdraw of the Portugal's King, the surrender... of the Zamora's fortress on March 19, and the multiple adhesions of the nobles to the young princes."
- ^ ↓ French historian Joseph-Louis Desormeaux: "... The result of the battle was very uncertain; Ferdinand defeated the enemy's right wing led by Alfonso, but the Prince had the same advantage over the Castilians." In Abrégé chronologique de l'histoire de l'Éspagne, Duchesne, Paris, 1758, 3rd Tome, p. 25.
- ^ ↓ Spanish academic António M. Serrano: " From all of this it is deductible that the battle [of Toro] was inconclusive, but Isabella and Ferdinand made it fly with wings of victory. (...) Actually, since this battle transformed in victory; since 1 March 1476, Isabella and Ferdinand started to rule in the Spain's throne. (...) The inconclusive wings of the battle became the secure and powerful wings of San Juan's eagle [the commemorative temple of the Battle of Toro] ." in San Juan de los Reyes y la batalla de Toro, revista Toletum, segunda época, 1979 (9), pp. 55–70. Real Academia de Bellas Artes y Ciencias Históricas de Toledo, Toledo. ISSN: 0210-6310
- ^ ↓ A. Ballesteros Beretta: "His moment is the inconclusive Battle of Toro.(...) both sides attributed themselves the victory.... The letters written by the King [Ferdinand] to the main cities... are a model of skill. (...) what a powerful description of the battle! The nebulous transforms into light, the doubtful acquires the profile of a certain triumph. The politic [Ferdinand] achieved the fruits of a discussed victory." In Fernando el Católico, el mejor rey de España, Ejército revue, nr 16, p. 56, May 1941.
- ^ ↓ Vicente Álvarez Palenzuela- La guerra civil Castellana y el enfrentamiento con Portugal (1475–1479): "That is the battle of Toro. The Portuguese army had not been exactly defeated, however, the sensation was that D. Juana's cause had completely sunk. It made sense that for the Castilians Toro was considered as the divine retribution, the compensation desired by God to compensate the terrible disaster of Aljubarrota, still alive in the Castilian memory".
- ^ ↓ Spanish academic Rafael Dominguez Casas: "...San Juan de los Reyes resulted from the royal will to build a monastery to commemorate the victory in a battle with an uncertain outcome but decisive, the one fought in Toro in 1476, which consolidated the union of the two most important Peninsular Kingdoms." In San Juan de los reyes: espacio funerário y aposento régio in Boletín del Seminário de Estúdios de Arte y Arqueologia, number 56, p. 364, 1990.
- ^ ↓ Historian Marvin Lunenfeld: "In 1476, immediately after the indecisive battle of Peleagonzalo [near Toro], Ferdinand and Isabella hailed the result as a great victory and called a cortes at Madrigal. The newly created prestige was used to gain municipal support from their allies(...)" in The council of the Santa Hermandad: a study of the pacification forces of Ferdinand and Isabella, University of Miami Press, 1970, p. 27.
- ^ Prescott, William. History of the Reign of Ferdinand and Isabella, The Catholic. J.B. Lippincott & CO., 1860, p. 184–185
- ^ a b Battle of Guinea: ↓ Alonso de Palencia, Década IV, Book XXXIII, Chapter V ("Disaster among those sent to the mines of gold [Guinea]. Charges against the King..."), pp. 91–94. This was a decisive battle because after it, in spite of the Catholic Monarchs' attempts, they were unable to send new fleets to Guinea, Canary or to any part of the Portuguese empire until the end of the war. The Perfect Prince sent an order to drown any Castilian crew captured in Guinea waters. Even the Castilian navies which left Guinea before the signature of the peace treaty had to pay the tax ("quinto") to the Portuguese crown when they returned to Castile after the peace treaty. Isabella had to ask permission of Afonso V so that this tax could be paid in Castilian harbours. Naturally all this caused a grudge against the Catholic Monarchs in Andalusia.
- ^ ↓ Historian Malyn Newitt: "However, in 1478 the Portuguese surprised thirty-five Castilian ships returning from Mina [Guinea] and seized them and all their gold. Another...Castilian voyage to Mina, that of Eustache de la Fosse, was intercepted ... in 1480. (...) All things considered, it is not surprising that the Portuguese emerged victorious from this first maritime colonial war. They were far better organised than the Castilians, were able to raise money for the preparation and supply of their fleets, and had clear central direction from ... [Prince] John." In A history of Portuguese overseas expansion, 1400–1668, Routledge, New York, 2005, pp. 39–40.
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile The Knickerbocker Press, 1915, p. 109–110
- ^ a b ↓ Bailey W. Diffie and George D. Winius "In a war in which the Castilians were victorious on land and the Portuguese at sea, ..." in Foundations of the Portuguese empire 1415–1580, volume I, University of Minnesota Press, 1985, p. 152.
- ^ : ↓ Alonso de Palencia, Decada IV, Book XXXI, Chapters VIII and IX ("preparation of 2 fleets [to Guinea and to Canary, respectively] so that with them King Ferdinand crush its enemies [the Portuguese]...").
- ^ ↓ Alonso de Palencia, Decada IV, book XXXII, chapter III: in 1478 a Portuguese fleet intercepted the armada of 25 navies sent by Ferdinand to conquer Gran Canary – capturing 5 of its navies plus 200 Castilians – and forced it to fled hastily and definitively from Canary waters. This victory allowed Prince John to use the Canary Islands as an "exchange coin" in the peace treaty of Alcáçovas.
- ^ ↓ Pina, Chronica de El-Rei D. Affonso V, 3rd book, chapter CXCIV (Editorial error: Chapter CXCIV erroneously appears as Chapter CLXIV.Reports the end of the siege of Ceuta by the arrival of the fleet with Afonso V).
- ^ ↓ Quesada, Portugueses en la frontera de Granada, 2000, p. 98. In 1476 Ceuta was simultaneously besieged by the moors and a Castilian army led by the Duke of Medina Sidónia. The Castilians conquered the city from the Portuguese who took refuge in the inner fortress, but a Portuguese fleet arrived "in extremis" and regained the city. A Ceuta dominated by the Castilians would certainly have forced the right to conquer Fez (Morocco) to be shared between Portugal and Castile instead of the monopoly the Portuguese acquired.
- ^ a b ↓ Mendonça, 2007, p. 101–103.
- ^ Edwards,John. The Spain of the Catholic Monarchs 1474–1520. Blackwell Publishers Inc, 2000, p. 38
- ^ ↓ Mendonça, 2007, p. 53.
- ^ ↓ António Rumeu de Armas- book description, MAPFRE, Madrid, 1992, page 88.
- ^ a b ↓ Mª Monserrat León Guerrero in El segundo viaje colombino, University of Valladolid, 2000, chapter 2, pp. 49–50.
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 121
- ^ Boruchoff, David A. "Historiography with License: Isabel, the Catholic Monarch, and the Kingdom of God." Isabel la Católica, Queen of Castile: Critical Essays. Palgrave Macmillan, 2003, pp. 242–247.
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 125
- ^ Edwards,John. The Spain of the Catholic Monarchs 1474–1520. Blackwell Publishers Inc, 2000, p. 42
- ^ Edwards,John. The Spain of the Catholic Monarchs 1474–1520. Blackwell Publishers Inc, 2000, pp. 48–49
- ^ Prescott, William. History of the Reign of Ferdinand and Isabella, The Catholic. J.B Lippincott & CO., 1860, p. 186
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 123
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 133
- ^ a b Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 150
- ^ Plunkett,Ierne. Isabel of Castile. The Knickerbocker Press, 1915, p. 152–155
- ^ Edwards, John. Ferdinand and Isabella. Pearson Education Limited, 2005, p. 28
- ^ Edwards, John. Ferdinand and Isabella. Pearson Education Limited, 2005, p. 48
- ^ Edwards, John. Ferdinand and Isabella. Pearson Education Limited, 2005, p. 48–49
- ^ Edwards,John. The Spain of the Catholic Monarchs 1474–1520. Blackwell Publishers Inc, 2000, p. 104–106
- ^ Edwards,John. The Spain of the Catholic Monarchs 1474–1520. Blackwell Publishers Inc, 2000, p. 111
- ^ Edwards,John. The Spain of the Catholic Monarchs 1474–1520. Blackwell Publishers Inc, 2000, p. 112–130
- ^ Menocal, Maria Rosa. Surga di Andalusia. (Penerbit Noura Books (PT. Mizan Publika), Jakarta Selatan, Agustus 2015), h. 306.
- ^ Liss,Peggy. "Isabel the Queen," Oxford University Press, 1992. p. 316
- ^ a b Edwards, John. Ferdinand and Isabella. Pearson Education Limited, 2005, p. 120
- ^ Edwards, John. Ferdinand and Isabella. Pearson Education Limited, 2005, p. 119
- ^ F. Weissberger, Barbara Queen Isabel I of Castile: Power, Patronage, Persona, Tamesis Books, 2008, p. 27, accessed 9 July 2012
- ^ a b Liss,Peggy. "Isabel the Queen," Oxford University Press, 1992. p. 298
- ^ Eisenberg, Daniel (1993) [1992]. "Cisneros y la quema de los manuscritos granadinos". Journal of Hispanic Philology. hlm. 107–124. Diakses tanggal 9 September 2016.
- ^ Menocal, Maria Rosa. Surga di Andalusia. (Penerbit Noura Books (PT. Mizan Publika), Jakarta Selatan, Agustus 2015), h. 310-311.
- ^ Carr, Matthew (2009). Blood and Faith: The Purging of Muslim Spain. New Press. hlm. 51–57. ISBN 978-1-59558-361-1.
- ^ a b Carr 2009.
- ^ Menocal, Maria Rosa. Surga di Andalusia. (Penerbit Noura Books (PT. Mizan Publika), Jakarta Selatan, Agustus 2015), h. 309.
- ^ Hans-Jürgen Prien (21 November 2012). Christianity in Latin America: Revised and Expanded Edition. BRILL. hlm. 11. ISBN 90-04-22262-6.
- ^ Edwards,John. The Spain of the Catholic Monarchs 1474–1520. Blackwell Publishers Inc, 2000, p. 241–260
- ^ Edwards,John. The Spain of the Catholic Monarchs 1474–1520. Blackwell Publishers Inc, 2000, p. 282
Daftar pustaka
- Carroll, Warren H. Isabel Of Spain: The Catholic Queen
- Meyer, Carolyn. Isabel: Jewel of Castilla, Spain, 1466 (The Royal Diaries)
- Menocal, Maria Rosa. Surga di Andalusia. (Penerbit Noura Books (PT. Mizan Publika), Jakarta Selatan, Agustus 2015)
- Miller, T. The Castles and the Crown. Spain 1451-1555 (New York: Coward-McCann, New York, 1963)
- Rubin, Stuart, Nancy. "Isabella of Castile: The First Renaissance Queen" (New York, St. Martin's Press, 1991, 1992, 2005 iUniverse.com)
Isabel dari Kastila Lahir: 22 April 1451 Meninggal: 26 November 1504
| ||
Gelar | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Enrique IV |
Ratu Kastila dan León 11 Desember 1474 – 26 November 1504 bersama dengan Fernando V |
Diteruskan oleh: Juana |
Spanyol | ||
Didahului oleh: Juana Enríquez |
Permaisuri Raja Sisilia 1469–1504 |
Diteruskan oleh: Germaine dari Foix |
Permaisuri Raja Aragon, Mallorca, Napoli, dan Valensia 1479-1504 | ||
Didahului oleh: Anne dari Bretagne |
Permaisuri Raja Napoli 1504 |