Mohammad Said

suami Ani Idrus

Haji Mohammad Said (17 Agustus 1905 – 26 April 1995) adalah seorang wartawan, politikus, sejarawan dan pendiri Surat Kabar Harian Waspada di kota Medan, Sumatera Utara. Ia juga menulis buku berjudul "Aceh Sepanjang Abad" yang pertama kali diterbitkan pada 1961. Buku tersebut kini menjadi salah satu referensi bagi sejarahwan untuk mengetahui secara rinci tentang pergolakan di Aceh.[1]Ia bersama istrinya Ani Idrus adalah tokoh pers yang sangat nasionalis dan mengutamakan kepentingan rakyat.[2]

Karir

Karir jurnalis

Redaksi surat kabar harian Tionghoa-Melayu "Tjin Po", tahun 1929

Redaktur I surat kabar "Oetoesan Sumatra" yang dipimpin Djaparlagoetan

Membuka praktek kantor pengacara tanpa diploma (zaakwaarnemer) yang umumnya membantu masyarakat yang dirugikan golongan the haves dan rentenir.

Wartawan free lance

Memimpin surat kabar mingguan "Penjebar"

Pemimpin Redaksi surat kabar mingguan "Penjedar" 1938-1939 menerbitkan dan menjadi pemimpin redaksi mingguan politik populer "Seruan Kita" bersama Ani Idrus (wartawati surat kabar "Sinar Deli")

November 1943 menjadi pegawai bagian unsur Departemen Penerangan & Kebudayaan pemerintahan sipil militer Jepang (Bunka ka) di Medan.

29 September 1945 memimpin surat kabar harian Republiken edisi sore "Pewarta Deli" menggantikan pemimpin redaksi Djamaluddin Adi Negoro yang pindah ke Bukit Tinggi (Sumatra Barat).

Juli 1946 - 1948 wakil kantor berita nasional "Antara" untuk memimpin dan membangun cabang-cabangnya di Sumatra atas mandat yang diberikan oleh Adam Malik.

Pada 11 Januari 1947 menerbitkan dan memimpin harian Republiken di daerah pendudukan Belanda/Nica Medan bernama "Waspada"

Mengundurkan diri sebagai Pemimpin Redaksi Harian Waspada tahun 1969 guna memusatkan perhatiannya kepada penulisan sejarah.

Karir politik

Pada tahun 1949 satu-satunya wartawan Indonesia (Republiken) yang ditunjuk oleh pemerintah RI dari Yogya turut ke Nederland meninjau Konferensi Meja Bundar.

Awal 1950 memimpin Kongres Rakyat se-Sumatra Timur yang menuntut pembubaran negara boneka Belanda "NST" (Negara Sumatra Timur).

Aktivis dan ketua umum Partai Nasional Indonesia daerah Sumatra Utara hingga 1956

Atas rekomendasi PNI Osa Usep menjadi anggota MPRS, sekedar setahun minta berhenti dengan hormat karena kesibukan lain.

Pada tahun 1955 memenuhi undangan pemerintah RRT bersama rombongan politisi non-komunis lainnya meninjau Tiongkok

Menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama rombongan Presiden Sukarno.

Pada tahun 1956 memenuhi undangan pemerintah Amerika Serikat meninjau negeri itu selama 3 bulan ("leaders' grant").

Pada tahun 1957 s/d 1967 memenuhi undangan-undangan meninjau Inggris, Belanda, Jerman, Amerika Serikat (kedua kali), Mesir (dua kali).

Penghargaan

Satya Penegak Pers Pancasila" yang diterima 10 patriot pers Pancasila, dinilai aktif melawan Gerakan 30 September / Partai Komunis Indonesia, 1985.

Tahun 1991 menerima penghargaan peniti emas dari Ketua Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat H. Zulharmans.

Penghargaan dari Pemerintah Daerah Istimewa Aceh / Gubernur Ali Hasjmy berupa "Sarakata Pancacita" dan "Medali Pancacita" untuk mengenang jasa-jasanya sebagai perintis sejarah Aceh dengan bukunya berjudul "Aceh Sepanjang Abad"

1978, menerima penghargaan dari Majelis Ulama Indonesia berupa "Sarakata Ulama" dan "Medali Ulama" untuk peran aktifnya dalam seminar-seminar di Aceh, antara lain seminar masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara yang diadakan oleh MUI Aceh di Banda Aceh 10-16 Juli 1978.

Buku

  • Kerajaan Bumi Putera Yang Berdiri Sendiri di Indonesia.
  • Deli Dahulu dan Sekarang.
  • Perubahan Pemerintahan (Bestuurshervorming).
  • Busido (salinan).
  • 14 Bulan Pendudukan Inggris di Indonesia.
  • Sejarah Pers di Sumatra Utara.
  • Koeli Kontrak Tempo Doeloe.
  • Atjeh (Aceh) Sepanjang Abad.[3]

Referensi

  1. ^ "Mohammad Said, Sang Wartawan Pejuang". Antara. 29 Juli 2008. Diakses tanggal 26 April 2017. 
  2. ^ Said, Prabudi (1995). Sejarah Harian Waspada dan 50 Tahun peristiwa Halaman Satu. 
  3. ^ "Biografi Mohammad Said".