Umar Wirahadikusumah

Wakil Presiden Indonesia ke-4 (1983–1988)
Revisi sejak 30 Mei 2017 06.45 oleh Psetiadharma (bicara | kontrib) (Tambahan informasi mengenai subjek artikel dalam budaya pop.)

Jenderal TNI (Purn.) Umar Wirahadikusumah (Sunda: ᮅᮙᮁ ᮝᮤᮛᮠᮓᮤᮊᮥᮞᮥᮙ; 10 Oktober 1924 – 21 Maret 2003) adalah Wakil Presiden Indonesia keempat (menjabat 1983 - 1988) dan menjadi wakil presiden pertama yang berasal dari suku Sunda.

Umar Wirahadikusumah
Wirahadikusumah pada tahun 1983
Wakil Presiden Indonesia 4
Masa jabatan
12 Maret 1983 – 11 Maret 1988
PresidenSoeharto
Sebelum
Pendahulu
Adam Malik
Pengganti
Sudharmono
Sebelum
[[Ketua Badan Pemeriksa Keuangan]] 8
Masa jabatan
1973–1983
PresidenSoeharto
Sebelum
Pendahulu
D. Suprayogi
Pengganti
M. Jusuf
Sebelum
[[Kepala Staf TNI Angkatan Darat]] 9
Masa jabatan
25 November 1969 – 27 April 1973
PresidenSoeharto
[[Panglima Kostrad]] 2
Masa jabatan
2 Desember 1965 – 27 Mei 1967
PresidenSoekarno
Soeharto
Sebelum
Pendahulu
Soeharto
Pengganti
Kemal Idris
Sebelum
[[Panglima Komando Daerah Militer Jaya]] 1
Masa jabatan
1960–1965
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Tidak ada, jabatan baru
Pengganti
Petahana
Sebelum
Pengganti
Amir Machmud
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1924-10-10)10 Oktober 1924
Belanda Situraja, Sumedang, Jawa Barat, Hindia Belanda
Meninggal21 Maret 2003(2003-03-21) (umur 78)
Indonesia Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia Indonesia
Partai politikGolkar
Suami/istriKarlinah Djaja Atmadja
AnakRina Ariani
Nila Shanti
ProfesiMiliter
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Masa dinas1945–1973
Pangkat Jenderal TNI
SatuanInfanteri
Kodam Siliwangi
Kodam Jaya
Kostrad
KomandoPanglima Kodam Jaya
Panglima Kostrad
Pertempuran/perangRevolusi Nasional Indonesia
Peristiwa Madiun
Pemberontakan PRRI
Find a Grave: 7373047 Modifica els identificadors a Wikidata
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini
KASAD Jenderal TNI Umar Wirahadikumah

Kehidupan awal

Umar Wirahadikusumah lahir pada tanggal 10 Oktober 1924 dari pasangan Raden Rangga Wirahadikusumah dan Raden Ratnaringrum. Umar dilahirkan sebagai keluarga bangsawan dan menyelesaikan pendidikannya di bawah Pemerintah Kolonial Belanda.

Pada tahun 1943, dengan Indonesia saat itu di bawah pendudukan Jepang, Umar bersama dengan kelompok pemuda beroperasi di bawah pengawasan Pemerintah Kerja Jepang. Kelompok-kelompok pemuda memberikan beberapa pelatihan fisik yang Umar melakukan. Hal ini diikuti pada Oktober 1944 oleh PETA, pasukan tambahan yang terdiri dari rekrutan Indonesia yang dimaksudkan untuk membantu Jepang dalam melawan Sekutu. Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Umar, seperti banyak pemuda lain dari usia yang sama bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat, cikal bakal TNI.

Umar menikah dengan Karlina dan memiliki dua anak perempuan. Ia juga adalah paman dari Agus Wirahadikusumah, seorang perwira militer yang menjadi Panglima Kostrad.

Karier militer

Kodam III/Siliwangi

Setelah Revolusi Nasional Indonesia, Umar bertugas di Angkatan Darat. Umar ditempatkan di provinsi asalnya Jawa Barat dan bertugas untuk waktu yang lama di Kodam III/Siliwangi. Kariernya melejit setelah membantu menumpas pemberontakan PKI pada tahun 1948 serta memerangi pemberontakan PRRI di Sumatera. Ia juga pernah menjadi ajudan Abdul Haris Nasution saat menjabat sebagai Komandan Divisi Siliwangi.

Kodam V/Jaya

Pada tahun 1959, Umar dipercaya sebagai Komandan Kodam V/Jaya dan ia bertanggung jawab terhadap keamanan di Jakarta dan sekitarnya.

Peristiwa G30S

Pada pagi hari 1 Oktober 1965, enam jenderal diculik dari rumah mereka. Sebagai Panglima Kodam V / Jaya, Umar berkeliling kota untuk memeriksa keamanannya. Setelah mendengar tentang penculikan dan melihat pasukan tak dikenal menduduki Lapangan Merdeka, Umar mengirim kabar kepada Panglima Kostrad, Mayor Jenderal Soeharto.

Umar menerima keputusan Soeharto untuk mengambil komando Angkatan Darat dan mendukungnya dalam usahanya untuk menindak usaha kudeta. Menjelang tengah hari, Umar menerima perintah dari Presiden Soekarno yang dicurigai berada di Halim, tempat di mana enam jenderal diculik. Soeharto khawatir bahwa ini adalah upaya untuk membunuh Umar dengan memerintahkanya ke Halim. Soeharto dengan tegas menolak perintah tersebut.

Setelah Soeharto merebut kembali kendali situasi di Jakarta, Umar kemudian mengkonsolidasikan situasi. Dia memberlakukan jam malam dari jam 6 sore hingga jam 6 pagi dan memonitor semua surat kabar ibu kota.

Ketika peristiwa diduga didukung oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), Umar menyetujui pembentukan gabungan aksi untuk membasmi Gerakan 30 September (KAP-GESTAPU).[1]

Orde baru

Meskipun ia bukan bagian dari lingkaran dalam Soeharto, Umar memenangkan kepercayaan besar dari Soeharto atas bantuan dan dukungan yang diberikan dalam menyelesaikan G30S.[2] Saat Soeharto mulai menjabat sebagai Pejabat Presiden, karier Umar juga melejit. Pada tahun 1965, Soeharto mempercayakan Umar untuk menggantikannya sebagai Panglima Kostrad. Pada tahun 1967, Umar menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat sebelum akhirnya menjadi Kepala Staf Angkatan Darat pada tahun 1969.

Pada tahun 1973, karier aktif militernya berakhir dan ia menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama 10 tahun. Sebagai Ketua BPK, Umar bertanggung jawab untuk memastikan bahwa departemen pemerintah, kementerian, dan badan pemerintahan menggunakan uang negara dengan baik. Selama masa jabatannya sebagai Ketua BPK, Umar membuat penilaian suram yang menilai bahwa tidak satu pun departemen pemerintah adalah bebas dari korupsi.[3]

Menjadi wakil presiden

 
Umar Wirahadikusumah mengucapkan sumpah jabatan sebagai Wakil Presiden RI masa jabatan 1983-1988.

Pada bulan Maret tahun 1983, Umar mencapai puncak kariernya. Soeharto, yang telah dipilih untuk masa jabatan keempat sebagai Presiden berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memilih Umar untuk menjadi wakil presidennya. Pemilihan ini dianggap menjadi pilihan yang agak tak terduga mengingat karier Umar dalam politik di Indonesia tidak lebih memucat dibandingkan dengan dua pendahulunya, Hamengku Buwono IX dan Adam Malik. Meskipun kepribadian rendah hati, Umar memiliki reputasi yang baik dan dihormati secara luas.

Sebagai wakil presiden, Umar menjadi salah satu dari sangat sedikit dalam rezim Soeharto yang memilih untuk memberantas korupsi. Sebagai orang yang religius, Umar berharap bahwa agama dapat digunakan untuk mengubah koruptor untuk melakukan perbuatan yang benar. Umar juga melakukan inspeksi kejutan (kadang-kadang penyamaran) ke kota-kota dan desa-desa daerah untuk memantau bagaimana kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap rakyat. Selama menjadi Wakil Presiden Umar juga mengadakan pelayanan doa di Istana Wakil Presiden.

Karier Umar sebagai Wakil Presiden berakhir pada Maret 1988 ketika ia digantikan oleh Sudharmono. Banyak yang kecewa melihat dia tidak melanjutkan untuk masa jabatan kedua sebagai Wakil Presiden. Hal ini menjadi bukti reputasi yang baik bahwa Sudharmono ingin memastikan penerimaan Umar untuk tidak melanjutkan sebagai Wakil Presiden untuk periode selanjutnya.[4]

Wafat

Mantan Wakil Presiden RI ke-4 (1983-1988) Umar Wirahadikusumah menghembuskan napas terakhir, sekitar pukul 07.53 WIB, Jumat 21 Maret 2003 di Rumah Sakit Pusat TNI-AD Gatot Soebroto. Umar meninggal karena masalah jantung dan paru-paru. Kemudian Jenazahnya Dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata

Budaya Populer

Sosok Umar Wirahadikusumah sebagai Panglima Kodam Jaya dengan pangkat Mayor Jenderal TNI di saat meletusnya G30S/PKI ditampilkan dalam film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI karya sutradara Arifin C. Noer, diperankan oleh aktor Doddy Sukma.

Referensi

  1. ^ Djarot, Eros. Siapa Sebenarnya Soeharto: Fakta dan Kesaksian Para Pelaku Sejarah G-30-S PKI (dalam bahasa Indonesian) (edisi ke-1st). Tangerang: PT Agromedia Pustaka. hlm. 19. 
  2. ^ Anwar, Rosihan (22 March 2003). "In Memoriam: Jenderal Umar Wirahadikusumah". Kompas. Diakses tanggal 2006-10-28. 
  3. ^ Sinjal, Daud (2 May 2001). "Gincu Luntur Anti-Korupsi". Aksara. Diakses tanggal 2006-10-30. 
  4. ^ MIS (22 March 1997). "Sudharmono "Mengudara" Kembali". Tempo. Diakses tanggal 2006-10-28.  [pranala nonaktif]

Pranala luar

Jabatan politik
Didahului oleh:
Adam Malik
Wakil Presiden Indonesia
1983–1988
Diteruskan oleh:
Sudharmono
Jabatan militer
Didahului oleh:
Maraden Panggabean
Kepala Staf TNI Angkatan Darat
1969–1973
Diteruskan oleh:
Surono Reksodimejo