Teologi dalit
Etimologi
Dalit dalam bahasa Sanskerta berarti 'patah', 'diinjak-injak', 'tertindas' [1][2]. Entah ada hubungan atau tidak, kata Dalit mirip dengan kata Ibrani dal yang juga berarti 'patah' atau 'diinjak-injak' [2]. Dengan demikian, secara etimologi kaum Dalit adalah orang-orang yang 'patah' atau tertindas [2]. Orang-orang ini hidup dalam tekanan ekonomi dan sosial [2]. Kaum Dalit biasanya bisanya bekerja sebagai pekerja sewaan oleh para tuan tanah [3]. Mereka juga adalah orang-orang yang terlempar dari kasta [3]. Secara ekonomi kaum Dalit termasuk miskin, pekerjaan mereka menjadi budak dan memiliki penghasilan yang sangat rendah, sedangkan secara politis mereka tidak memiliki kuasa [3]. Mereka juga merupakan kaum minoritas yang tidak dapat bersosialisasi, bahkan penggunaan fasilitas-fasilitas umum misalnya sumur dan kuil dilarang digunakan [3]. Dari sisi keagamaan kaum Dalit dikenal sebagai kaum yang tercermar dalam ritus keagamaan [3].
Latar belakang munculnya teologi dalit
Sistem kasta
Sistem Kasta adalah suatu cara mengorganisasi masyarakat [3]. Sebuah kasta bersifat turun-temurun [3]. Kasta ini sekaligus mencerminkan pekerjaan seseorang [3]. Di India terdapat empat kasta yaitu: Brahman (imam/cendikiawan), Ksatria (prajurit/pejuang), Waisya (pedagang), dan Sudra (pekerja/petani) [3]. Kaum Dalit adalah kelompok tersendiri yang tidak masuk dalam keempat kasta ini [3]. Mereka adalah orang-orang yang yang terbuang dalam kelompok masyarakat India, sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai buruh dan pengemis [3].
Kemiskinan
Kemiskinan di India terlihat pada penduduknya, di mana sebagian sangat kaya dan banyak sekali yang miskin [4]. Situasi yang terjadi pada tahun 1944 yaitu India sedang mengalami kelaparan di mana-mana, terdapat perbedaan tajam antara kelompok sosial (di mana sekelompok kecil kaya sementara yang banyak yang miskin [4]. Selain itu ditambah lagi karena adanya kemasabodohan di antara kelompok sosial, khususnya oleh mereka yang kaya terhadap mereka yang miskin [4]. Berdasarkan sensus kepada masyarakat India tahun 1961, dari 439 juta jiwa penduduk India, terdapat 64 juta jiwa yang termasuk dalam kelompok Dalit [5]. Kemudian pada tahun 1971 tercatat 80 juta kaum Dalit dari total 548 juta penduduk India. Pada tahun 1981, hasil sensus di Tamil Nadu kaum Dalit mencapai lebih dari 18 persen [5]. Bahkan pada tahun 1991 sekitar 138 juta orang adalah kaum Dalit dari 846 juta total penduduk India [5].
Yesus dan kaum dalit
Karya Allah pada kebangkitan Yesus merupakan realitas Eskatologis [6]. Kebangkitan menunjukkan bahwa Yesus berada di dalam ruang dan waktu, bukan terpisah melainkan merupakan sebuah totalitas [6]. Hal tersebut tidak hanya sebuah sejarah melainkan sebagai bentuk keterlibatan secara penuh dan mendalam antara zaman Yesus dengan masa manusia sekarang, karena tidak mungkin tercapai realitas Eskatologis tanpa manusia ikut berproses di dalam sejarah [6]. Pendekatan seperti ini dapat dianalogikan terhadap Yesus dan kaum Dalit dengan melihat keterlibatan Teologi dalam kehidupan nyata, partsisipasinya dalam keprihatinan, serta impian untuk memperjuangkan kelompoknya [6].
Yesus dalam kehidupannya juga memberikan perhatian kepada orang miskin dan tersiksa, para pendosa, orang asing, orang Samaria, dll yang dianggap sama dengan kaum Dalit [2]. Yesus tidak menarik diri atau menolak mereka, melainkan ikut serta dan menghabiskan banyak waktu pelayanan kepada mereka [2]. Dalam kitab Injil Yesus menyebut kalangan ini dengan beberapa sebutan seperti "domba tanpa gembala" (Markus 6: 34) dan mengakui mereka sebagai "saudara-saudara Ku" (Markus 3: 34) [2]. Kemudian Yesus memperjelas ungkapan "saudara-saudara Ku" dengan menggambarkan mereka sebagai orang yang kelaparan, kehausan, mereka yang tidak berpakaian, orang yang tidak dikenal, orang yang sedang sakit, seperti yang terdapat dalam Injil Matius 25: 31-46 [2]. Menurut Yesus, kelompok seperti kaum Dalit merupakan target pelayanan di dunia dan termasuk objek dari kematian Yesus di kayu Salib [2]. Yesus sebagai seorang Dalit menjadi pintu masuk menemukan formulasi Teologi Dalit [2]. Dalam beberapa konteks Kristus dapat dilihat sebagai pembebas [2]. Teologi pembebasan dalam komunitas Dalit menjadi sebuah harapan karena Allah yang ikut menderita [2]. Sehingga rumusan Teologi Dalit sama dengan Teologi Pembebasan dan Teologi Harapan [2].
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaFabella & Sugirtharajah
- ^ a b c d e f g h i j k l m Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaSugirtharajah & Hargreaves
- ^ a b c d e f g h i j k Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaAmaladoss
- ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaYewangoe
- ^ a b c (Inggris) Sathianathan Clarke. Dalits and Christianity: Subaltern Religion and Liberation Theology in India. New Delhi: Oxford University Press. Hlm. 59-61, 64-65.
- ^ a b c d (Inggris) Douglas J. Elwood. Teologi Kristen Asia (terj). Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 106-107, 112.