Anton Medan
Anton Medan (lahir dengan nama Tan Hok Liang; lahir 10 Oktober 1957) adalah mantan perampok dan bandar judi yang kini telah insaf. Ia memeluk agama Islam sejak 1992. Ia mendirikan rumah ibadah yang diberi nama Masjid Jami' Tan Hok Liang. Masjid itu terletak di areal Pondok Pesantren At-Ta'ibin, Pondok Rajeg, Cibinong. Banyak tuduhan-tuduhan yang diarahkan padanya seputar keterlibatannya dalam kerusuhan Mei 1998. Dan dia juga pernah masuk penjara sewaktu masih menjadi perampok dan bandar judi.
Anton Medan | |
---|---|
Lahir | Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara, Indonesia | 10 Oktober 1957
Meninggal | - - |
Kebangsaan | Indonesia |
Nama lain | - |
Pekerjaan | Penceramah |
Biografi
""TAN HOK LIANG"", adalah nama asli Anton Medan. Ia lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara 1 Oktober 1957. Dibesarkan oleh sebuah keluarga yang kurang berkecukupan, Anton kecil tumbuh menjadi anak pemberani. Pada usia 8 tahun, ia harus berhenti sekolah karena permintaan ibunya untuk membantu berjualan kue. Wajar saja kala itu seorang anak dari keluarga miskin dituntut untuk bekerjs mencari uang. Anton kecil hanya mengenyam bangku Sekolah Rakyat (SR, sekarang SD) selama 7 bulan, dan belum bisa membaca dan menulis.
Menginjak usia 12 tahun, Kok Lien (panggilan kecilnya) menjadi anak terminal Tebing Tinggi, menjual jasa mencarikan penumpang bagi sopir. Kok Lien dikenal rajin. Banyak sopir terminal senang dan memanggilnya Cina Tongkol (Cintong). Tapi tak semua sopir menghargai kerja kerasnya. Suatu ketika ada seorang sopir tidak memberinya upah. Kok Lien protes. Tapi sopir itu malah marah. Terjadilah perang mulut. Tak sabar, Kok Lien mengambil sebuah balok kayu dan menghantam sekuat tenaga. Sopir itu pun tersungkur. Kok Lien lari. Tapi polisi menangkapnya.
Tahun 1970 Kok Lien merantau ke Medan, Kok Lien lantas mencari penghidupan di sebuah Terminal di Medan. Usianya baru 13 tahun. Di terminal kota Medan ia bekerja sebagai pencuci bus. Seperti di terminal Tebing Tinggi, ia dikenal rajin. Dalam satu hari ia bisa membersihkan 3-5 badan bus yang berdebu. Seolah tak putus dirundung masalah, di terminal ini uangnya dicuri. Menyadarinya Kok Lien gelagapan. Setelah diselidiki, ia menemukan pencurinya dan menegurnya. Tapi si pencuri malah marah dan memukulnya. Orang-orang berdatangan, tapi tak ada yang melerai. Di saat tersudut, Kok Lien melihat sebilah kapak bergerigi yang biasa digunakan membilah es, tergeletak tak jauh darinya. Secepatnya ia ambil dan menghunjamkannya ke wajah lawannya. Seketika lawannya roboh. Kok Lien lalu ditangkap polisi dan dipenjara selama 4 tahun di LP Tiang Listrik, Medan. Menginjak usia 17 tahun Kok Lien bebas. Ia gembira dan segera pulang, melepas rindu kepada keluarga. Tapi sayang, sampai di rumah ibunya hanya memberi waktu 2 jam untuk melepas rindu. Ibunya malu kepada tetangga. Dengan berat hati, Kok Lien melangkah pergi.
Mulai berpetualang dalam dunia hitam Jakarta
Di tengah kegalauan, ia ingat pamannya yang ada di Jakarta. Ia ingin menjumpainya dan meminta bantuan mencari pekerjaan. Tapi sayang, ia tidak tahu alamat persisnya. “Saya tak tau alamatnya, tapi saya nekad ke Jakarta,” katanya. SetibanyaDi Jakarta, harapan yang ia pupuk selama perjalanan hancur berantakan. Kurang lebih 7 bulan ia mencari rumah pamannya. Tapi setelah bertemu, ternyata pamannya tidak mengakuinya sebagai kemenakan. Malah menistakannya. Mengingat bahwa Anton habis keluar dari penjara, mengingat dia adalah seorang pembunuh. Begitu pun adiknya. Ia tercampakkan. Ia kecewa. Di tengah kekecewaan yang mendalam, ia bertemu kenalannya di simpang jalan yang berpenampilan parlente. Temannya baru saja menjambret. Mendengar cerita temannya, ia tertarik. Akhirnya, ia menjual celana kesayangannya demi sebuah pisau. Dengan pisau itulah ia mulai menjambret dan berhasil.
Mulai saat itu kehidupan Kok Lien berubah. Ia sudah memilih kejahatan sebagai profesi. Senjatanya tak sekedar pisau, tapi pistol. Ia pun terkenal sebagai penjahat kelas kakap dan paling dicari di Jakarta dengan nama Anton Medan!! Perjalanan hidup Anton Medan tak sekedar menjadi penjahat profesional. Ia menjadi bandar judi setelah meruntuhkan kekuasaan bandar judi besar bernama Hong Lie. Sebagai bandar judi, pendapatannya satu malam mencapai puluhan juta. Ia menikmati gaya hidup mewah. Tapi ironisnya, kekayaan itu habis pula di dunia judi. Ia frustasi, dan sebagai pelampiasannya justru bermain judi di Genting, Makau, Chistmas, Hongkong maupun Las Vegas. Ia kalah milyaran rupiah.
Dalam kebangkrutan itu, ia menemukan hikmah kehidupan yang sangat mendasar. Sejak itulah ia mendalami Islam secara sungguh-sungguh, bahkan di kemudian hari dikenal sebagai da’i. Lebih jauh, seperti yang tertulis dalam biografi Anton Medan; Pergolakan Jiwa Seorang Mantan Terpidana, buah karya S. Budhi Raharjo, selepas menetapkan pilihan Islam, ia dipercaya sebagai ketua RW di kampungnya. Sebagai abdi masyarakat, ia bekerja sunguh-sunguh. Bahkan ketika harus berhadapan dengan lurah yang diskriminatif terhadap warganya, ia bersedia melawan dan merelakan jabatan ketua RW yang ia sandang. Atas kesediaan berkorban ini, masyarakat di sekelilingnya makin simpatik padanya. Demikianlah perjalanan hidup Anton Medan
Biografi
TAN HOK LIANG, adalah nama asli Anton Medan. Ia lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara 1 Oktober 1957. Dibesarkan oleh sebuah keluarga yang kurang berkecukupan, Anton kecil tumbuh menjadi anak pemberani. Pada usia 8 tahun, ia harus berhenti sekolah karena permintaan ibunya untuk membantu berjualan kue. Wajar saja kala itu seorang anak dari keluarga miskin dituntut untuk bekerjs mencari uang. Anton kecil hanya mengenyam bangku Sekolah Rakyat (SR, sekarang SD) selama 7 bulan, dan belum bisa membaca dan menulis.
Menginjak usia 12 tahun, Kok Lien (panggilan kecilnya) menjadi anak terminal Tebing Tinggi, menjual jasa mencarikan penumpang bagi sopir. Kok Lien dikenal rajin. Banyak sopir terminal senang dan memanggilnya Cina Tongkol (Cintong). Tapi tak semua sopir menghargai kerja kerasnya. Suatu ketika ada seorang sopir tidak memberinya upah. Kok Lien protes. Tapi sopir itu malah marah. Terjadilah perang mulut. Tak sabar, Kok Lien mengambil sebuah balok kayu dan menghantam sekuat tenaga. Sopir itu pun tersungkur. Kok Lien lari. Tapi polisi menangkapnya.
Tahun 1970 Kok Lien merantau ke Medan, Kok Lien lantas mencari penghidupan di sebuah Terminal di Medan. Usianya baru 13 tahun. Di terminal kota Medan ia bekerja sebagai pencuci bus. Seperti di terminal Tebing Tinggi, ia dikenal rajin. Dalam satu hari ia bisa membersihkan 3-5 badan bus yang berdebu. Seolah tak putus dirundung masalah, di terminal ini uangnya dicuri. Menyadarinya Kok Lien gelagapan. Setelah diselidiki, ia menemukan pencurinya dan menegurnya. Tapi si pencuri malah marah dan memukulnya. Orang-orang berdatangan, tapi tak ada yang melerai. Di saat tersudut, Kok Lien melihat sebilah kapak bergerigi yang biasa digunakan membilah es, tergeletak tak jauh darinya. Secepatnya ia ambil dan menghunjamkannya ke wajah lawannya. Seketika lawannya roboh. Kok Lien lalu ditangkap polisi dan dipenjara selama 4 tahun di LP Tiang Listrik, Medan. Menginjak usia 17 tahun Kok Lien bebas. Ia gembira dan segera pulang, melepas rindu kepada keluarga. Tapi sayang, sampai di rumah ibunya hanya memberi waktu 2 jam untuk melepas rindu. Ibunya malu kepada tetangga. Dengan berat hati, Kok Lien melangkah pergi.
Mulai berpetualang dalam dunia hitam Jakarta
Di tengah kegalauan, ia ingat pamannya yang ada di Jakarta. Ia ingin menjumpainya dan meminta bantuan mencari pekerjaan. Tapi sayang, ia tidak tahu alamat persisnya. “Saya tak tau alamatnya, tapi saya nekad ke Jakarta,” katanya.
SetibanyaDi Jakarta, harapan yang ia pupuk selama perjalanan hancur berantakan. Kurang lebih 7 bulan ia mencari rumah pamannya. Tapi setelah bertemu, ternyata pamannya tidak mengakuinya sebagai kemenakan. Malah menistakannya. Mengingat bahwa Anton habis keluar dari penjara, mengingat dia adalah seorang pembunuh. Begitu pun adiknya. Ia tercampakkan. Ia kecewa.
Di tengah kekecewaan yang mendalam, ia bertemu kenalannya di simpang jalan yang berpenampilan parlente. Temannya baru saja menjambret. Mendengar cerita temannya, ia tertarik. Akhirnya, ia menjual celana kesayangannya demi sebuah pisau. Dengan pisau itulah ia mulai menjambret dan berhasil.
Mulai saat itu kehidupan Kok Lien berubah. Ia sudah memilih kejahatan sebagai profesi. Senjatanya tak sekedar pisau, tapi pistol. Ia pun terkenal sebagai penjahat kelas kakap dan paling dicari di Jakarta dengan nama Anton Medan!!
Perjalanan hidup Anton Medan tak sekedar menjadi penjahat profesional. Ia menjadi bandar judi setelah meruntuhkan kekuasaan bandar judi besar bernama Hong Lie. Sebagai bandar judi, pendapatannya satu malam mencapai puluhan juta. Ia menikmati gaya hidup mewah. Tapi ironisnya, kekayaan itu habis pula di dunia judi. Ia frustasi, dan sebagai pelampiasannya justru bermain judi di Genting, Makau, Chistmas, Hongkong maupun Las Vegas. Ia kalah milyaran rupiah.
Dalam kebangkrutan itu, ia menemukan hikmah kehidupan yang sangat mendasar. Sejak itulah ia mendalami Islam secara sungguh-sungguh, bahkan di kemudian hari dikenal sebagai da’i.
Lebih jauh, seperti yang tertulis dalam biografi Anton Medan; Pergolakan Jiwa Seorang Mantan Terpidana, buah karya S. Budhi Raharjo, selepas menetapkan pilihan Islam, ia dipercaya sebagai ketua RW di kampungnya. Sebagai abdi masyarakat, ia bekerja sunguh-sunguh. Bahkan ketika harus berhadapan dengan lurah yang diskriminatif terhadap warganya, ia bersedia melawan dan merelakan jabatan ketua RW yang ia sandang. Atas kesediaan berkorban ini, masyarakat di sekelilingnya makin simpatik padanya. Demikianlah perjalanan hidup Anton Medan.
Pranala luar
- (Indonesia) "Bulan Madu Keliling LP", diakses 23 Desember 2005