Muhammad Fudoli
Mohammad Fudoli (8 Juli 1942 – 6 November 2007) adalah salah satu tokoh sastra Indonesia yang dikenal sebagai cerpenis beraliran sufisme.[1] Nama lengkapnya ialah Dr. Hj. Mohammad Fudoli Zaini. Mohammad Fudoli mulai merintis kariernya tahun 1960, karya yang dihasilkan berbentuk cerita pendek dan artikel tentang perkembangan sastra. Sebagian besar karyanya diterbitkan majalah Horison. Dia dikenal sebagai penulis yan sangant teliti, sabar dan halus dalam mengemukakan permasalahan yang terkesan singkat tetapi tiba-tiba pada akhir cerita mengejutkan pembaca karena menampilkan adegan tragis. Fudoli pernah mendapat penghargaan dari majalah Horison atas cerita pendeknya yang berjudul Si Kakek dan Burung Dara. Cerita pendeknya Sisifus memperoleh Hadiah Harapan dalam Sayembara Penulisan Cerita Pendek tahun 1978. Salah satu ciri kepengarangan Fudoli adalah bahwa dia cerpenis yang banyak memaparkan latar luar negeri yakni di alam Timur Tengah dan sebagaian cerpennya mengisahkan keimanan para tokohnya.
Muhammad Fudoli | |
---|---|
Lahir | Muhammad Fudoli 8 Juli 1942 Sumenep, Madura Masa Pendudukan Jepang |
Meninggal | 6 November 2007 Surabaya, Jawa Timur, Indonesia | (umur 65)
Kebangsaan | Indonesia |
Pendidikan | Universitas Al-Azhar |
Pekerjaan | Sastrawan, cerpenis |
Suami/istri | Habibah Abdulah Sidik
(m. 1973; meninggal 2007) |
Anak | Zahra Fudoli Latifah Fudoli Muhammad Habib Fudoli |
Biografi
Setelah lulus sekolah menengah atas, Muhammad Fudoli melanjutkan studinya ke Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel, Surabaya dan tamat tahun 1966 kemudian ia berangkat ke Kairo untuk melanjutkan studinya di Al Azhar dalam bidang hukum Islam (syariah) dan filsafat. Selain itu, ia juga mendalami sejarah Islam dan sastra pada Institute of Islamic Studies, dan Institute of Arabics Studies atas beasiswa dari pemerintah Republik Persatuan Arab dan berhasil menamatkannya tahun 1968. Setelah tamat, ia berada di luar negeri, antara lain di Kairo untuk bekerja sebagai pegawai di Kedutaan Republik Indonesia (RI) selama 20 tahun. Setelah berada di Indonesia, ia selalu berkecimpung dalam dunia pesantren sehingga menyandang Doktor Pengkajian Islam. Fudoli pernah memperoleh penghargaan dari majalah Horison (1966/1967) atas cerita pendeknya "Si Kakek dan Burung Dara". Cerita pendeknya "Sisifus" memperoleh Hadiah Harapan dalam Sayembara Penulisan Cerita Pendek Horison tahun 1978. Sementara itu, cerita pendeknya "Kemarau", mendapat hadiah hiburan Sayembara Kincir Emas Radio Nederland Wereldomroep 1975, Kumpulan cerita pendek Kota Kelahiran (1985) juga memperoleh hadiah dari Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Buku kumpulan cerita pendek lainnya adalah Lagu dari Jalanan (1982), Potret Manusia (1983), dan Arafah (1985). Kumpulan cerita pendek Arafah (1985) memuat 17 cerita pendek, yakni (1) "Gurun", (2) "Jendela", (3) "Sabir dan Sepeda", (4) "Orang Asing:, (5) "Aktor Gafil", (6) "Perbaringan", (7) "Musimpun akan Berlalu", (8) "Saat itu pun Tibalah", (9) "Lelaki Sepanjang Cornice", (10) "Di Tengah Musim", (11) "Saudara Sepupu", (12) "Ziarah", (13) "Sisifus", (14) "Di Atas dan di Bawah Tangga", (15) "Bom", (16) "Kelahiran", dan (17) "Arafah". Kebanyakan cerpen Fudoli berlatar Timur Tengah dan mengisahkan pengalaman pribadinya. M. Fudoli pernah menulis cerita berjudul "Ratu Setan". Isinya hampir serupa dengan novel Ayat-Ayat Setan karya Salman Rusdhie yang menghebohkan umat Islam di seluruh dunia dan mendapat permasalahan. Akan tetapi, karena pertimbangannya, setelah mengamati proses karier Salman Rusdhie, Fudoli tidak jua menerbitkan novel "Ratu Setan" tersebut (majalah Editor No.48, 5 Agustus 1989). Yang kemudian diumumkannya adalah cerpen, yang berjudul "Batu-Batu Setan" dalam Horison. Hingga tahun 2000 Dr. Mohammad Fudoli menjabat sebagai Direktur Pascasarjana, IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Di samping itu, ia juga mengajar di Fakultas Usuludin. Sebagai penulis sastra, ia sangat mengharapkan adanya wadah yang mampu menampung karya sastra yang bernafaskan Islam. Fudoli merasa khawatir dan ingin menghapus kehadiran film asing berkebudayaan Barat sekalipun film tersebut merupakan film unggulan dan mendapat penghargaan. Contohnya film "Tangan-Tangan Kotor", yang meraih Lummumba Award dan Bandung Award dalam FFAA III, menurutnya, film tersebut dapat merusak nilai ketuhanan yang harus kita jaga demi keutuhan Pancasila di negeri ini. Dia bercita-cita mengumpulkan penulis karya sastra bernapaskan keislaman yang mendapat biaya penuh dari Pemerintah, sehingga penulis tersebut menghasilkan karya yang baik dan bermanfaat untuk menumbuhkan rasa ketuhanan bagi pembacanya. Ternyata apa yang dicita-citakannya terwujud dan ia mendapat tugas sebagai ketua umum penerbitan majalah Sufi yang didirikan oleh Amal Alghozali dan Mohamad Lukman Hakim hingga tahun 2000. Motto majalah tersebut ialah "Menuju Jalan Ilahi".
Rujukan
- ^ Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (2003). Ensiklopedia Sasatra Indonesia Modern. Bandung: Rosdakarya.