Abah Sepuh

Revisi sejak 13 Agustus 2017 07.20 oleh Rachmat-bot (bicara | kontrib) (cosmetic changes)

Syaikh Abdullah Mubarok
LahirSyaikh Abdullah Mubarok
1836
Cicalung, Kecamatan Tarikolot, Kabupaten Sumedang, Hindia Belanda
Meninggal25 Januari 1956
Indonesia Tasikmalaya
Nama lainAbah Sepuh
PekerjaanUlama
Dikenal atasThariqah Qadiriyah Naqshabandiyah
Anak
Orang tua* Raden Nura Pradja alias Nur Muhammad alias Eyang Upas (ayah)
  • Emah (ibu)

Biografi

Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau yang biasa di panggil Abah Sepuh, lahir tahun 1836 di kampung Cicalung Kecamatan Tarikolot Kabupaten Sumedang (sekarang, Kp Cicalung Desa Tanjungsari Kecamatan Pagerageung Kabupaten Tasikmalaya) dari pasangan Raden Nura Pradja (Eyang Upas, yang kemudian bernama Nur Muhammad) dengan Ibu Emah. Ia dibesarkan oleh uwaknya yang dikenal sebagai Kyai Jangkung.

Sejak kecil, ia sudah gemar mengaji atau mesantren dan membantu orang tua dan keluarga, serta suka memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Setelah menyelesaikan pendidikan agama dalam bidang akidah, fiqih, dan lain-lain di tempat orang tuanya. Di Pesantren Sukamiskin, Bandung, ia mendalami fiqih, nahwu, dan sorof. Ia kemudian mendarmabaktikan ilmunya di tengah-tengah masyarakat dengan mendirikan pengajian di daerahnya dan mendirikan pengajian di daerah Tundagan, Tasikmalaya. Ia kemudian menunaikan ibadah haji yang pertama.

Walaupun Syaikh Abdullah Mubarok telah menjadi pimpinan dan mengasuh sebuah pengajian pada tahun 1890 di Tundagan, Tasikmalaya, ia masih terus belajar dan mendalami ilmu Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah kepada Mama Guru Agung Syaikh Tolhah bin Talabudin di daerah Trusmi dan Kalisapu Cirebon. Setelah sekian lamanya pulang-pergi antara Tasikmalaya - Cirebon untuk memperdalam ilmu tarekat, akhirnya ia memperoleh kepercayaan dan diangkat menjadi Wakil Talqin. Sekitar tahun 1908 dalam usia 72 tahun, ia diangkat secara resmi (khirqoh) sebagai guru dan pemimpin pengamalan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah oleh Syaikh Tolhah. Ia juga memperoleh bimbingan ilmu tarekat dan (bertabaruk) kepada Syaikh Kholil, Bangkalan Madura, dan bahkan memperoleh ijazah khusus Shalawat Bani Hasyim.

Karena situasi dan kondisi di daerah Tundagan kurang menguntungkan dalam penyebaran Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, ia beserta keluarga pindah ke Rancameong Gedebage dan tinggal di rumah Haji Tirta untuk sementara. Selanjutnya ia pindah ke Kampung Cisero (sekarang Cisirna) jarak 2,5 km dari Dusun Godebag dan tinggal di rumah ayahnya. Pada tahun 1904 dari Cisero Abah Sepuh beserta keluarganya pindah ke Dusun Godebag.

Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad kemudian dan bermukim dan memimpin Pondok Pesantren Suryalaya sampai akhir hayatnya. Ia memperoleh gelar Syaikh Mursyid. Dalam perjalanan sejarahnya, pada tahun 1950, Abah Sepuh hijrah dan bermukim di Gg Jaksa No 13 Bandung. Sekembalinya dari Bandung, ia bermukim di rumah Haji Sobari Jl. Cihideung No. 39 Tasikmalaya dari tahun 1950-1956 sampai ia wafat.

Setelah menjalani masa yang cukup panjang, Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad-sebagai Guru Mursyid Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah dengan segala keberhasilan yang dicapainya melalui perjuangan yang tidak ringan, dipanggil Al Khaliq kembali ke Rahmatullah pada tanggal 25 Januari 1956, dalam usia 120 tahun. Ia menniggalkan sebuah lembaga Pondok Pesantren Suryalaya yang sangat berharga bagi pembinaan umat manusia, agar senantiasa dapat melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta mewariskan sebuah wasiat berupa Tanbih yang sampai saat sekarang dijadikan pedoman bagi seluruh Ikhwan Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah, Pondok Pesantren Suryalaya dalam hidup dan kehidupannya.

Pranala luar

Catatan kaki