Gocah Pahlawan
Tuanku Sri Paduka Gocah Pahlawan, bergelar Laksamana Khoja Bintan,[1] adalah seorang tokoh pendiri Kesultanan Deli dan Kesultanan Serdang di Sumatera Utara.[2][3][4] Menurut kisah tarombo (hikayat) dari Deli dan Serdang, Gocah Pahlawan adalah seorang keturunan bangsa Keling (India),[3] yang dikirimkan oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612[2] untuk memerintah di daerah bekas Kerajaan Aru.[3] Ia diangkat sebagai panglima perwakilan dari Kesultanan Aceh Darussalam di daerah tersebut, untuk melawan pengaruh dari bangsa Portugis dan menjalin persekutuan dengan penduduk setempat, yang umumnya adalah suku Karo.[1][3]
Sumber Deli menyebutkan Gocah Pahlawan berasal dari India dengan nama asil Muhammad Delikhan, sedangkan sumber Serdang menyebutkan ia bernama asli Yazid dan masih keturunan dari raja-raja Bukit Siguntang Mahameru, lalu pergi meninggalkan Pagaruyung dengan menumpang kapal pedagang India.[3] Kedua sumber bersetuju bahwa sebelum ke Deli, Gocah Pahlawan terlebih dahulu terdampar di Pasai, Aceh.[3] Ia lalu membuat jasa kepada Kesultanan Aceh Darussalam dalam peperangan di Bengkulu, Johor, dan Pahang.[3][5] Ia bahkan disebutkan berhasil menawan dua puteri raja Pahang, yaitu Puteri Kamariah dan Puteri Khairul Bariah.[5]
Gocah Pahlawan menikah dengan adik datuk Sunggal, Datuk Itam Surbakti, yaitu salah seorang raja urung (Karo: penguasa daerah) yang terkuat di daerah tersebut (Deli Tua),[2][4] serta bersekutu pula dengan tiga raja urung Karo lainnya,[1] Adik datuk Sunggal tersebut disebutkan bernama Puteri Nang Bulan (Baluan) boru Surbakti,[2][4] dan pernikahan dilakukan pada sekitar tahun 1632.[3] Para raja urung Karo yang telah masuk Islam tersebut, kemudian menganggapnya sebagai pemimpin tertinggi untuk kawasan tersebut.[1] Kerajaan awal pimpinan Gocah Pahlawan didisebut dengan nama Kerajaan Bintan.[1] Wilayahnya sejak dari batas Tamiang sampai Sungai Rokan Pasir Ayam Denak.[3] Dengan bantuan para raja urung Karo, ia memantapkan kekuasaannya di Percut dan wilayah lainnya di Deli.[3]
Gocah Pahlawan wafat tahun 1641,[3] makamnya terdapat di Batu Jergok, Deli Tua.[4] Kekuasaannya lalu diteruskan oleh anaknya, Tuanku Panglima Perunggit.[3]
Lihat pula
Referensi
- ^ a b c d e Budisantoso, S. (1986). Masyarakat Melayu Riau dan kebudayaannya. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Riau.
- ^ a b c d Perang Sunggal, 1872-1895. D.T. Gembak. 1988.
- ^ a b c d e f g h i j k l Ikhsan, Edy (2015). Konflik Tanah Ulayat dan Pluralisme Hukum: Hilangnya Ruang Hidup Orang Melayu Deli. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 9789794619377.
- ^ a b c d Putro, Brahma (1981). Karo, dari jaman ke jaman. Yayasan Massa Cabang Medan.
- ^ a b Aiyub; Lubis, Z. Pangaduan; Isa, D. Syahrial; (Indonesia), Proyek Pembinaan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah-Jakarta (2000). Sejarah pertumbuhan sastra Indonesia di Sumatera Utara. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional.