[1]Sejarah dan Budaya Desa Bendokaton Kidul Kecamatan Tayu Kabupaten Pati
Salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Tayu yaitu bernama Desa Bendokaton Kidul. Batas wilayah Desa Bendokaton Kidul sebelah utara berbatasan dengan desa Purwokerto, sebelah timur berbatasan dengan desa Kedungbang, sebelah selatan berbatasan dengan desa Jembulwunut Kecamatan Gunungwungkal dan sebelah barat berbatasan dengan desa Ngablak Kecamatan Cluwak. Desa Bendokaton Kidul dikenal dengan desa yang letaknya paling ujung di Kecamatan Tayu. Luas tanah Desa Bendokaton Kidul yaitu 134.700 km2 yang terdiri atas sawah, karas, tegalan, kuburan, sungai, tanah negara dan rumah warga. Biasanya tegalan ditanami dengan jagung, kacang, tela, pohon rambutan, pohon durian dan pohon matoa. Sedangkan sawah ditanami dengan padi, Jagung, Ketela, Tebu, Kacang-kacangan. Jumlah penduduk keseluruhannya yaitu 1.748 jiwa dengan 533 Kepala Keluarga. Jumlah penduduk laki-laki 877 jiwa dan jumlah penduduk perempuan ada 871 jiwa. Desa Bendokaton Kidul terdiri dari 3 RW dan 13 RT yang mana RW 1 bernama dukuh Mbak Leber terdiri dari 4 RT, kemudian RW 2 bernama dukuh Kalicili yang terdiri dari 5 RT dan RW 3 bernama dukuh Ngrambutan yang terdiri dari 4 RT. Mayoritas penduduk dari Desa Bendokaton Kidul bekerja sebagai buruh tani. Awal mula berdirinya desa Bendokaton Kidul sendiri menurut berbagai narasumber yaitu diawali dengan adanya dua tokoh kakak beradik yang bernama Singoyudo dan Singojoyo. Asal dari kakak-beradik ini merupakan anak dari kepala desa atau petinggi Bangkol. Agar tidak terjadi saling iri, kedua kakak-beradik ini mendapat dua bagian wilayah kekuasaan yang berbeda yaitu Singoyudo di bagian selatan sungai dan Singojoyo berkuasa di bagian wilayah utara sungai. Di tengah sungai yang membatasi wilayah kedua kakak beradik tersebut terdapat sebuah pohon Bendo yang besar, yang bentuknya seperti pohon karet. Konon pohon tersebut terkadang tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Letak dari pohon tersebut terdapat di bagian selatan sungai yang kemudian dinamakan dengan nama desa Bendokaton Kidul dibawah kekuasaan wilayah Singojoyo. Sedangkan Singoyudo memberikan daerah kekuasaannya dengan nama desa Purwokerto yang memiliki dukuh bernama Bendokaton. Dukuh Bendokaton tidak lain merupakan perbedaan dari Bendokaton Kidul yang asalnya berada di utara atau dalam bahasa Jawanya yaitu Lor. Singojoyo adalah seorang petualang dan pengembara yang kemudian bertemu dengan tokoh muda yang dapat dipercaya. Ia bernama Rono Astro. Karena ia adalah orang yang dapat dipercaya oleh Singojoyo, maka Rono Astro diangkat dan dijadikan petinggi pertama di desa Bendokaton Kidul. Istilah petinggi merupakan istilah dari Kepala Desa yang digunakan pada zaman dahulu, meskipun sampai sekarang istilah petinggi masih sering digunakan oleh masyarakat sekitar desa Bendokaton Kidul untuk menyebut ibu atau bapak kepala desa. Pemerintahan Rono Astro sudah ada sejak sebelum tahun 1945. Para perangkat pada saat itu disebut dengan petinggi, carik, tuwowo, mudin, bayan dan petengan. Rono Astro sendiri memiliki seorang kakak yang bernama Tirto Wijoyo, ia memiliki anak yang bernama Soetomo. Kemudian petinggi selanjutnya yaitu diserahkan kepada Soetomo setelah Rono Astro yang kemudian beliau mengikuti pemilihan Kepala Desa dan terpilih. Pemerintahan Sutomo dimulai pada tahun 1945-1988. Di sisi lain masyarakat desa Bendokaton Kidul juga senang dengan pemerintahan Sutomo karena beliau dikenal dengan sifatnya yang merakyat. Setelah pemerintahan Sutomo selesai, kemudian diajukan anak dari Sutomo yang bernama Waluyo Utomo untuk diikutkan pemilihan kepala desa yang baru. Waluyo Utomo sendiri sebelumnya bekerja sebagai PNS di dinas transmigrasi. Beberapa tandingan pun kalah dan Waluyo Utomo anak dari Sutomo terpilih menjadi kepala desa selanjutnya dengan periode 1988-2008. Setelah periode Waluyo Utomo selesai, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan kepala desa yang mana istri dari Waluyo Utomo yang bernama Titik Wahyuni yang maju menjadi kepala desa dan memenangkan pemilihan kepala desa. Periode Titik Wahyuni dimulai dari tahun 2008-2019. Kebijakan petinggi desa Bendokaton Kidul dalam pembagian upah kepada para perangkat desa yaitu dengan penghasilan dari tanah bengok yang merupakan tanah milik desa. Pengelolaan dari tanah bengkok sendiri diserahkan kepada para penduduk desa Bendokaton Kidul sebagai penggarap. Dari sejumlah tanah tersebut tidak dipersewakan namun petinggi mempergunakan para penduduk desa untuk mengolah tanah bengkok tersebut. Jadi tanah tersebut dapat dibagi-bagikan dan dikerjakan oleh penduduk desa sendiri dengan sistem garap. Sehingga dapat menyerap tenaga kerja dari penduduk desa sendiri sebagai buruh tani yang sebelumnya memburuh tani di desa lain dan kemudian menetap di desa sendiri. Ketiga nama dukuh yang berbeda di setiap RW-nya juga memiliki cerita sendiri. Namun sayangnya terjadi beberapa versi dalam asal muasal penamaan ketiga dukuh di desa Bendokaton Kidul. Masyarakat desa Bendokaton Kidul juga memiliki kepercayaan dan tradisi yang sudah diturunkan dari para leluhur kepada mereka yang kemudian menjadi kepercayaan masyarakat desa yang beberapa wajib dan tidak wajib dilakukan. Beberapa diantaranya ialah: 1. Sedekah Bumi & Ancak Sedekah Bumi merupakan kebudayaan yang sudah ada sejak zaman dahulu dan hukumnya wajib bagi para penduduk desa untuk merayakannya. Sedekah Bumi merupakan tradisi dan peringatan mengenai syukuran akan hasil bumi setiap satu tahun sekali. Bagi penduduk, bumi yang selama ini telah digunakan sebagai hal apapun wajib di selameti dan di syukuri dengan mengadakan perayaan yang diesebut dengan Sedekah Bumi. Setiap tahun sekali Sedekah Bumi pasti selalu dilaksanakan dan tidak pernah ditinggal. Menurut kepercayaan jika Sedekah Bumi tidak dilaksanakan akan terjadi sebuah bencana yang melanda desa. Sedekah Bumi dilakukan setiap hari Sabtu pon di bulan apit secara Islam, harus pada hari itu dan tidak bisa diganti. Menurut beberapa sumber hari Sabtu pon dipilih sesuai dengan hari lahirnya desa Bendokaton Kidul. Pernah pada beberapa tahun yang lalu, diganti hari karena mengikuti kehendak ketoprak yang bisa bermain di selain hari sabtu lalu terjadilah kerusuhan. Maka dari itu, karena sudah tersugesti akan kepercayaan bahwa Sedekah Bumi harus dilakukan pada hari Sabtu pon penduduk desa tidak berani lagi untuk mengganti hari untuk menghindari kerusuhan. Selain karena Sabtu pon hari baik, mantan kepala desa Sutomo menjelaskan secara logika bahwa hari Sabtu merupakan malam Minggu dimana para anak sekolah libur pada hari besoknya. Setiap diadakannya Sedekah Bumi setiap RW akan membuat Ancak. Ancak adalah sebuah persuguhan yang dibentuk serupa dengan miniatur rumah. Biasanya Ancak diisi dengan jajanan yang berasal dari hasil bumi seperti apem, tela, nogosari dll. Desa Bendokaton Kidul memiliki 3 RW maka Ancak yang wajib dibuat berupa 3 buah. Ancak dari RW 1 untuk dikeroyok oleh masyarakat dan beberapa jajanan yang terdapat pada Ancak harus dijatuhkan pada tanah. Sedangkan untuk dua Ancak lainnya yang berasal dari RW 2 dan RW 3 dimasukan di rumah Kepala Desa untuk disajikan pada bintang tamu yang mengisi pada panggung yang diadakan di malam hari. Biasanya Sedekah Bumi mengundang Ketoprak untuk puncak acara dan tontonan para warga di malam hari. Acara Sedekah Bumi pada siang harinya diisi dengan arak-arakan Ancak, Barongan, Drumband, Rebana dsb. Setiap RW selalu menyediakan dan mengeluarkan berbagai hiburan untuk arak-arakan tersebut Arak-arakan dilakukan mengelilingi desa Bendokaton Kidul. Banyak masyarakat desa yang antusias pada acara Sedekah Bumi, bahkan masyarakat desa lain ikut serta meramaikan acara dan datang berbondong-bondong untuk melihat acara Sedekah Bumi.
2. Kelampok
Kelampok merupakan nama sebuah tempat yang dianggap angker oleh masayarakat desa Bendokaton Kidul. Dinamakan Kelampok karena di tempat tersebut terdapat pohon jambu yang bernama Kelampok. Menurut cerita warga, pohon tersebut sudah pernah ditebang tetapi tumbuh kembali. Letak Kelampok terdapat di perbatasan antara dukuh Kalicili dan dukuh Ngrambutan. Tempat tersebut juga memiliki sumur yang memiliki air jernih namun sayangnya sumur tersebut sekarang tertutup dengan tanah. Pada zaman dahulu banyak masayarakat yang mengambil air jernih tersebut yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit atau tradisi lainnya. Beberapa tahun yang lalu sumur tersebut juga sempat dikeduk dan ditemukan pada dasar sungai tersebut terdapat batu yang tertata rapi. Kedalaman sumur tersebut sekitar 2 meter.
Menurut beberapa narasumber Kelampok adalah sebuah Punden. Zaman dahulu saat Singoyudo membabat alas dari desa Bendokaton Kidul sampai ke Rembang dan beliau bertemu dengan Bupati Rembang. Anak dari Bupati Rembang adalah seorang pesinden. Anak tersebut dikabarkan tidak pernah pulang, kemudian Singo Yudo bercerita kepada Bupati Rembang tersebut bahwa anak tersebut berada di Kelampok desa Bendokaton Kidul. Pesinden tersebut bernama Den Ayu Sekar Melati. Kelampok merupakan tempat peristirahatannya. Mitos yang dipercaya warga bila Ketoprak yang diundang pada acara Sedekah Bumi membelakangi tempat tersebut, dipercaya akan terjadi hujan meskipun pada musim kemarau. Karena peristiwa tersebut sudah pernah terjadi.
3. Wayang Wong Salah satu tokoh kebudayaan yang masih bertahan di Desa Bendokaton Kidul adalah Rustam Hadi yang merupakan pelatih kelompok Wayang Orang Ande-Ande Lumut bernama kelompok Wahyu Tresno Budaya. Wayang orang merupakan kesenian drama panggung klasik yang diiringi dengan gending gamelan. Namun karena semakin majunya zaman kemudian adanya pembaruan iringan lagu diganti menggunakan kaset. Meskipun merupakan seorang pendatang di Desa Bendokaton Kidul pada tahun 1971 namun hingga tahun 2017 beliau masih aktif melatih Wayang Orang di berbagai tempat. Selain itu beliau juga menyewakan beberapa pakaian ketoprak. Beliau juga mengabdi pada desa dengan mendaftar sebagai perangkat desa yang telah purna tugas pada Januari 2017. Beberapa tahun sebelumnya terdapat generasi muda yang dilatih untuk tampil di Sedekah Bumi desa, bahkan tim KKN Undip tahun 1990-an ikut serta memeriahkan dengan tampil sebagai Wayang Orang yang dilatih oleh bapak Rustam Hadi. Sayangnya pada tahun 2017 sudah tidak ada generasi penerus. Para generasi penerus di desa banyak yang sedang melanjutkan kuliah. Tetapi beliau masih melanjutkan pekerjaannya sebagai pelatih Wayang Orang di desa lain dan diundang pada acara desa lain. Permasalahan lainnya juga semakin minimnya minat penonton terhadap kesenian Wayang Orang.
4. Barongan Barongan merupakan kesenian yang mirip dengan reog yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Barongan merupakan topeng kayu yang dibuat dengan kayu Lo yang dipermainkan pada saat Sedekah Bumi dan memiliki pakaiannya sendiri. Penampilan Barongan juga menggunakan iringan lagu. Tapi untuk membuat mainan Barongan, pembuatannya hanya menggunakan kayu randu yang banyak diminati oleh para anak-anak bahkan orang tua. Biasanya mainan Barongan dijual saat Sedekah Bumi yang bertujuan untuk meramaikan arak-arakan. Barongan biasanya ditanggap dalam semalam, dalam pertunjukannya terkadang Lakon dari Barongan mengalami kesurupan. Lakon Barongan biasanaya menyenangkan ratu yang bernama Panji Asmoro Bangun yang merupakan pasangan dari Klenting Kuning Condro Kirono yang kemudian digandrung oleh Ratu Sabrang namun ditolak. Lalu terjadilah peperangan. Lakon dalam Barongan tidak menentu tetapi pemain Ande-Ande Lumut ada 20 orang. Salah satu pemain dan pengerajin Barongan adalah bapak Wanto yang tinggal di dukuh Ngrambutan. Beliau lahir pada tahun 1942 dan sekarang berumur 75 tahun. Menurut pengalamanya beliau telah bermain Barongan di berbagai wilayah seperti Juwana. Beliau juga memiliki gong pencak dan Barongan asli yang biasa disewakan disaat arak-arakan. Sisa dari pemain Barongan di Dusun Ngrambutan ada tiga orang termasuk Mbah Wanto. Dalam pembuatan Barongan beliau harus tirakat selama 40 hari tidak makan garam dan nasi putih. Jika tidak ditirakati Barongan akan bergerak sendiri atau dirasuki makhluk halus menurutnya. Mbah Wanto juga memiliki kartu anggota kesenian yang resmi dari pemerintah Kabupaten Pati sebagai pemain Barongan. Sayangnya minat dari warga atau generasi penerus untuk memainkan Barongan minim.
5. Mandiling Dahulu sempat ada perkumpulan Mandiling di Desa Bendokaton Kidul yang salah satu anggotanya masih ada yaitu bapak Muhduri. Beliau memainkan Mandiling di desa Bendokaton Kidul sekitar umur 18 tahun. Karena permasalahan agama yang sangat minim pada desa, maka dibentuklah Mandiling oleh para pemuda di desa Bendokaton Kidul. Sayangnya kelompok Mandiling yang dibentuk hanya berjalan selama satu tahun. Karena para anggotanya harus mengaji. Para pemuda membentuk Mandiling hanya untuk hiburan saja meskipun sempat diundang pada berbagai hajatan seperti syukuran, kondangan dan sunatan. Kelompok Mandiling juga sempat ikut serta memeriahkan Sedekah Bumi. Uang yang diterima dari berbagai pentas biasanya dimasukan dalam kas. Mandiling merupakan kesenian yang mirip dengan gambus dansa baris-berbaris yang mirip dengan kesenian Arab dan memiliki penyanyi. Bapak Warno bergabung dalam perkumpulan kesenian Mandiling pada tahun 1957, sedangkan beliau kelahiran tahun 1939. Jumlah anggota dari kelompok Mandiling ada 25 orang termasuk penabuhnya. Ketua pertama kelompok Mandiling adalah bapak Suyoto. Sayangnya kelompok Mandiling hanya bertahan selama satu tahun dn kemudian bubar. Sangat jarang sekali generasi penerus dalam desa Bendokatn Kidul mengerti mengenai Mandiling dan sayangnya tidak ada yang meneruskannya sama sekali.
6. Rebana Klasik Rebana Klasik merupakan kesenian yang mirip seperti qosidahan tapi berpakaian seperti busana pemain terbangan. Salah satu tokoh Rebana Klasik di Desa Bendokaton Kidul adalah bapak Warno warga dukuh Kalicili. Beliau bermain Rebana Klasik sejak umur 20 tahun di Desa Bednokaton Kidul. Pemain dari alat musik Rebana Klasik ada 23 orang, pembagiannya yaitu 6 orang memegang terbangan dan 1 orang memegang bedug. Alat Rebana Klasik terdiri dari terbang, teplak, gedug, cikcer dan mike. Mulai pembentukan kelompok Rebana Klasik di desa Bendokaton Kidul pada tahun 1967-an. Kelompok Rebana Klasih desa Bendokaton Kidul sudah sering diundang dalam acara hajatan, selain itu kelompok ini juga mengikuti berbagai lomba hingga ke tingkat kecamatan. Kemudian kelompok ini juga sering tampil pada acara Sedekah Bumi di desa, karena setiap RT selalu mengeluarkan grup masing-masing. Kelompok Rebana Klasik bapak Warno biasanya bermain di Mushola Darul Huda. Regenerasi kelompok Rebana Klasik biasanya dengan mengadakan arisan pada kelompok yang dikenakan per-orangnya sebesar 15.000 rupiah per-bulan. Pembagiannya yaitu dengan 1.000 rupiah dimasukan uang kas mushola, 4.000 rupiah untuk membeli seragam dan sisanya 10.000 rupiah untuk kegiatan ziaroh. Untuk perbaikan alat, harga satu alat terbang sebesar 350.000 rupiah.
7. Kentrung Kentrung merupakan cerita rakyat yang menggambarkan rakyat atau penduduk sendiri, kemudian dari cerita tersebut diambil hikmahnya. Seperti menggambarkan kehidupan masa kini yang dapat dipetik nilai kehidupannya. Salah satu contohnya seperti kisah dari Roro Jonggrang.
8. Pancen Pancen merupakan sebuah kepercayaan beberapa masyarakat di desa Bendokaton Kidul. Pancen merupakan ritual atau tradisi memeberi doa kepada leluhur yang sudah meninggal dunia. Memberikan kesenangannya saat masih hidup seperti contoh makanan yang disenangi lalu diletakan di pojok rumah. Istilahnya menghormati leluhur yang telah tiada. Tradisi ini merupakan peninggalan kebudayaan para leluhur zaman dahulu.
9. Wiwit Tradisi lainnya yaitu Wiwit. Wiwit adalah sebuah tradisi jika akan panen padi atau hasil panen harus diwiwiti atau diadakan bancaan. Biasanya Wiwit dilakukan disaat awal permulaan mau panen. Contohnya saat paginya panen, malam harinya bancaan ayam.
- ^ sejarah desa bendokaton kidul tayu pati