Geng motor

subkultur sepeda motor
Revisi sejak 12 Oktober 2017 22.57 oleh Anatolia.kr (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi ''''Geng motor''' adalah bagian dari suatu kultur (subkultur) masyarakat yang terbentuk dari umumnya remaja putra atau pemuda dengan latar belakang sosial, daerah, atau...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Geng motor adalah bagian dari suatu kultur (subkultur) masyarakat yang terbentuk dari umumnya remaja putra atau pemuda dengan latar belakang sosial, daerah, atau pun sekolah yang sama, yang mengasosiasikan diri dengan bersepeda motor sebagai wujud ekspresi.

Hampir di setiap daerah di Indonesia, penduduknya memiliki setidaknya satu unit sepeda motor per kepala rumah tangga. Faktor ekonomi, lingkungan, serta iklim di Indonesia yang menunjang luasnya penggunaan sepeda motor menjadikan sepeda motor sebagai alat transportasi darat terpopuler di Indonesia. Pergeseran nilai dan pandangan pun muncul berkenaan dengan semaraknya kendaraan roda dua bermotor tersebut. Masyarakat seperti tidak mengenal lagi batas minimal usia pengendara sepeda motor, pada praktiknya. Aturan berkendara yang telah ada ketentuannya, yang sebetulnya dibuat demi keselamatan bermobilisasi, seolah hanya berlaku di “jalan besar” atau di lokasi yang masuk rentang pantau pihak berwenang, dan menaatinya merupakan suatu keputusan yang bersifat opsional.

Kondisi yang tidak ideal pasti menimbulkan celah yang termanifestasi dalam pelbagai fenomena sosial. Lemahnya kedisiplinan berlalu-lintas merupakan celah, yang karenanya membuka peluang seperti contohnya kehadiran geng motor di tengah masyarakat. Kelompok ini selalu datang dengan pemberitaan mengenai kegiatannya yang mengarah pada kenakalan remaja dan pelanggaran hukum.

Kelahiran geng motor rata-rata diawali dari kumpulan remaja yang gemar melakukan balapan liar dan aksi-aksi menantang bahaya pada malam menjelang dini hari di jalan raya. Komunikasi dan interaksi sosial diantara mereka pada akhirnya menghasilkan cara pandang, pola berpikir, hingga tujuan yang sama.[1]

Lingkungan sosial yang tidak kondusif dan pendidikan karakter yang gagal, menghasilkan sumber daya manusia yang tidak memiliki ciri khas dalam kepribadian yang mampu menjadi identitasnya sehingga dapat dibedakan dengan individu lain, serta rasa tanggung jawab,[2] oleh sebab itu mudah terombang-ambing kemudian terarahkan menuju pergaulan yang salah.

Tidak hanya di Indonesia, keberadaan geng motor juga ditemukan di negara asal korporasi multinasional pabrikan sepeda motor bermacam-macam brand yang dipakai di Indonesia. Geng motor yang dikenal dengan Bosozoku itu secara periodik telah membuat keributan sejak era 70an di Jepang.[3] Berangkat dari kultur yang berbeda, fenomena sosial yang sama memerlukan analisis dari tinjauan yang berbeda untuk sampai pada faktor yang melatarbelakanginya.

  1. ^ Gani, Nur Salwiyani; Unde, Andi Alimuddin (2017-06-11). "BEGAL DAN KERESAHAN MASYARAKAT (JARINGAN KOMUNIKASI KELOMPOK ANARKIS DI KOTA MAKASSAR)". KAREBA : Jurnal Ilmu Komunikasi. 5 (2): 286–298. ISSN 2088-4117. 
  2. ^ Suharjana (2012-06-25). "KEBIASAAN BERPERILAKU HIDUP SEHAT DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER". Jurnal Pendidikan Karakter (dalam bahasa Inggris). 0 (2). doi:10.21831/jpk.v0i2.1303. ISSN 2527-7014. 
  3. ^ "Nongkrong Bersama Geng Motor Paling Bengis di Jepang". Vice. 2017-08-21. Diakses tanggal 2017-10-12.