Pakubuwana IV

Susuhunan dari Surakarta
Revisi sejak 17 Oktober 2017 06.22 oleh Axsara (bicara | kontrib) (Mengubah kalimat menjadi lebih efisien)

Sri Susuhunan Pakubuwana IV (Bahasa Jawa: Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwono IV) 2 September 1768 – 2 Oktober 1820, adalah raja ketiga Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1788 – 1820. Ia dijuluki sebagai Sunan Bagus, karena naik tahta dalam usia muda dan berwajah tampan.

Sri Susuhunan Pakubuwana IV
Berkas:PBIVsmall.jpg
Pakubuwana IV
Susuhunan Surakarta
Berkuasa17881820
PendahuluSusuhunan Pakubuwana III
PenerusSusuhunan Pakubuwana V
Gubernur JenderalWillem Arnold Alting
Pieter van Overstraten
Johannes Siberg
Albertus Wiese
Herman Willem Daendels
Jan Willem Janssens
G.A.G.Ph. van der Capellen
Gubernur Letnan InggrisLord Minto
Thomas Stamford Raffles
John Fendall
Kelahiran2 September 1768
Hindia Belanda Surakarta, Koloni VOC Belanda
Kematian2 Oktober 1820(1820-10-02) (umur 52)
Hindia Belanda Surakarta, Hindia Belanda
Nama lengkap
Raden Mas Subadyo
WangsaWangsa Mataram
AyahSusuhunan Pakubuwana III
IbuGKR. Kencana
AgamaIslam

Awal Pemerintahan

Nama aslinya adalah Raden Mas Subadya (Bahasa Jawa: Raden Mas Subadyo), putra Pakubuwana III yang lahir dari permaisuri GKR. Kencana, keturunan Sultan Demak. Ia dilahirkan tanggal 2 September 1768 dan naik tahta tanggal 29 September 1788, dalam usia 20 tahun.

Pakubuwana IV adalah raja Surakarta yang penuh cita-cita dan keberanian, berbeda dengan ayahnya yang kurang cakap. Ia adalah pemeluk Islam yang taat dan mengangkat para ulama dalam pemerintahan. Hal ini tentu saja ditentang para pejabat berkecenderungan mistik yang sudah mapan di istana.

Para ulama tersebut mendukung Pakubuwana IV untuk bebas dari VOC dan menjadikan Surakarta sebagai negeri paling utama di Jawa, mengalahkan Yogyakarta.

Peristiwa Pakepung

Keadaan Surakarta semakin tegang. Para pejabat yang tersisih berusaha mengajak VOC untuk menghadapi raja. Pakubuwana IV sendiri membenci VOC terutama atas sikap residen Surakarta bernama W.A. Palm yang korup.

Residen Surakarta pengganti Palm yang bernama Andries Hartsinck terbukti mengadakan pertemuan rahasia dengan Pakubuwana IV. VOC mulai cemas dan menduga Hartsinck dimanfaatkan Pakubuwana IV sebagai alat perusak dari dalam.

VOC akhirnya bersekutu dengan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I untuk menghadapi Pakubuwana IV. Pada November 1790 VOC bersama mereka mengepung Keraton Surakarta. Dari dalam istana sendiri, para pejabat senior yang tersisih ikut menekan Pakubuwana IV agar menyingkirkan para penasihat rohaninya. Peristiwa ini disebut Pakepung.

Pakubuwana IV akhirnya mengaku kalah pada 26 November 1790 dengan menyerahkan para penasihatnya yang terdiri dari para haji untuk dibuang VOC.

Sikap terhadap Yogyakarta

 
Orgel atau kotak musik pemberian dari Kaisar Napoleon I untuk Susuhunan Pakubuwana IV. Sekarang kotak musik ini tersimpan di Museum Radya Pustaka.

Atas prakarsa VOC, maka Pakubuwana IV, Hamengkubuwana I, dan Mangkunegara I bersama menandatangani perjanjian yang menegaskan bahwa kedaulatan Surakarta, Yogyakarta, dan Mangkunegaran adalah setara dan mereka dilarang untuk saling menaklukkan.

Meskipun demikian, Pakubuwana IV tetap saja menyimpan ambisi untuk mengembalikan Mataram-Yogyakarta ke dalam pangkuan Surakarta. Sejak tahun 1800 tidak ada lagi VOC karena dibubarkan pemerintah negeri Belanda. Sebagai gantinya, dibentuk pemerintahan Hindia Belanda yang juga dipimpin seorang gubernur jenderal.

Herman Daendels, gubernur jenderal Hindia Belanda sejak 1808, menerapkan aturan yang semakin merendahkan kedaulatan istana. Dalam hal ini Pakubuwana IV seolah-olah menerima kebijakan itu karena ia berharap Belanda mau membantunya merebut Yogyakarta. Pakubuwana IV juga pandai bersandiwara di hadapan Thomas Raffles, wakil pemerintah Inggris yang telah menggeser pemerintahan Hindia Belanda pada 1811. Sementara itu Hamengkubuwana II (pengganti Hamengkubuwana I) terkesan kurang ramah terhadap bangsa asing.

Pakubuwana IV memanfaatkan kesempatan itu. Ia saling berkirim surat dengan Hamengkubuwana II yang berisi hasutan supaya Yogyakarta segera memberontak terhadap Inggris. Harapannya, Yogyakarta akan hancur di tangan Inggris. Pihak Inggris lebih dulu mengambil tindakan. Pada Juni 1812, Istana Yogyakarta berhasil diduduki dengan bantuan Mangkunegara II dalam peristiwa yang dikenal dengan nama Geger Sepehi. Hamengkubuwana II sendiri ditangkap dan dibuang ke Penang.

Persekutuan dengan Orang-Orang Sepoy

Surat-menyurat antara Pakubuwana IV dan Hamengkubuwana II terbongkar. Pihak Inggris tidak menurunkan Pakubuwana IV dari takhta, tetapi merebut beberapa wilayah Surakarta.

Pakubuwana IV belum juga jera. Pada 1814, ia bersekutu dengan kaum Sepoy dari India, yaitu tentara yang dibawa Inggris untuk bertugas di Jawa. Tentara Sepoy ini diajak Pakubuwana IV untuk memberontak terhadap Inggris, serta menaklukkan Yogyakarta yang saat itu dipimpin Hamengkubuwana III.

Persekutuan ini kandas pada 1815. Sebanyak 70 orang Sepoy yang terlibat pemberontakan diadili pihak Inggris. Sejumlah 17 orang di antaranya dihukum mati. Sedangkan sisanya dipulangkan ke India sebagai tawanan. Thomas Raffles juga membuang seorang pangeran Surakarta yang dianggap sebagai penghasut Pakubuwana IV.

Akhir Pemerintahan

Pakubuwana IV masih menjadi raja Surakarta tanpa diturunkan Inggris. Sebaliknya, ia mengalami pergantian pemerintah penjajah, dari Inggris kembali kepada Belanda pada 1816.

Pakubuwana IV meninggal dunia pada 2 Oktober 1820. Ia digantikan putranya yang bergelar Pakubuwana V. Semasa hidupnya, Pakubuwana IV dikenal sebagai Sinuhun Wali karena ia terkenal sangat dekat dengan kaum ulama.

Selain dikenal sebagai ahli politik yang cerdik, Pakubuwana IV juga terkenal dalam bidang sastra, khususnya yang bersifat rohani. Ia diyakini mengarang naskah Serat Wulangreh yang berisi ajaran-ajaran luhur untuk memperbaiki moral kaum bangsawan Jawa.

Pujangga besar Ranggawarsita mengaku semasa muda ia pernah belajar beberapa ilmu kesaktian kepada Pakubuwana IV. Ranggawarsita sendiri merupakan cucu angkat Pangeran Buminata, adik Pakubuwana IV.

Catatan

Selain Pakubuwana V, ada dua lagi putra Pakubuwana IV yang menjadi raja Surakarta, yaitu Pakubuwana VII dan Pakubuwana VIII.

Kepustakaan

  • Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu

Lihat pula

Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Pakubuwana III
Susuhunan Surakarta
1788-1820
Diteruskan oleh:
Pakubuwana V