Maleo senkawor

spesies burung
Revisi sejak 23 Oktober 2017 15.33 oleh Gerildwira (bicara | kontrib) (asal usul burung maleo menurut buku Konservasi Maleo di Sulawesi)
Maleo Senkawor
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Macrocephalon

Müller, 1846
Spesies:
M. maleo
Nama binomial
Macrocephalon maleo

Maleo Senkawor atau Maleo, yang dalam nama ilmiahnya Macrocephalon maleo adalah sejenis burung gosong berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55cm, dan merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal Macrocephalon.[1][2] Yang unik dari maleo adalah, saat baru menetas anak burung maleo sudah bisa terbang.[3] Ukuran telur burung maleo beratnya 240 gram hingga 270 gram per butirnya, ukuran rata-rata 11 cm, dan perbandingannya sekitar 5 hingga 8 kali lipat dari ukuran telur ayam.[4][5] Namun saat ini mulai terancam punah karena habitat yang semakin sempit dan telur-telurnya yang diambil oleh manusia. Diperkirakan jumlahnya kurang dari 10.000 ekor saat ini.[6]

Dalam Buku “Konservasi Maleo Di Sulawesi”, asal usul burung khas kawasan Wallacea ini disebutkan masih belum jelas. Ada dua teori asal usulnya yaitu bahwa nenek moyang maleo berasal dari Australia dan teori kedua bahwa moyang maleo berasal dari Asia Tenggara sebelum tiba di Australia. Namun persamaan kedua teori itu adalah moyang maleo telah terisolasi di Australia untuk waktu yang lama dan telah berevolusi menjadi burung yang tidak lagi mengerami telurnya sendiri. Maleo kemudian menyebar ke Papua Nugini dan pulau-pulau di sekitar Indonesia Timur.

Ciri-Ciri

Burung ini memiliki bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di atas kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam.[1] [7] [8] Jantan dan betina serupa.[1] Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung jantan.[1]
Maleo Senkawor adalah monogami spesies.[1]

Populasi

Tidak semua tempat di Sulawesi bisa ditemukan maleo. Sejauh ini, ladang peneluran hanya ditemukan di daerah yang memliki sejarah geologi yang berhubungan dengan lempeng pasifik atau Australasia.[1] Populasi burung endemik Indonesia ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi seperti di Gorontalo (Bone Bolango dan Pohuwato) dan Sulawesi Tengah (Sigi dan Banggai).Kesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref> tidak sah; Berdasarkan pantauan di Cagar Alam Panua, Gorontalo[9] dan juga pengamatan di Tanjung Matop, Tolitoli, Sulawesi Tengah, jumlah populasi dari maleo terus berkurang dari tahun ke tahun karena dikonsumsi dan juga telur-telur yang terus diburu oleh warga.[4]

Habitat

Maleo bersarang di daerah pasir yang terbuka, daerah sekitar pantai gunung berapi dan daerah-daerah yang hangat dari panas bumi untuk menetaskan telurnya yang berukuran besar, mencapai lima kali lebih besar dari telur ayam.[10] [5] Setelah menetas, anak Maleo menggali jalan keluar dari dalam tanah dan bersembunyi ke dalam hutan. Berbeda dengan anak unggas pada umumnya yang pada sayapnya masih berupa bulu-bulu halus, kemampuan sayap pada anak maleo sudah seperti unggas dewasa, sehingga ia bisa terbang, hal ini dikarenakan nutrisi yang terkandung di dalam telur maleo lima kali lipat dari telur biasa, anak maleo harus mencari makan sendiri dan menghindari hewan pemangsa, seperti ular, kadal, kucing, babi hutan dan burung elang.[5] [1]

Makanan

Pakan burung ini terdiri dari aneka biji-bijian, buah, semut, kumbang serta berbagai jenis hewan kecil.[1]

Ancaman

Berdasarkan dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, tingkat kematian anak burung yang tinggi, populasi yang terus menyusut serta daerah dimana burung ini ditemukan sangat terbatas. Burung dengan tonjolan atau jambul keras berwarna hitam ini dilindungi melalui PP No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Maleo Senkawor dievaluasikan sebagai terancam punah dengan status "Endangered (EN)" di dalam IUCN Red List.[11] Spesies ini didaftarkan dalam CITES Appendice I.[12]

Predator

Predator yang sering ditemukan pada malam hari adalah ular, soa-soa atau biasa disebut biawak, kucing, anjing, babi, dan tikus.[13] Pada siang hari predatornya adalah elang dan manusia yang sering mengambil telurnya dan menggunakan jerat untuk menangkap satwa maleo. [13]

Catatan Kaki

Pranala luar