Lamun
Lamun atau sejenis rumput yang hidup di dasar laut adalah anggota tumbuhan berbunga yang telah beradaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam lingkungan air asin. Lamun (seagrass adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat tumbuh dengan baik dalam lingkungan laut dangkal[1]. Semua lamun adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat[2]. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae).
Lamun tumbuh berkawanan dan biasa menempati perairan laut hangat dangkal dan menghubungkan ekosistem mangrove dengan terumbu karang. Wilayah perairan laut yang ditumbuhi lamun disebut padang lamun, dan dapat menjadi suatu ekosistem tersendiri yang khas.
Morfologi Umum Lamun
Morfologi lamun sama halnya dengan tumbuhan angiospermae didarat yaitu terdiri dari rhizome (rimpang), daun, dan akar. Rhizome merupakan batang yang terbenam dan merayap secara mendatar dan berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegakkeatas, berdaun dan berbunga, serta tumbuh akar. Dengan rhizome dan akar inilah tumbuhan tersebut mampu menahan hempasan ombak dan arus. Morfologi tumbuhan lamun Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup di laut, yaitu : (1). Mampu hidup di media air asin; (2). Mampu berfungsi normal dalam kondisi normal; (3). Mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang biak; (4). Mampu melakukan penyerbukan dan daun generatif dalam keadaan terbenam. Lamun juga memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem transportasi internal untuk gas dan nutrien, serta stomata, yang berfungsi dalam pertukaran gas, untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung di perairan, tumbuhan lamun dilengkapi dengan ruang udara[3]
Istilah
Istilah lamun untuk seagrass, pertama-tama diperkenalkan oleh Hutomo kepada para ilmuwan dan masyarakat umum pada era tahun 1980-an dalam disertasinya yang berjudul “Telaah Ekologik Komunitas Ikan pada Padang Lamun di Teluk Banten”[4], merupakan satu-satunya kelompok tumbuhan hidup di perairan laut dangkal. Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki kemampuan beradaptasi secara penuh di perairan yang memiliki fluktuasi salinitas tinggi, hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Berbeda dengan rumput laut (seaweed), lamun memiliki akar, batang dan daun sejati sehingga dikategorikan sebagai tumbuhan tingkat tinggi. Lamun juga berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Selain itu lamun dikenal sebagai tumbuhan berrumah dua, yaitu dalam satu tumbuhan hanya ada bunga jantan saja atau bunga betina saja[5]
Penyebaran Lamun
Dua hipotesis yang saling bertolak belakang yang digunakan untuk menjelaskan penyebaran lamun adalah : 1. Hipotesis Vikarians dan 2. hipotesis pusat asal usul. Hipotesis vikarians yang dikemukakan oleh McCoy dan Heck (1976), berdasarkan lempeng tektonik, perubahan iklim, dan juga pertimbangan ekologi seperti kepunahan dan hubungan spesies-habitat. Berdasarkan penyebaran terumbu karang (sklerektinia), lamun, dan mangrove, McCoy dan Heck(1976) menyimpulkan bahwa : pola biogeography lebih baik dijelaskan oleh keberadaan penyebaran biota secara luas pada waktu sebelumnya yang telah mengalami perubahan akibat kejadian tektonik, speciation, dan kepunahan, bersama dengan geologi modern dan teori biogeografi. Sedangkan hipotesis pusat asal usul berpendapat bahwa pola distribusi lamun dapat dijelaskan dari penyebarannya yang merupakan radiasi yang berasal dari lokasi yang memiliki keanekaragaman yang paling tinggi yang disebut pusat asal usul. Hipotesis ini berpendapat bahwa “Malinesia” (termasuk kepulauan Indonesia, Kalimantan-Malaysia, Papua Nugini, dan Utara Australia) merupakan pusat asal usul penyebaran lamun[6]. Pola penyebaran modern dari lamun di barat Pasifik merupakan fungsi dari arus laut dan jarak dari pusat asal usul (Malesia). Datanya menjelaskan bahwa jika mengikuti arus laut utama yang berasal dari pusat asal usul (Malesia) dengan keanekaragaman lamun tinggi, maka akan terjadi penurunan keanekaragaman lamun secara progresif kearah tepi (Jepang, Selatan Quensland, Fiji) yang memiliki lebih sedikit jenis lamun tropis. Yang perlu dicermati bahwa distribusi lamun sepanjang utara-mengalirnya Kuroshio dan selatan-aliran timur arus Australia juga merefleksikan gradient lintang. Hal lainnya adalah penyebaran lamun sepanjang gradient ini juga dipengaruhi oleh temperatur[7].
Ada sekitar 50 jenis lamun yang ditemukan di dunia yang tumbuh pada perairan laut dangkal yang berdasar lumpur atau pasir. Lamun ini terdiri dari dua suku (famili) yaitu suku Potamogetonacea (9 marga, 35 jenis) dan suku Hydrochoraticea (3 marga, 15 jenis). Dari 50 jenis lamun tersebut, ada 12 jenis yangtelah ditemukan di Indonesia yaitu Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, Halophila spinulosa, Halophila minor, Halophila decipiens, Halodule pinifolia, Halodule uninervis. Thalassodendron ciliatum, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides . Di antara ke duabelas jenis lamun tersebut. Thalassendron ciliatum mempunyai sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya. Belitung dan Lombok. Begitu pula Halophila decipiens baru ditemukan di Teluk Jakarta[8]
Faktor-faktor yang mempengaruhi Lamun
- Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme di perairan khususnya lautan, karena pengaruhnya terhadap aktivitas metabolisme ataupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Suhu mempengaruhi proses fisiologi yaitu fotosintesis, laju respirasi, dan pertumbuhan. Lamun dapat tumbuh pada kisaran 5 – 35 ⁰C, dan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25 – 30 ⁰C [9]
- Salinitas. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur, lamun akan mengalami kerusakan fungsional jaringan sehingga mengalami kematian apabila berada di luar batas toleransinya. Beberapa lamun dapat hidup pada kisaran salinitas 10 – 45 ‰ [10], dan dapat bertahan hidup pada daerah estuari, perairan tawar, perairan laut, maupun di daerah hipersaline sehingga salinitas menjadi salah satu faktor distribusi lamun secara gradien[11]
- Kedalaman. Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun hidup pada daerah perairan dangkal yang masih dapat dijumpai sampai kedalaman 40 meter dengan penetrasi cahaya yang masih baik[10]. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia, sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah. Semakin dalam suatu perairan maka intensitas cahaya matahari untuk menembus dasar perairan menjadi terbatas dan kondisi ini akan menghambat laju fotosintesis lamun di dalam air[12].
- Kecerahanan secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan lamun karena berpengaruh terhadap penetrasi cahaya yang masuk ke perairan yang dibutuhkan oleh lamun untuk berfotosintesis. Kecerahan perairan dipengaruhi oleh adanya partikel-partikel tersuspensi, baik oleh partikel-partikel hidup seperti plankton maupun partikel-partikel mati seperti bahan-bahan organik, sedimen dan sebagainya. Cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi lamun di perairan pantai yang keruh[12].
- Substrat. Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat. Padang lamun di Indonesia dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, lumpur berpasir, pasir, pasir berlumpur, puing karang dan batu karang. Hampir semua jenis lamun dapat tumbuh pada berbagai substrat, kecuali pada Thalassodendron ciliatum yang hanya dapat hidup pada substrat karang batu[13].
Jenis-jenis Lamun
- ^ WOOD, E.J.F., W.E. ODUM and J.C. ZIEMAN 1969. Influence of seagrass on the productivity of coastal lagoons. In : Memoirs Symposium International Costeras (UNAM-UNESCO).. Nov’ 28-30-1967: 495-502
- ^ THOMLINSON, P.B. 1974. Vegetative mor-phology and meristem dependence - the Foundation of Productivity in seagrass. Aquaculture 4: 107-130.
- ^ Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. 2006. Laporan Penanaman Lamun di Kepulauan Seribu. BTNKpS. Jakarta.
- ^ Hutomo. 1985. Telaah Ekologi Komunitas Ikan pada Padang Lamun di Teluk Banten. Fakultas Pasca Sarjana. IPB, Bogor
- ^ Sakey, F., Weby, Wagey, T., Bily dan Gerung, S., Grevo. 2015. Variasi Morfometrik pada Beberapa Lamun di Perairan Semenanjung Minahasa. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis 1 (1) :1-7
- ^ Hartog, C.den.1970. Seagrass of the world. North-Holland Publ.Co.,Amsterdam Kikuchi dan J.M. Peres. 1977. Consumer ecology of seagrass beds, pp. 147-193. In P. McRoy and C.Helferich (eds). Seagrass ecosystem. A scientific perspective. Mar.Sci.Vol 4.Marcel Dekker Inc, New York
- ^ Mukai, H., K. Aioi and Y. Ishida, 1980.Distribution and biomass of eelgrass (Zostera marina L.) and other sea grasses in Odawa Bay, Central Japan.Aquat.Bot . 8: 337-342.
- ^ Azkab, Husni. 1999. Pedoman Inventarisasi Lamun. Jurnal Oseana, Volume XXIV, Nomor 1 : 1- 16
- ^ Marsh JA, WC Dennison, RS Alberte. 1986. Effects of Temperature on Photosynthesis and Respiration in Eelgrass (Zostera marina). J. Exp. Mar.Biol. Ecol. 101 : 257-267
- ^ a b Hemminga, M. A. dan Duarte. C. M. 2000. Seagrass Ecology. Cambridge : Cambridge University Press . Australia.
- ^ McKenzie, L. 2008. Seagrass Watch. Prosiding of Workshop for Mapping Seagrass Habitats in North East Arnhem Land, Northern Territory 18- 20 Oktober. Cairns, Australia. Hal : 9–16.
- ^ a b Hutomo, H. 1997. Padang Lamun Indonesia : Salah Satu Ekosistem Laut Dangkal yang belum banyak dikenal. Jurnal Puslitbang Oseanologi–LIPI. Jakarta, Indonesia.
- ^ Kiswara, W dan Hutomo, M, 1985. Habitat dan Sebaran Geografik Lamun. Oseana, Volume X, No 1. LIPI. Jakarta.