Festival Wartburg, adalah festival demokasi yang diselenggarakan di kastil Wartburg, dekat kota Eisenach pada tanggal 18 Oktober 1817. Festival ini dihadiri oleh kurang lebih 500 mahasiswa dan sejumlah profesor dari berbagai Universitas di Jerman. Tujuan festival ini untuk menandai perayaan 300 tahun permulaan Reformasi yang dilakukan oleh Martin Luther dan perayaan ke-4 Pertempuran Leipzig.[1] Festival ini kemudian menjadi ajang demonstrasi untuk memprotes politik reaksioner (berhaluan kolot dan menentang kemajuan) dan sistem negara bagian mini (pada saat itu, negara Jerman dibagi menjadi 34 negara bagian dan 4 kota). Dalam festival ini para pembicara menyuarakan kebebasan dan persatuan negara Jerman.[2] Pada akhir acara, dilakukan pembakaran buku-buku yang berhaluan reaksioner dan simbol-simbol yang berhubungan dengan Napoleon Bonaparte dan anti demokrasi.[3][4]

Arak-arakan mahasiswa menuju kastil Wartburg pada tahun 1817

Sejarah

Kastil Wartburg yang terletak di Eisenach, Thuringia, merupakan salah satu tempat bersejarah, di mana Martin Luther pernah tinggal di kastil ini sebagai tempat pengungsian dan menerjemahkan kitab suci Perjanjian Baru dari Alkitab ke dalam bahasa Jerman.[2] Awal mula Festival ini, dimulai dengan adanya anggota Landsmannschaften, suatu perkumpulan yang melahirkan ide untuk persatuan nasional yang kemudian menjadi gagasan yang semakin menguat. Permintaan ini menemukan momentum yang meyakinkan saat perkumpulan persaudaraan siswa [[[Burschenschaft]]] didirikan oleh siswa Universitas Jena pada tahun 1815. Jenis asosiasi baru ini, memberikan inspirasi bagi penyatuan semua siswa di setiap universitas, untuk menggantikan organisasi Landsmannschaften dan menjadi model untuk Persatuan Jerman.

Para siswa yang datang ke Wartburg datang atas undangan asosiasi persaudaraan siswa dari Universitas Jena. Mereka menggunakan atribut dengan warna : hitam, merah, dan, emas, ide ini berasal dari seragam korps resimen pembebasan yang telah bertempur dalam Perang Pembebasan melawan Napoleon. Warna ini yang kemudian digunakan sebagai bendera Jerman. Pada akhir festival Wartburg, banyak buku yang melambangkan pandangan yang kuno dan kediktatoran dibakar, termasuk Napoleon Code (French Civil Code tahun 1804), Reich Geschichte des deutschen (Sejarah Reich Jerman) oleh August von Kotzebue, yang kemudian dibunuh, dan Germanomanie yang ditulis oleh Saul Ascher.[4]

Visi dari festival ini kemudian membawa benih paham chauvinisme, yang dikenali oleh Heinrich Heine, dengan menulisnya dalam sebuah buku pada tahun 1840, "Di Wartburg, ada semacam Teutonomania (obsesi pada hal-hal yang berbau Jerman) yang sempit, yang sangat menghasilkan kebencian pada orang asing dan menjadi keyakinan yang irasional, dan yang menghasilkan tindakan membakar buku." Pada tahun 1819, pemerintah Konfederasi Jerman melalui Karl Sand membunuh Kotzebue sebagai alasan untuk melarang asosiasi persaudaraan berdasarkan Dekrit Karlsbad, untuk memata-matai universitas, memecat para profesor yang liberal dan menyensor media dengan tujuan untuk menindas sentimen penyatuan Jerman.[5]

Tokoh

Jacob Fries sebagai pemimpin dan pembicara utama dalam arak-arakan ke kastil Wartburg. Dia menganjurkan para mahasiswa yang hadir untuk membakar buku yang mengandung pandangan anti demokratis dan menganjurkan orang-orang terdidik untuk mendukukung Persatuan Jerman. Para profesor pendukung penyatuan Jerman dan para mahasiswa dari berbagai universitas di Jerman.[3]

Hasil dan Pengaruh

Pembakaran buku-buku anti demokrasi dan yang merujuk pada Napoleon. Akibatnya Pemerintah Konfederasi Jerman melarang anggota Burschenschaft dan melakukan tindakan represi terhadap gerakan kaum Liberal yang mendukung penyatuan Jerman. Kemudian muncul Revolusi 1848 yang menuntut berdirinya negara Jerman yang modern.[3]

Referensi