Dirndl
Dirndl adalah pakaian tradisional wanita yang berasal dari daerah pegunungan Alpine, Bavaria, Jerman. Selain Jerman, dirndl juga ditemukan di Austria. Dirndl bisa digunakan sebagai pakaian santai, perayaan-perayaan khusus, kegiatan ke gereja bahkan hingga festival rakyat seperti Oktoberfest yang diadakan setiap tahun di Munich.[1] Rok pada dirndl biasanya dikenakan dari pinggang hingga di bawah lutuh.[2][3]
Sejarah
Pada 1626, Pangeran Elector Maximilian I yang memerintah di Bavaria menerapkan sumptuary law atau dalam Kamus Hukum Hitam dikenal sebagai hukum yang bertujuan untuk menahan orang dari kemewahan atau pemborosan, terutama terhadap pengeluaran berlebihan dalam hal pakaian jadi, makanan dan bahkan perabotan. Salah satu yang diatur dalam hukum ini adalah soal berpakaian. Setiap pakaian menjadi ciri khas dan pembeda setiap penduduk tergantung pada pangkat dan kelas tertentu yang terbagi menjadi tujuh kelompok, mulai dari petani, penduduk kota, pedagang, orang komersial, gender, ksatria hingga kelompok terakhir yakni dokter, bangsawan dan pangeran.[1]
Sejak itu para petani dilarang untuk mengenakan pakaian impor. Mereka juga tidak boleh memakai perhiasan, kecuali cincin pernikahan yang terbuat dari perak. Akan tetapi, para bangsawan boleh mengenakan pakaian impor, perhiasan dan batu yang nilainya bisa mencapai 500 hingga 600 gulden. [1]
Dirndl baru terkenal saat Pangeran Regent Luitpold memerintah Bavaria pada 1886. Sejak itu banyak orang-orang di daerah Pegunungan Alpine yang memakainya. Orang-orang His fondness of the “Miesbacher Gebirgstracht” (Alpine region), which he worn to almost all social events, became the widespread trend among all regions. We could then confidentially acknowledge that he was then a trendsetter of his time all the way still strongly prevalent to present times.
Interestingly, both the traditional attires were devised from the working class, and contrary to the widespread believe, the Dirndl dress didn’t emerge from the Alpine regions but from the domestic servants in the 1800s, initially the dress being called Dirndlgewand – “maid’s dress”. The word Dirndl originates from the Austrian and German dialects, meaning “little girl”.
However, by around 1870 the Dirndl took a form of a fashion statement as a summery dress for the upper class of the city regions, as a better fit to their countryside vacation homes. And from thereon, it became not only a traditional statement to special occasions, but also a fashion statement about the pride of the Bavarian culture.
Referensi
- ^ a b c "History Of The Bavarian Tracht – Dirndl & Lederhosen - FH-Signature". fh-signature.de (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-22.
- ^ Watt, Alice (26 April 2012). "Dirndl Skirts". Elle. London. Diakses tanggal 7 October 2013.
- ^ Dacre, Karen (8 May 2012). "Spin out with springtime's dirndl skirt". London Evening Standard. London. Diakses tanggal 7 October 2013.