René Descartes

filsuf dan matematikawan Prancis
Revisi sejak 30 November 2017 04.44 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

René Descartes (IPA: ʀəˈne deˈkaʀt; 31 Maret 1596 – 11 Februari 1650), juga dikenal sebagai Renatus Cartesius dalam literatur berbahasa Latin, merupakan seorang filsuf dan matematikawan Perancis. Karyanya yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637) dan Meditationes de prima Philosophia (1641).

René Descartes
Lahir(1596-03-31)31 Maret 1596
La Haye, Perancis
Meninggal11 Februari 1650(1650-02-11) (umur 53)
Stockholm, Swedia
KebangsaanPerancis
AliranRasionalisme

Rene Descartes sering disebut sebagai bapak filsafat modern. Rene Descartes lahir di La Haye Touraine-Prancis dari sebuah keluarga borjuis. Ayah Descartes adalah ketua Parlemen Inggris dan memiliki tanah yang cukup luas (borjuis). Ketika ayah Descartes meninggal dan menerima warisan ayahnya, ia menjual tanah warisan itu, dan menginvestasikan uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu franc per tahun. Dia bersekolah di Universitas Jesuit di La Fleche dari tahun 1604-1612, yang tampaknya telah memberikan dasar-dasar matematika modern walaupun sebenarnya pendidikan itu bidang hukum. Pada tahun 1612, dia pergi ke Paris, namun kehidupan sosial di sana dia anggap membosankan, dan kemudian dia mengasingkan diri ke daerah terpencil di Prancis untuk menekuni Geometri, nama daerah terpencil itu Faubourg. Teman-temannya menemukan dia di tempat perasingan yang ia tinggali, maka untuk lebih menyembunyikan diri, ia memutuskan untuk mendaftarkan diri menjadi tentara Belanda (1617). Ketika Belanda dalam keadaan damai, dia tampak menikmati meditasinya tanpa gangguan selama dua tahun. Tetapi, meletusnya Perang Tiga Puluh Tahun mendorongnya untuk mendaftarkan diri sebagai tentara Bavaria (1619). Di Bavaria inilah selama musim dingin 1619-1620, dia mendapatkan pengalaman yang dituangkannya ke dalam buku Discours de la Methode (Russel, 2007:733). Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal pada Eropa abad ke-17 dan 18.

Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendakatan pemikirannya bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berfikir. Ini juga membuktikan keterbatasan manusia dalam berfikir dan mengakui sesuatu yang di luar kemampuan pemikiran manusia. Karena itu, ia membedakan "fikiran" dan "fisik". Pada akhirnya, kita mengakui keberadaan kita karena adanya alam fikir.

Dalam bahasa Latin kalimat ini adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je pense donc je suis. Keduanya artinya adalah:

"Aku berpikir maka aku ada". (Ing: I think, therefore I am) Atau, I think, therefore I exist.

Meski paling dikenal karena karya-karya filosofinya, dia juga telah terkenal sebagai pencipta sistem koordinat Kartesius, yang memengaruhi perkembangan kalkulus modern.

Ia juga pernah menulis buku sekitar tahun 1629 yang berjudul Rules for the Direction of the Mind yang memberikan garis-garis besar metodenya. Tetapi, buku ini tidak komplet dan tampaknya ia tidak berniat menerbitkannya. Diterbitkan untuk pertama kalinya lebih dari lima puluh tahun sesudah Descartes tiada. Dari tahun 1630 sampai 1634, Descartes menggunakan metodenya dalam penelitian ilmiah. Untuk mempelajari lebih mendalam tentang anatomi dan fisiologi, dia melakukan penjajakan secara terpisah-pisah. Dia bergumul dalam bidang-bidang yang berdiri sendiri seperti optik, meteorologi, matematika, dan berbagai cabang ilmu lainnya.

Sedikitnya ada lima ide Descartes yang punya pengaruh penting terhadap jalan pikiran Eropa: (a) pandangan mekanisnya mengenai alam semesta; (b) sikapnya yang positif terhadap penjajakan ilmiah; (c) tekanan yang, diletakkannya pada penggunaan matematika dalam ilmu pengetahuan; (d) pembelaannya terhadap dasar awal sikap skeptis; dan (e) penitikpusatan perhatian terhadap epistemologi.

Karya Filsafat

 
Principia philosophiae, 1685

Pengetahuan yang Pasti

Karya filsafat Descrates dapat dipahami dalam bingkai konteks pemikiran pada masanya, yakni adanya pertentangan antara scholasticism dengan keilmuan baru galilean-copernican. Atas dasar tersebut ia dengan misi filsafatnya berusaha mendapatkan pengetahuan yang tidak dapat diragukan. Metodenya ialah dengan meragukan semua pengetahuan yang ada, yang kemudian mengantarkannya pada kesimpulan bahwa pengetahuan yang ia kategorikan ke dalam tiga bagian dapat diragukan.

1.Pengetahuan yang berasal dari pengalaman inderawi dapat diragukan, semisal kita memasukkan kayu lurus ke dalam air maka akan tampak bengkok.

2.Fakta umum tentang dunia semisal api itu panas dan benda yang berat akan jatuh juga dapat diragukan. Descrates menyatakan bagaimana jika kita mengalami mimpi yang sama berkali-kali dan dari situ kita mendapatkan pengetahuan umum tersebut

3.Logika dan Matematika prinsip-prinsip logika dan matematika juga ia ragukan. Ia menyatakan bagaimana jika ada suatu makhluk yang berkuasa memasukkan ilusi dalam pikiran kita, dengan kata lain kita berada dalam suatu matriks.

Dari keraguan tersebut, Descrates hendak mencari pengetahuan apa yang tidak dapat diragukan. Yang akhirnya mengantarkan pada premisnya Cogito Ergo Sum (aku berpikir maka aku ada). Baginya eksistensi pikiran manusia adalah sesuatu yang absolut dan tidak dapat diragukan. Sebab meskipun pemikirannya tentang sesuatu salah, pikirannya tertipu oleh suatu matriks, ia ragu akan segalanya, tidak dapat diragukan lagi bahwa pikiran itu sendiri eksis/ada.

Pikiran sendiri bagi Descrates ialah suatu benda berpikir yang bersifat mental (res cogitans) bukan bersifat fisik atau material. Dari prinsip awal bahwa pikiran itu eksis Descrates melanjutkan filsafatnya untuk membuktikan bahwa Tuhan dan benda-benda itu ada.

Ontologi Tuhan dan Benda

Berangkat dari pembuktiannya bahwa pikiran itu eksis, filsafatnya membuktikan bahwa Tuhan ada dan kemudian membuktikan bahwa benda material ada.

Descrates mendasarkan akan adanya Tuhan pada prinsip bahwa sebab harus lebih besar, sempurna, baik dari akibat. Dalam pikiran Descrates ia memiliki suatu gagasan tentang Tuhan adalah suatu makhluk sempurna yang tak terhingga. Gagasan tersebut tidak mungkin muncul/disebabkan oleh pengalaman dan pikiran diri sendiri, karena kedua hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak sempurna dan dapat diragukan sehingga tidak memenuhi prinsip sebab lebih sempurna dari akibat. Gagasan tentang Tuhan yang ada dalam kepala (sebagai akibat) hanya bisa disebabkan oleh sebuah makhluk sempurna yang menaruhnya dalam pikiran saya, yakni Tuhan.

Setelah membuktikan adanya Tuhan, Descrates membuktikan bahwa benda material itu eksis. Ia menyatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan ketidakmampuan untuk membuktikan bahwa benda material itu sejatinya tidak ada. Bahkan Tuhan menciptakan manusia untuk memiliki kecenderungan pemahaman bahwa benda material itu eksis. Apabila pemahaman benda material eksis hanya merupakan sebuah matriks kompleks yang menipu pikiran manusia, itu berarti Tuhan adalah penipu, dan bagi Descrates, penipu ialah ketidaksempurnaan. Padahal Tuhan ialah makhluk yang sempurna, oleh karena itu Tuhan tidak mungkin menipu, sehingga benda material itu pastilah ada.

Metafisika

Bagi Rene Descrates, realitas terdiri dari tiga hal. Yakni benda material yang terbatas (objek-objek fisik seperti meja, kursi, tubuh manusia, dan sebagainya), benda mental-nonmaterial yang terbatas (pikiran dan jiwa manusia), serta benda mental yang tak terbatas (Tuhan).

Ia juga membedakan antara pikiran manusia dan tubuh fisik manusia. Pembagian ini juga mengantarkannya pada pembagian keilmuan. Realitas material sebagai ranah bagi keilmuan baru yang dibawa Galileo dan Copernicus, realitas mental bagi keilmuan dalam bidang agama, etika, dan sejenisnya.

Namun, dualismenya ini juga yang kerap kali menjadi kritikan bagi berbagai filsuf lainnya seperti Barkley misalnya. Problem utama dari dualisme tersebut ialah bagaimana pikiran dan tubuh berinteraksi satu sama lainnya. serta terjebak dalam pilihan ekstrem, baginya benda hidup selain manusia (contoh:hewan) tidak memiliki pikiran dan jiwa, sehingga hanya dipandang sebagai bentuk material sama halnya seperti mesin.

Pranala luar