Gereja Kristen Indonesia Bungur
Gereja Kristen Indonesia Bungur atau disingkat menjadi GKI Bungur adalah sebuah bangunan peribadatan umat Kristiani di Jakarta yang masih menggunakan Bahasa Mandarin dalam praktik beribadahnya. Secara spesifik, GKI Bungur berada di Jalan Perniagaan No.1, Jakarta dan dianggap sebagai salah satu gereja paling bersejarah di Indonesia karena mencirikan pengaruh dari Vereenigde Oostindische Compagnie semasa penjajahan kolonial dengan budaya Tionghoa. Cikal bakal berdirinya GKI Bungur telah dimulai sejak tahun 1868 dimana ada 17 orang yang dibaptis dan kemudian menjadi Jemaat Patekoan. Selain menggunakan Bahasa Mandarin dalam praktik ibadahnya, mereka juga merayakan ibadah khusus untuk memperingati Tahun Baru Imlek serta budaya Tionghoa lainnya.
Sejarah
Mula-mula, di Indonesia terjadi misi Kristenisasi yang dikerjakan oleh perkabaran Injil dari Zending Belanda, orang Tionghoa Perantauan dan orang Tionghoa Peranakan.[1] Hubungan antara perkabaran injil dengan keberadaan orang Tionghoa itu bukan lagi menjadi hal yang asing bagi Indonesia. Pada waktu itu, telah berdiri beberapa jemaat Kristen Tionghoa di beberapa kota, seperti Indramayu, Cirebon, Bandung dan Jakarta. [2]Di tahun 1889, pemerintah Hindia Belanda juga mengakui keberadaan mereka dengan pemberian nama “Evangelische Chineesche Gemeente” yang pada tahun 1938 dikenal dengan nama Tionghoa sebagai “Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee Khu Hwee West Java” atau THKTKH-KH West Java[3].
Setelah diakui secara resmi oleh pemerintah, THKTKH-KH West Java mulai melakukan aktivitas peribadatannya. Pada tahun 1868, mereka membatis 17 orang dewasa yang merupakan jemaat Patekoan. Jemaat Patekoan tersebut dianggap sebagai cikal bakal berdirinya GKI Bungur. Ke-17 orang itu juga menjadi anggota inti atau orang yang pertama kali membangun GKI Bungur. Dalam perkembangannya, jemaat Patekoan mengalami kemajuan yang cukup siginifikan. Pada tahun 1950, mereka membeli sebidang tanah seluas 3800 m2 untuk dijadikan tempat ibadah terpisah dengan THKTKH-KH West Java. Sejak bulan April tahun 1952, THKTKH-KH West Java juga berdiri sendiri menjadi sebuah jemaat yang kini disebut GKI Gloria. Kemudian, di tahun 1952 terjadi berkabaran injil di jemaat Patekoan yang dilakukan oleh beberapa pekerja gereja dari Jemaat Pinangsia. Mereka mengabarkan Injil di daerah Pasar Senen yang kemudian di tahun yang sama dianggap sebagai waktu berdirinya GKI Bungur.[4]
Jumlah jemaat yang beribadah ke GKI Bungur lama kelamaan semakin meningkat. Para pemuka agama di gereja itu akhirnya berpikir untuk membentuk susunan majelis jemaat yang bertugas untuk menanungi yayasan gereja. Mereka merasa sudah waktunya untuk mencari tempat ibadah yang permanen yang bertugas untuk menggalang dana untuk pembelia rumah ibadah mereka. Akhirnya, terbentuklah yayasan bernama Yayasan GKI Bungur besar pada tanggal 2 Agustus 1956 dan diketuai oleh Tjuang Oen Tek. Setelah melewati beberapa proses pengumpulan dana, pada bulan Agustus 1956, GKI Bungur berhasil membeli sebidang tanah seluas 2.280 m2 yang terletak di Jalan Bungur, Jakarta. Hanya berselang satu tahun, yakni pada tahun 1957, diadakan kebaktian peresmian yang juga dihadiri oleh Departemen Agama Republik Indonesia sebagai pembimbing masyarakat Kristen. Tempat itu kemudian dijadikan sebagai tempat ibadah tetap jemaat GKI Bungur.[2]
Pada tahun 1963, GKI Bungur tidak memiliki pendeta. Pendeta sebelumnya yang memberitakan Injil melanjutkan studi ke luar negeri, sehingga aktivitas perkabaran Injil sempat terganggu. Mereka juga membuat siasat terkait banyaknya jemaat yang tidak bisa membaca huruf Mandarin. Setiap hari minggu, mereka membuka satu kebaktian yang menggunakan Bahasa Indonesia. Begitu pun tentang kebutuhan ruang-ruang kelas baru akibat bertambahnya anak-anak sekolah yang perlu pengabaran Injil. Di tahun 1970, majelis jemaat memutuskan untuk membangun kelas-kelas baru untuk sekolah minggu.[2]
Visi dan Misi
GKI Bungur memiliki visi "Menjadi Gereja yang Benar, Baik, dan Indah di dalam Kristus".[3]
Ada pun misi GKI Bungur adalah untuk pembaruan hidup dalam keseharian yang diwujudkan melalui tindakan:
Karakteristik Gereja
Karakteristik sebagai Gereja Injili
Memegang Ajaran Injili (evangelical) dan bukan fundamentalisme yang memiliki ciri-ciri ajaran menekankan otoritas Alkitab sebagai pedoman tertinggi untuk iman dan kehidupan; mempertahankan doktrin Kristlogi yang ortodoks; penekanan pada misi dan penginjilan; memahami etika Kristen yang normatif, bukan situasional; mendukung gerakan Oikumene dalam arti kesatuan gereja secara spiritual, bukan struktural; dan memprioritaskan proses pengalaman kehidupan orang percaya dalam pertobatan dan pengudusan.[3]
Karakteristik sebagai Gereja Tionghoa
Memelihara dan mengembangkan budaya Tionghoa sebagai warisan dari para pendahulu dan yang diperoleh melalui kelahiran (natural). Jemaat GKI Bungur percaya bahwa budaya Tionghoa mengandung nilai-nilai hidup etnis Tionghoa yang luhur dan sesuai dengan kebenaran firman Allah. Melalui budaya itualah, jemaat Bungur lahir dan dibesarkan serta dibesarkan kemudian mengomunikasikan Injil Kristus.
Beberapa nilai yang mereka pegang sebagai gereja Tionghoa adalah berbakti kepada orang tua dan senior; tata krama, sopan santun, sungkan; mementingkan relasi, bukan birokrasi dan ingat budi; semangat kerja keras, hemat, dan rajin menabung. Ajaran dan budaya tersebut telah menyatu dan menjadi roh di dalam tubuh GKI Bungur sehingga percampuran konsep budaya Tionghoa dengan ajaran Kristen tersebut menjadi sesuatu yang unik dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Struktur Organisasi
Secara umum, GKI Bungur memiliki struktur kepengurusan yang sangat rinci. Mereka memfokuskan bidang-bidang tertentu dengan sumber daya manusia yang secara khusus dan spesifik mengatur persoalan terkait. Posisi pendeta dalam struktur organisasi gereja dianggap sebagai ketua umum sekaligus pembina dalam setiap bidang kepengurusan. Majels jemaat dan diaken juga ditunjuk oleh pendeta menjadi ketua bidang maupun anggota bidang serta pelaksana kegiatan. Secara lebih rinci, bentuk struktur organisasi GKI Bungur adalah ketua umum; ketua 1; ketua 2; sekretaris umum; wakil sekretaris umum; bendahara umum; wakil bendahara umum. Sementara untuk setiap bidang, strukturnya meliputi bidang 1 (kesaksian pelayanan)[5]; bidang 2 (Persekutuan)[6]; bidang 3 (Pembina)[7]; bidang 4 (Sarana penunjang)[8]. Keseluruhan bidang-bidang tersebut terdiri dari ketua bidang; wakil ketua bidang; anggota; dan Pembina.
Selain itu, GKI Bungur juga memiliki badan pelayanan jemaat yang mencakup komisi anak, komisi remaja, komisi pemuda, komisi dewasa muda, komisi wanita, komisi usia indah, komisi pengabaran Injil, komisi musik, komisi literatur multimedia, seksi data perlawatan jemaat, seksi pengembangan Mandarin, seksi pelayanan pos alam sutera, dan YPK Saint John. Keseluruhan badan pelayanan jemaat tersebut memiliki struktur yang terdiri dari majelis penghubung dan pembina.
Kegiatan di GKI Bungur
Kegiatan Ibadah
Berbeda dengan gereja pada umumnya, GKI Bungur juga mengadakan kegiatan ibadah umum sebanyak empat kali setiap hari Minggu, yaitu satu kali ibadah umum menggunakan Bahasa Madarin dan tiga kali ibadah umum menggunakan Bahasa Indonesia. Durasi atau lamanya waktu ibadah biasanya hanya satu setengah jam setiap kalinya. Sementara untuk jemaat ibadah, pengurus tidak membatasi hanya pada jemaat tetap di GKI Bungur, melainkan juga jemaat sementara atau pun simpatisan tanpa terbatas umur.[3]
Ibadah Umum
Ibadah umum dalam Bahasa Mandarin biasanya dihadiri oleh jemaat yang lanjut usia, jemaat keturunan Tionghoa yang fasih berbahasa Mandarin, atau jemaat yang sedang menemani orang tuanya beribadah. Jemaat yang biasa dan yang belum lanjut usia biasanya akan mengikuti ibadah di ruangan yang berbahasa Indonesia. Meskipun kegiatan ibadah umum itu dibagi menjadi Bahasa Mandarin dan Bahasa Indonesia, khotbah dalam bentuk Bahasa Indonesia biasanya hanya disebutkan sesekali saja. Pengurus gereja kemudian menyediakan dua orang liturgos yang bertugas membawakan urutan liturgy ibadah. Satu liturgos menggunakan Bahasa Mandarin dan sisanya bertugas menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Lagu-lagu rohani yang mereka nyanyikan berbahasa Indonesia yang kemudian diterjemahkan ke dalamBahasa Mandarin. Di dalam tampilan LCD, panitia juga menyertakan teks lagu dalamBahasa Indonesia sekaligus dalam Bahasa Mandarin. Sehingga, seluruh jemaat akan merasa nyaman untuk beribadah di GKI Bungur.[9]
Selain kebaktian atau ibadah umum, GKI Bungur juga mengadakan ibadah lainnya seperti sekolah minggu anak, kebaktian remaja, persekutuan pemuda, persekutuan dewasa, persekutuan firman dan doa, persekutuan usia indah, persekutuan doa pagi, dan lain lain.[3]
Sekolah Minggu
Sekolah Minggu dikhususkan untuk anak-anak berusia sekolah, mulai dari usia 4 hingga 11 tahun. Sebagaimana sekolah-sekolah formal lainnya, Sekolah Minggu juga membagi anak-anak ke dalam kelas-kelas tertentu sesuai dengan tingkatannya. Di dalam kelas, mereka akan diceritakan berbagai macam cerita-cerita Alkitab yang di penghujung kelas selalu diberikan pesan moral yang dapat dipelajari dari kisah-kisah tersebut. Setiap kelas juga memiliki guru sebagai pengajar, namun tidak memiliki rapor atau ujian sebagaimana yang dilakukan oleh sekolah formal.[9]
Kebaktian Remaja
Kebaktian Remaja dalam GKI Bungur lebih menyasar jemaat berusia 14-20 tahun atau usia Sekolah menengah pertama-Sekolah menengah atas. Kegiatan ibadah yang dilakukan para remaja tersebut adalah dengan menyanyikan lagu-lagu rohani serta menampilkan pertunjukan music yang telah mereka aransemen sendiri. Mereka juga menggunakan alat-alat musik seperti gitar, keyboard, bass, cajon, dan beberapa alat musik lainnya. Pendeta atau evangelis juga akan memberikan khutbah kepada mereka, namun masih seputar kehidupan remaja sehingga firman Tuhan dapat diaplikasikan dalam kehidupan mereka.[9]
Persekutuan Pemuda
Persekutuan pemuda secara khusus adalah kegiatan yang dirancang oleh GKI Bungur untuk melayani jemaat berusia 21-29 tahun atau usia perguruan tinggi hingga bekerja. Persekutuan pemuda diadakan setiap minggu ketiga atau keempat setiap hari Minggu selama satu bulan. Konsep yang diajarkan dalam kelas persekutuan pemuda tidak jauh berbeda dengan kelas kebaktian remaja. Mereka juga menyanyikan lagu-lagu rohani dan terdapat pendeta yang memberikan khutbah. Bedanya, tema khutbah yang diberikan kepada mereka lebih banyak terkait dunia perkuliahan maupun dunia kerja.[3]
Persekutuan Wanita
Persekutuan Wanita dilaksanakan setiap hari Selasa dan diperuntukan untuk jemaat perempuan, baik ibu rumah tangga maupun para wanita lainnya. Kelas Persekutuan Wanita tidak memberikan batasan umur tertentu, sehingga bisa diikuti oleh seluruh wanita dengan berbagai rentang usia. Tema yang disampaikan di dalam kelas tersebut adalah menyoal pertumbuhan rohani wanita Kristiani agar selalu taat kepada Tuhan dan menjadi ibu rumah tangga yang baik bagi keluarganya. Mereka juga menggunakan lagu-lagu rohani sebagai pengantar sebelum pendeta memberikan khotbah. Hal itu juga terjadi di kelas-kelas peribadatan lainnya.[3]
Kegiatan Pelayanan
Kegiatan pelayanan dilakukan oleh GKI Bungur sebagai upaya untuk mematuhi perintah Tuhan. Pelayanan menjadi kegiatan wajib dan merupakan panggilan bagi gereja guna menyebarkan injil sampai ke ujung dunia. Dalam tugas dan panggilan gereja tersebut terdapat tiga hal yang harus dipenuhi, yaitu persekutuan, kesaksian, dan pelayanan. Kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh GKI Bungur dibagi menjadi lima kegiatan pokok agar lebih mudah untuk dikoordinir. Partisipan dalam kegiatan pelayanan juga tidak tertutup pada jemaat GKI Bungur saja, melainkan juga terbuka pada jemaat dari luar gereja dengan rentang usia yang tidak terbatas.[3]
Kegiatan Persekutuan
Kegiatan Persekutuan dijalankan oleh jemaat GKI Bungur dengan tim perwakilan gereja. Kegiatan persekutuan memiliki misi untuk memperbaharui kehidupan rohani atau spiritualitas jemaat melalui hati yang semakin mencintai Allah dan firman-Nya melalui ibadah dan persekutuan yang benar, baik, dan indah sehingga jemaat dapat merasakan berjalan bersama dengan Allah. Kegiatan yang mereka lakukan antara lain melayani persekutuan kelahiran, syukuran rumah baru, dan beberapa bentuk ungkapan rasa syukur lainnya. Mereka juga melayani kegiatan kedukaan, persekutuan karena jemaat ada yang meninggal dunia.[9]
Kegiatan Pembinaan
Kegiatan pembinaan bertugas untuk menyelenggarakan katekisasi yaitu sebelum orang Kristen dibaptis. Di dalam kegiatan ini juga termuat hal-hal lain seperti SIDI, pranikah, membina seluruh komisi dengan cara memberikan pengajaran, membina jemaat dengan mengadakan pembelajaran melalui pemahaman Alkitab agar jemaar semakin makin memahami firman Tuhan.
Bidang Kesaksian dan Pelayanan
Bidang Kesaksian dan Pelayanan merupakan bidang pelayanan di GKI Bungur yang membawa jemaat untuk terlibat aktif di dalam pelayanan dan kesaksian, baik di dalam kehidupan gereja atau di masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh bidang ini antara lain pemeriksaan rutin kesehatan jemaat oleh dokter gereja secara gratis; pemeriksaan pendukung seperti cek kadar kolesterol, asam urat, gula darah, dan tekanan darah; aksi donor darah yang dilakukan sebanyak empat bulan satu kali, bekerjasama dengan PMI Jakarta Pusat; pelayanan di tengah masyarakat seperti pasar murah, sembako murah, pemeriksaan kesehatan dan rontgen, pemeriksaan gigi, pemeriksaan mata dan pembagian kacamat, pembagian alat-alat pendukung kegiatan belajar siswa; pelayanan kunjungan ibadah bersama di Panti Werda Hanna; pelayanan kunjungan ke lembaga permasyarakatan di Jabodetabek, pelayanan ke daerah-daerah darurat bencana alam dan lain sebagainya.[9]
Penggunaan Bahasa Mandarin
Penggunaan Bahasa Mandarin di GKI Bungur tidak terlepas dari sejarah panjang berdirinya gereja yang dilatarbelakangi oleh pengabar Injil asal Amoy (Xiamen) bernama Gan Kwee yang datang dari Tiongkok Selatan ke Batavia. Dalam perkembangannya, GKI Bungur kemudian termasuk dalam kelompok Klasis Priangan, Sinode Wilayah Jawa Barat.[1] Klasis Priangan dibentuk untuk memperhatikan sekaligus sebagai bentuk pertanggungjawaban mereka kepada jemaat yang berbahasa Mandarin. Klasis Priangan[10] sendiri memiliki latar belakang sejarah kebudayaan Tionghoa yang juga bertugas untuk mempertahankan tradisi kebudayaannya dengan cara mengadakan ibadah khusus untuk memperingati Hari Raya Imlek.
Atas dasar tanggung jawab tersebut, Klasis Priangan pun mengharuskan setiap gereja yang termasuk dalam kelompok mereka untuk membuat suatu ibadah umum yang juga menggunakan Bahasa Mandarin. Selain GKI Bungur, gereja-gereja tersebut di antaranya adalah jemaat Tionghoa GKI Petekoan dan GKI Pinangsia. Hal itu juga dilakukan sebagai bukti tanggung jawab Klasis Priangan kepada jemaat yang berbahasa Mandarin dan juga unuk mengingatkan jemaat untuk tidak melupakan sejarah berdirinya Klasis Priangan yang berlatar belakang budaya Tionghoa. Dalam penerapannya, Klasis Pringan membuat dua penulisan tata cara ibadah yang berbeda, yaitu tata cara ibadah yang umum dilakukan oleh seluruh Sinode GKI dan tata cara ibadah Klasis, dalam hal ini adalah Klasis Priangan.[9]
Ibadah dengan menggunakan Bahasa Mandarin di GKI Bungur dilakukan setiap hari Minggu pukul 09.30 WIB. Jemaat ibadah tersebut kebanyakan adalah para lanjut usia yang sudah berumur lebih dari 55 tahun. Kebanyakan dari mereka sama sekali tidak mengerti Bahasa Indonesia, meskipun telah cukup lama tinggal di Indonesia. Mereka lebih fasih berbicara dalam Bahasa Mandarin dalam kehidupan sehari-harinya. Selama ibadah berlangsung, pendeta yang memberikan khutbah akan menyampaikan pengantar ibadah dalam Bahasa Mandarin. Begitu pun Alkitab yang dibaca oleh jemaat, semuanya berbahasa Mandarin. Dalam kesempatan itu, pihak gereja menghadirkan dua liturgos yang bertanggung jawab untuk keberlangsungan ibadah. Liturgos pertama bertugas untuk menerjemahkan liturgi atau tata cara beribadah dari Bahasa Mandarin ke Bahasa Indonesia. Sementara itu, liturgos lainnya hanya menggunakan Bahasa Mandarin.[9]
Dalam Bahasa sederhana, GKI Bungur juga ikut berperan dalam melestarikan budaya Tionghoa melalu penggunaan Bahasa Mandarin dalam kegiatan peribadatan mereka. Hal itu menjadi penting mengingat agama atau sarana ibadah merupakan ‘lahan basah’ yang dapat dioptimalkan untuk berbagai kepentingan, terutama kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan pelestarian budaya. Lebih jauh lagi, GKI Bungur tidak hanya melestarikan budaya Tionghoa melalui penggunaan Bahasa Mandarin semata, melainkan juga kegiatan keagamaan khas Tionghoa lainnya. Setiap perayaan Hari Raya Imlek, mereka juga menampilkan kebudayaan Tionghoa seperti barongsai, liong, tari-tarian, dan menyalakan petasan di akhir ibadah. Menurut penelitian yang ada, hal itu menjadi penting untuk terus dipertontonkan kepada generasi muda, mengingat minat generasi muda terhadap kebudayaan Tionghoa cenderung menurun.[4] Momen Hari Raya Imlek itu juga mereka lakukan sebagai ajang untuk menjalin silaturahmi dan berkumpul dengan anggota Klasis Priangan lainnya.[9]
Namun demikian, Bahasa Mandarin mereka yakini hanyalah sebuah media untuk mengkomunikasikan injil Kristus. Mereka percaya bahwa mereka adalah tubuh Kristus yang hidup dalam budaya Tionghoa yang mereka anut. Nilai-nilai luhur budaya Tionghoa sangat sesuai dengan kebenaran firman Allah. Perpaduan antara keduanya dianggap sebagai jembatan antara etnis Tionghoa dengan yang bukan Tionghoa, sehingga Injil dapat diberitakan dan dihudpkan bersama dalam kesharian. Hal itu sangat relevan terutama bila dikaitkan dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia yang sangat multietnis. Apabila dilihat lebih jauh, GKI Bungur memang terlihat sangat homogen, baik dalam budaya dan ajarannya. Namun, mereka tidak ingin dipandang sebagai komunitas tertutup, eksklusif, primordial, rasial, dan kelompok fundamentalis.
Referensi
- ^ a b End, Dr. Th. Van den. 2006. Sumber-sumber Zending Tentang Sejarah Gereja Di Jawa Barat 1858-1963. Jakarta: Gunung Mulia.
- ^ a b c End, Dr. Th. van den. 2007. Ragi Carita 1: Sejarah Gereja Di Indonesia 1500-1860. Jakarta: Gunung Mulia.
- ^ a b c d e f g h http://gkibungur.or.id/sejarah
- ^ a b Coppel, Charles A. 1994. Tionghoa Indonesia Dalam Krisis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
- ^ http://gkibungur.or.id/bidang-kesaksian-dan-pelayanan
- ^ http://gkibungur.or.id/bidang-persekutuan
- ^ http://gkibungur.or.id/bidang-pembinaan
- ^ http://gkibungur.or.id/bidang-sarana-dan-prasarana
- ^ a b c d e f g h Esterina, Putri Herwin. 2016. Penggunaan Bahasa Mandarin dalam Gereja Kristen Indonesia Bungur. Skripsi. Program Diploma III Bahasa Mandarin Universitas Gadjah Mada
- ^ http://www.gkiharapanindah.org/sejarah/klasis-priangan-gki-sinode-wilayah-jawa-barat/