Sejarah Pay TV

Istilah pay tv (televisi berlangganan) bagi sebagian penduduk yang bermukim di kota besar tentunya tidak asing lagi. Perkembangan pay tv di Indonesia sendiri tidak dapat dipisahkan dari kemunculannya yang pertama pertama kali. Televisi berlangganan mengalami perkembanngan yang panjang, sama halnya dengan televisi konvensional. Dimulai saat Zurich meneliti kemungkinan adanya televisi berlangganan ketika televisi sendiri masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Akhirnya pada tahun 1940-an Zenith-lah yang memperkenalkan sebuah sistem televisi berlangganan yang diberi nama Phonevision. Phonevision ini memberikan layanan bagi konsumen yang menginginkan pemutaran film-film hanya dengan pemesanan melalui telepon. Pada pola televisi berlangganan semacam ini, sistem kabel menjadi sarana paling penting pada proses penyiaran program televisi berlangganan sebelum ditemukannya sistem yang lebih cangggih, yaitu satelit. Mengapa perkembangan awal dari televisi berlangganan sering diidentikkan dengan tv kabel? Hal ini bermula pada tahun 1948 ketika warga Pennsylvania, AS kesulitan menerima siaran televisi karena terhalang perbukitan. Untuk mengatasi masalah ini, warga setempat memasang antenna untuk menangkap sinyal UHF yang dipakai dalam penyiaran program kemudian menarik kabel dari antenna tersebut dan memasangnya ke rumah-rumah. Pada tahun 1972, HBO (Home Box Office) muncul dan memikat hati banyak kalangan, dan tentu saja dengan kemunculannya ini mata rantai televisi berlangganan makin kuat. Belum lagi tuntutan dan kebutuhan akan hiburan yang makin besar, membuat satelit pada era 1980-an menjadi primadona bagi perkembangan televisi berlangganan selanjutnya, sebut saja sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang banyak diaplikasikan di berbagai negara. Sejarah dan perkembangan televisi berlangganan di Amerika memberikan peluang bagi terbukanya lahan komersial ini di wilayah lain seperti Eropa, Asia, dan Australia. Untuk kawasan regional Asia, Jepang pada tahun 1984 memperkenalkan sistem DBS (Direct Broadcast Satellite) yang pada akhirnya dipakai dalam industri televisi berlangganan.


Sejarah dan Perkembangan Di Indonesia

Seiring dengan reformasi teknologi yang terus bergulir dan merambah banyak aspek kehidupan global, Indonesia pun tak lepas dari imbas dan gejolak teknologi tersebut. TV berbayar ini menawarkan sistem PPV (Pay per View) yang ditawarkan melalui kabel atau DBS. Dengan sistem PPV ini, pelanggan harus menunggu sampai progam siaran yang mereka inginkan diudarakan baik oleh kabel maupun DBS. Salah satu penyedia layanan televisi berlangganan Indonesia, Indovision mengklaim dirinya sebagai perusahaan televisi berlangganan pertama yang mengaplikasikan sistem DBS dengan menggunakan satelit Palapa C-2 sejak pertama berdiri pada bulan Agustus 1988. sembilan tahun kemudian (1997), Indovision meluncurkan satelit barunya yakni IndoStar 1 atau yang lebih dikenal dengan satelit Cakrawarta1 yang digunakan sampai sekarang.


Lembaga Penyiaran Berlangganan di Indonesia

Di Indonesia, industri tv berlangganan beroperasi dengan menggunakan media penyaluran yang beragam, mulai dari satelit, kabel, dan terrestrial. Namun, hanya media penyiaran melalui satelit dan kabel saja yang memiliki pangsa pasar yang besar. Berikut beberapa Lembaga Media penyiaran yang ada di Indonesia beserta media penyalurannya :

  • PT.MNC Sky Vision (Indovision), satelit
  • PT.Triutama Kominakom (Visicom), satelit
  • PT.Indosat Mega Media (IM2/Indosat M2),Kabel
  • PT.Broadband Multimedia Tbk. (Kabel Vision),Kabel
  • PT.Direct Vision (Digital 1),Satelit
  • PT.Global Mega Wisata Mandiri internasional (Astro), satelit
  • PT.Globalcom Internasional (Globalcom),Satelit
  • PT.Mentari Multimedia (M2V),Terrestrial
  • PT. Indonusa Telemedia (Telkom Vision), Kabel dan satelit


Antara Satelit dan Kabel

Sebagian besar lembaga penyiaran berlangganan di Indonesia telah memanfaatkan satelit dan kabel sebagai media penyalur dalam penyampaian program kepada konsumen. Untuk media penyaluran melalui kabel, terdapat beberapa komponen utama dalam sistem kabel yang konvensional, antara lain: ·Headend : komponen atau alat yang digunakan untuk menangkap sinyal yang dibawa dari satelit maupun gelombang lain di udara yang kemudian akan didistribusikan kepada cable plant (jaringan kabel). ·Trunk Cable : komponen kabel yang membawa sinyal, biasanya dilengkapi dengan broadband amplifiers setiap 2000 kaki yang digunakan untuk mempertinggi kekuatan sinyal. ·Distribution of feeder cable : memperpanjang sinyal dari trunk menuju gardu induk sebelum disalurkan kepada masing-masing pelanggan di setiap rumah. ·Subscriber drop : menyalurkan sinyal dari gardu induk kepada masing-masing pelanggan. ·Terminal equipment  : komponen yang diletakkan di setiap rumah pengguna layanan ini. Dapat berupa kabel modem, seperangkat televisi atau alat lain. Penggunaan amplifier pada media kabel ini dapat dikurangi apabila sistem kabel telah menggunakan serat optik sebagai trunk cable. Di Indonesia, PT.Telkom yang menggunakan jaringan kabel dalam industri tv berlangganan tidak menggunakan serat optik dalam pendistribusian, namun memakai kabel broadband. Ketersediaan layanan ini sangat bergantung pada berapa banyak kabel yang dimiliki oleh provider dan wilayah mana saja yang akan menjadi target pasarnya. Jadi, ketika suatu wilayah belum terdapat jaringan kabel, maka wilayah tersebut belum mampu menerima layanan dari provider. Mekanisme pendistribusian pada layanan kabel sebenarnya sederhana tapi membutuhkan dana yang besar untuk biaya operasional. Suatu perusahaan atau provider harus membentangkan, menanam , sekaligus merawat jaringan kabel. Untuk keperluan peningkatan kualitas dan kapasitas, peggunaan serat optik merupakan pilihan yang tepat. Namun, dibalik itu potensi terkena gangguan terhadap kabel yang ditanam maupun yang digantung juga makin besar. Terlebih lagi media kabel konvensional dan serat optik ternyata masih mampu untuk disadap.

Media lain yang juga sangat menarik dalam industri televisi berlangganan kita adalah satelit. Untuk lebih menjelaskan secara rinci, saya akan menggunakan dua provider dengan pangsa pasar yang besar di Indonesia, yakni Indovision, Astro dan Telkomvision. Telah dibahas sebelumnya bahwa Indovision yang telah mengklaim sebagai penyedia layanan televisi berlangganan pertama di Indonesia dengan sistem DBS, memulai operasi dengan satelit Palapa C-2 sampai akhirnya menggunakan perangkat S-Band melalui satelit Indostar1 (Cakrawarta 1). S-Band banyak digunakan untuk keperluan militer. Dengan beroperasi pada frekuensi 2-4 GHz, S-Band cocok diaplikasikan untuk wilayah Indonesia yang tropis. Namun, frekuensi tersebut berpotensi terkena gangguan jika dilewati transmisi wifi yang menggunakan frekuensi 2,4 GHz. Lain lagi dengan Astro. Astro beroperasi dengan menggunakan metode transmisi Ku-Band melalui satelit Measat-2 milik Malaysia. Metode transmisi Ku-Band beroperasi pada level frekuensi 12-14 GHz. Satelit yang menggunakan transmisi Ku-Band, memiliki keuntungan antara lain, mampu menaikkan kekuatan sinyal downlink. Di sisi lain, Ku-Band juga memiliki kelemahan karena berpotensi tekena interferensi sinyal akibat hujan maupun salju, sehingga tak jarang, jika cuaca buruk (medung atau hujan) siaran astro sering terganggu. PT.Telekomunikasi Inodenesia Tbk. (Telkom) menawarkan dua pilhan sekaligus, TV berbayar melaui media satelit (Direct To Home) serta TV Kabel (Digital CATV Broadband) dengan nama Telkomvision. Untuk layanan satelit di kota-kota besar, Telkom turut menyediakan akses Internet yang diberi nama Telkom Speedy. TelkomVision ini menggunakan frekuensi transmisi satelit C-Band yang beroperasi pada level 4-6 GHz. Penggunaan frekuensi satelit C-Band ternyata memiliki kemampuan terbatas dalam menghindari interferensi sistem gelombang mikro dan terrestrial.

Mekanisme penyiaran satelit untuk televisi berlangganan umumnya sama, dimulai ketika provider memancarkan siarannya ke satelit (uplink) lalu kemudian sinyal tersebut ditransfer/dikirim lagi menuju ke bumi (downlink). Di Indonesia kita bisa mengakses channel-channel dari AS, Jepang, Inggris dll. Lantas bagaimana mekanisme penyiarannya? Siaran tersebut pertama kali dipancarkan dari tempat dimana produksi siaran dilakukan, kemudian dipancarkan kembali melalui satelit di Indonesia sampai akhirya kita bisa menikmati ratusan tayangan dari berbagai negara di dunia. Siaran dari satelit provider tersebut dapat diterima pelanggan yang telah dilengkapi alat bernama decoder. Dengan menggunakan media penyaluran satelit, suatu program televisi dapat dinikmati sejauh kita memiliki akses untuk menangkap sinyal uplink satelit induk. Selain itu, yang menarik dari sistem berlangganan program tv dengan menggunakan satelit adalah adanya pengacakan sinyal (scramble). Artinya, sinyal yang dikirim oleh satelit diacak terlebih dulu, sehingga hanya orang yang memilki decoder saja yang dapat mengaksesnya program siaran tersebut.

Menikmati layanan televisi berlangganan dengan menggunakan satelit bukanlah urusan gampang, karena erat kaitannya dengan potensi ekonomi kita. Untuk mengakses beberapa bahkan sampai ratusan channel televisi, kita harus memiliki alat-alat penangkap sinyal satelit dan tentu bagi sebagian besar masyarakat kita dengan level ekonomi menegah kebawah , pemasangan peralatan ini tidaklah murah. Beberapa Peralatan tersebut antara lain : ·Satellite dish (Out Door Unit) : komponen ini berbentuk seperti antenna parabola dengan diameter sekitar 60-180 centimeter. ·Decoder : Dekoder merupakan alat yang berfungsi mengakses layanan seperti penggantian channel. ·Smart card : berguna untuk mengakses sistem.


Apresiasi Masyarakat

Perkembangan televisi berbayar atau berlangganan ini tergolong cukup signifikan di Indonesia. Menurut data yang diungkap Direktur Utama Indovision, Rudy Tanoesoedibjo, pasar potensial televisi berbayar di Indonesia pada dua tahun lalu (2006) berada di kisaran 12 juta orang atau sekitar 22% dari keseluruhan 57 juta pemilik TV rumahan. Dan bukan mustahil angka ini akan meningkat tajam. Konsumsi televisi berbayar ini selain melibatkan faktor ekonomi, faktor sosial pun menjadi pertimbangan. Monotomi siaran atau tayangan televisi terrestrial yang ada saat ini, sedikit banyak berpengaruh pada costumer sovereignity dalam memilih tayangan yang berkualitas. Alternatif inilah yang ditawarkan oleh televisi berbayar.

Referensi

· “Communication Technologi Update” 9th edition, August E.Grant dan Jennifer H.Meadows. (2004) · “The New Communication Technology”, Mirabito M.A.M dan Morgenstren B.L. (2004) . MDR 0606030815 . www.telkom.co.id · www.indovision.tv · www.astro.com · www.gatra.com · www.elektroindonesia.com · www.telesatelit.com