Kelereng

bola kecil yang terbuat dari tanah liat, marmer atau kaca
Revisi sejak 26 Maret 2008 05.29 oleh Borgx (bicara | kontrib) ({{rapikan}})

Petanque Permainan Kelereng dari Prancis Wednesday, 26 December 2007 Pada abad pertengahan permainan ini didominasi kaum aristokrat dan para bangsawan.


Siapa yang tak kenal dengan permainan kelereng atau yang lebih populer dengan istilah Jawanya, nekeran? Saat saya kecil, saya kesengsem berat dengan permainan yang membutuhkan kecermatan dan ketepatan ini. Siapa mengira, jika permainan ini juga terdapat di negeri asal Asterix, Prancis. Petanque, begitulah permainan ini dinamakan. Terdengar asing di telinga, namun saya mengenalnya, ketika saya menjadi guide pada acara Open House CCCL Surabaya, 8 Desember 2007 lalu.



Jika nekeran yang telah kita kenal menggunakan gundu kecil, maka petanque ini memerlukan dua jenis bola yang cukup 'wah', karena terbuat dari kayu jati dan besi baja atau sejenisnya. Dalam sejarahnya, petanque diperkenalkan oleh Suku Gaule (Prancis Kuno). Permainan ini dimulai di Prancis bagian selatan dan telah melintasi batas hingga Yunani dan Mesir, melalui orang-orang Romawi. Seperti nekeran, permainan ini pada awalnya hanyalah sekadar pengisi waktu luang.



Pada abad pertengahan, tepatnya di zaman Renaissance, permainan ini didominasi kaum aristokrat dan para bangsawan. Bahkan, sempat disejajarkan dengan olahraga tenis yang cukup elite pada masa itu. Maka, hanya orangorang tertentu yang boleh memainkannya.



Dalam perkembangannya, pada 1850, sebuah organisasi sosial, Clos Jouve memperkenalkan kembali petanque sebagai permainan tradisional masyarakat Prancis. Pada awal abad ke-20, permainan tersebut mulai berusaha dipatenkan dan klub-klub Petanque mulai bermunculan, sebagai bagian dari pelestarian budaya tradisional.



Pada akhirnya, petanque pun diakui sebagai permainan musim panas, dan menjadi jenis olahraga favorit keenam warga Prancis hingga saat ini.


Permainan ini dimainkan dua regu beranggotakan satu hingga tiga orang di tiap regunya. Dua bola yang digunakan antara lain, bola induk (master), yang terbuat dari kayu jati, dinamakan le cochonnet, yang berdiameter 25 sampai 35 milimeter (kira-kira sebesar duku). Sedangkan bola yang menjadi “roh” permainan ini, terbuat dari besi dinamakan les boules, memiliki berat antara 600 sampai 800 gram, dengan diameter antara 70 sampai 80 milimeter (kirakira sebesar bola tennis).



Apabila dalam satu regu terdiri dari tiga orang, maka masing-masing pemain mendapat dua bola besi, sedangkan apabila dalam satu regu terdiri dari dua atau satu orang maka masing-masing pemain mendapat tiga bola besi. Jarak cochonnet dari titik lempar bola, antara 6-10 meter. Permainan ini dapat dilakukan di mana saja dengan ukuran resmi, panjang 15 meter dan lebar 4 meter.


Cara bermainnya pun mudah, bola cochonnet dilempar untuk menentukan target. Kemudian kedua grup (A dan B), melakukan undian siapa yang berhak melempar bola duluan, hingga mendekati cochonnet. Kemudian, giliran regu B melempar sampai jarak bolanya lebih dekat ke cochonnet, dibandingkan bola milik regu A. setelah itu, giliran regu A kembali melempar.



Demikian seterusnya.


Setelah masing-masing regu menyelesaikan lemparannya, dilakukan penghitungan poin. Jumlah poin dihitung berdasarkan jumlah bola yang terdekat dengan cochonnet. Apabila bola-bola yang dekat dengan cochonnet milik regu yang sama, maka poin yang diperoleh sebanyak jumlah bola. Jumlah poin dalam satu putaran penuh permainan untuk babak penyisihan adalah 11 dan 13 untuk babak final. Regu yang meraih poin tersebut menjadi pemenang.