Sukanto Tanoto (Hanzi tradisional: ; Hanzi sederhana: ; Pinyin: Chén Jiānghé; 25 December 1949)[2] merupakan pengusaha Indonesia yang memulai usaha di industry pengolahan kayu. Pada tahun 2013, dia adalah salah satu pengusaha terkaya di Indonesia dengan nilai aset sebesar 2,3 milyar dollar.[3][4] Berawal sebagai pemasok peralatan dan kebutuhan bagi perusahaan minyak negara Pertamina, Sukanto Tanoto merintis usaha di bidang kehutanan pada tahun 1972.[5] Kepentingan bisnis Sukanto Tanoto dijalankan oleh kelompok usaha the Royal Golden Eagle International (RGEI), yang dulu dikenal sebagai Raja Garuda Mas. [6]

Sukanto Tanoto
[1][2]
Informasi pribadi
Lahir25 Desember 1949 (umur 74)
Indonesia Belawan,Sumatera Utara, Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini
Sukanto Tanoto
(Chinese Indonesian name)
Hanzi tradisional:
Hanzi sederhana:

Biografi

Lahir di Belawan, Medan pada hari Natal 1949, Sukanto Tanoto merupakan anak tertua dari tujuh laki-laki bersaudara.[2] Ayahnya adalah seorang imigran dari kota Putian, provinsi Fujian, daratan Tiongkok. Pada tahun 1966, Sukanto Tanoto terpaksa berhenti sekolah setelah sekolah Tiongkok pada waktu itu ditutup oleh rezim Orde Baru, Presiden Suharto. Dia tidak dapat meneruskan sekolah ke sekolah nasional karena ayahnya masih berkewarganegaraan Tiongkok.[2]

Setelah sang ayah meninggal secara mendadak, Sukanto Tanotolah yang harus menjalankan bisnis keluarga. Secara bertahap Sukanto Tanoto mengembangkan bisnisnya mulai dari perdagangan umum hingga memenangkan kontrak-kontrak bisnis pembangunan jaringan pipa gas internasional. Pada saat terjadi krisis minyak di tahun 1972 yang menyebabkan harga minyak dunia melambung, Sukanto Tanoto mendapatkan keuntungan dari bisnis kliennya yang berkembang secara pesat. Dengan tambahan modal usaha, Sukanto Tanoto mengalihkan perhatiannya pada bisnis yang berbeda di tahun 1973, pada saat itu Indonesia menjadi pengekspor kayu log ke Jepang dan Taiwan untuk diolah menjadi plywood, sebelum diimpor kembali ke Indonesia dengan harga yang mahal.[2]

Sukanto Tanoto melihat situasi tersebut sebagai peluang untuk membangun sendiri pabrik pengolahan kayu di Indonesia. Namun, untuk merealisasikan hal itu, dia membutuhkan ijin. Di zaman pemerintahan Presiden Suharto, ijin-ijin tersebut hanya bisa diperoleh dari para pejabat yang merupakan mantan Jenderal TNI. Sukanto Tanoto dipaksa untuk bekerja bersama seorang Jenderal yang memberikannya restu untuk membangun sebuah pabrik plywood pertama di Indonesia. Pejabat tersebut kemudian yakin akan potensi yang besar dari sebuah pabrik pengolahan kayu setelah melihat pabrik tersebut selesai dibangun olehnya. Dengan berdirinya pabrik pengolahan kayu tersebut terbukalah peluang nilai tambah bagi ekonomi Indonesia serta penciptaan lapangan kerja. Pabrik tersebut diresmikan oleh Presiden Suharto dan mulai beroperasi pada tahun 1975.[2]

Sukanto Tanono merupakan pengusaha otodidak dan tidak menyelesaikan pendidikan formal di bangku sekolah. Beliau belajar bahasa Inggris kata demi kata menggunakan kamus bahasa Tiongkok – Inggris dan akhirnya mampu mengikuti sekolah bisnis di Jakarta pada pertengahan tahun 1970. Beliau kemudian melanjutkan belajar di INSEAD di Fontainebleau, Perancis. [2]

Pada tahun 1997, Sukanto Tanoto memilih menetap di Singapura bersama keluarganya, dan mendirikan kantor pusatnya di sana.[6] Sukanto Tanoto tetap merupakan warga negara dan memegang paspor Indonesia. [2]


Aktivitas bisnis

Kepentingan bisnis Sukanto Tanoto dijalankan oleh kelompok usaha the Royal Golden Eagle International (RGEI). Grup bisnis tersebut memiliki jumlah karyawan lebih dari 50.000 orang yang tersebar di seluruh dunia dengan total aset lebih dari 15 milyar dolar, yang meliputi empat area bisnis utama: pulp dan kertas (APRIL), agro industri (Asian Agri), dissolving wood pulp dan viscose staple fibre (sateri Holdings Limited) dan pengembangan sumber daya energy (Pacific Oil & Gas). [6] APRIL harus menghadapi kontroversi tentang konservasi yang berhubungan dengan pemanfaatan hutan alam di Sumatera.[7][8] Kontroversi tersebut menyebabkan perusahaan mengundurkan diri dari keanggotaan Forest Stewardship Council di April 2010. Pada September 2011, Fuji Xeroxmenghentikan menjual kertas yang diproduksi oleh APRIL. Perusahaan membantah tuduhan-tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa perusahaan memiliki komitmen untuk mengimplementasikan praktik-praktik mitigasi perubahan iklim dan mendukung upaya-upaya pembangunan berkelanjutan. |url=http://www.fujixerox.com/eng/company/ecology/topics/2011/0901_april.html</ref> The company has denied the claims, stating it has a commitment to implement practices that mitigate climate change and promote sustainability.[9]

PT Indorayon Utama

Pada tahun 1989, Sukanto Tanoto mulai pabrik pulp di bawah nama PT Inti Indorayon Utama, yang dibangun di sebuah desa Sosor Ladang Kecamatan Porsea, Danau Toba Sumatera Utara. Namun pabrik ini tidak berjalan lancar karena konflik dengan penduduk setempat, yang berpendapat bahwa Indorayon mencemari daerah, melakukan deforestasi besar besaran dan sengketa tanah. Sejak awal, pabrik pulp pertama di Indonesia itu penuh dengan sengketa. Izin awal dirilis sengketa tanah yang terkandung, kualitas udara dan air di sekitar Sungai Sunagi Asahan tercemar drastis, menyebabkan penyakit kulit dan pencemaran air, bencana longsor, dan pencemaran gas klor beracun akibat ledakan boiler di tahun 1993. Namun selama pemerintahan Soeharto, Indorayon bebas dari semua kegiatan karena hubungan dekat antara Sukanto dengan Soeharto. Demonstrasi kepada lembaga pemerintah, yang telah dimulai sejak tahun 1986, gagal menghentikan kegiatan pabrik. [10] Setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, tekanan publik makin keras, tapi selalu dijawab dengan kekerasan dan teror oleh petugas polisi militer yang disewa oleh perusahaan. Bentrokan antara penduduk setempat, staf dan anggota pasukan keamanan yang tidak dapat dihindari dan mengakibatkan enam orang tewas dan ratusan luka-luka pada tahun 1999. Akibatnya, Presiden Habibie sementara menempatkan pabrik pada berhenti pada tanggal 19 Maret 1999. Meskipun lobi yang dilakukan oleh pendukung Indorayon, termasuk-maka pelayanan perdagangan Jusuf Kalla, pabrik itu ditutup secara permanen oleh Presiden Abrurahman Wahid setelah oposisi sengit dari masyarakat lokal dan aktivis lingkungan diikuti oleh demonstrasi yang lebih fatal [11].

Asian Agri

PT Asian Agri merupakan perusahaan kelapa sawit terbesar di Indonesia. Sejak tanum 2006 terlibat kasus penggelapan pajak. Awal tahun 2013, Mahkamah Agung memvonis 14 perusahaan Grup Asian Agri (GAA) harus membayar denda sebesar Rp 2,5 trilyun. PT Asian Agri mengajukan gugatan peninjauan kembali atas putusan MA tersebut.[12] Asian Agri juga dituding terlibat dalam kasus pembakaran untuk pembukaan lahan di Riau, pada Juni 2013. Kebakaran hutan menimbulkan kabut asap dengan tingkat polusi mencapai di atas 800 Indeks Polusi Udara, atau hampir tiga kali lipat dari ambang batas bahaya polusi di angka 300 Indeks Polusi Udara. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia WALHI Riau menyebutkan, sebagian besar titik api di Riau berada di lahan konsesi perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri (HTI), baik di perusahaan milik Sukanto Tanoto maupun sejumlah pengusaha lain seperti Eka Tjipta Wijaja (APRIL/APP), Martias pemilik PT Surya Dumai Grup, serta Wilmar Group (kelapa sawit). [13]

Kegiatan filantropi

Sukanto Tanoto menyadari pentingnya program-program tanggung jawab sosial perusahaan dijalankan di wilayah perusahaan beroperasi. [2] Melalui Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP), Sukanto Tanoto membangun sekolah-sekolah, mendirikan program pertanian terpadu yang mengajarkan masyarakat desa untuk menjalankan praktik pertanian alternatif dan tidak lagi melakukan praktik penebangan dan pembakaran lahan. Selain itu, perusahaan menyampaikan laporan program pembangunan berkelanjutan kepada lembaga swadaya masyarkat, seperti kepada WWF, setelah lembaga tersebut menyampaikan masukan tentang konservasi hutan di Riau.[14]

Sukanto Tanoto juga mendirikan Tanoto Foundation,[15] yang memberikan penghargaan professorship awards. Di tahun 2007, award senilai 130 ribu dolar diberikan kepada dua peneliti Indonesia untuk melakukan penelitian teknologi yang memiliki kewajiban sosial.[16]

Tanoto Foundation (TF) menyumbang pembangunan perpustakaan INSEAD di Singapura pada 2005, yang kemudian diberinama Tanoto Library. TF juga mendanai program professor di bidang metabolisme dan endokrinologi di Duke-NUS Graduate Medical School di Singapura dan merupakan donor regular bagi Carnegie Mellon, untuk mendanai Tanoto Professor of Electrical and Computer Engineering.[17]


Referensi

  1. ^ http://www.forbeschina.com/list/988
  2. ^ a b c d e f g h i Laurel Teo (2007-04-07). "From rags to US$2.8b fortune". Business Times Singapore. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-07-05. Diakses tanggal 2007-10-15. 
  3. ^ "Indonesia's 50 Richest List". Forbes. November 2013. Diakses tanggal 29 April 2014. 
  4. ^ "Five Indonesians on 'Forbes' rich list". The Jakarta Post. 2008-03-08. Diakses tanggal 2008-03-13. 
  5. ^ "Sukanto Tanoto and family". Forbes. 2006-08-06. Diakses tanggal 2007-10-15. 
  6. ^ a b c Ratnasari a, Evi (June 24, 2012). "THE PULP & PAPER KING SHARES HIS STORY" (PDF). Fortune Indonesia. Diakses tanggal 28 April 2014. 
  7. ^ ABC Foreign Correspondent |url=http://www.abc.net.au/foreign/content/2011/s3283804.htm
  8. ^ Indonesian Paper Giant APRIL’s Certification Status Suspended |url=http://ran.org/indonesian-paper-giant-april%E2%80%99s-certification-status-suspended#ixzz2Hr7K3lFj
  9. ^ Devanesan, A.J. (November 2011). "APRIL's commitment to being part of the "sustainability solution"" (PDF). Diakses tanggal 28 April 2014. 
  10. ^ www.liputan6.com/fullnews/1056.html
  11. ^ http://www.tempo.co.id/hg/nusa/sumatera/2003/02/02/brk,20030202-06,id.html
  12. ^ Asian Agri Siap Ajukan Peninjauan Kembali
  13. ^ Bencana Asap, Pemerintah Harus Minta Tanggung Jawab Sukanto Tanoto Dkk
  14. ^ "Pulp mills put heavy pressure on forests: Study". The Jakarta Post. 2002-02-09. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-11-17. Diakses tanggal 2007-10-15. 
  15. ^ The Tanoto Foundation
  16. ^ "RI not giving enough toward research and development". The Jakarta Post. 2007-09-08. Diakses tanggal 2007-03-13. 
  17. ^ http://www.carnegiemellontoday.com/article.asp?aid=277

Pranala luar