Laki La Ponto (Murhum)

Laki La Ponto berasal dari Muna (Wuna) karena sebelum ia memerintah di Buton ia adalah Raja Muna VII, putra Raja Muna VI Sugi Manuru. Nama itu seharusnya ditulis: La Kilaponto sesuai cara penamaan orang Muna yang masih terpelihara hingga sekarang. Setelah menyerahkan tahta kerajaan Muna ke adiknya La Posasu (gelar: Kobangkuduno)--sumber lain menyebutkan "kakaknya", ia kemudian menuju Kerajaan Konawe (sebuah kerajaan yang wilayahnya sekarang meliputi Kota Kendari, Konawe Utara, Konawe Selatan, dan Kabupaten Konawe). Tidak diketahui dengan jelas mengapa La Kilaponto meninggalkan/menyerahkan tahtanya. Sebagian sumber menyebutkan bahwa La Kilaponto sempat memerintah selama 8 hari di Konawe, sebagian lagi mengatakan bahwa ia hanya singgah selama 8 hari. Di Konawe ia bergelar Halu Oleo (Bahasa Muna: Alu Holeo berarti delapan hari). Ia selanjutnya menuju Buton karena mendengar kerajaan Buton sedang diserang oleh La Bolontio (Kapitan dari Banggai, sebuah kabupaten kepulauan di Sulawesi Tengah sekarang). Cerita rakyat menyebutkan bahwa La Bolontio hanya memiliki satu mata. Dalam sebuah pertarungan terbuka, La Kilaponto alias Halu Oleo sempat terdesak dan jatuh ke tanah berpasir (diduga pertarungan itu dilakukan di pantai). Dalam situasi itu La Kilaponto kemudian menendang pasir langsung mengenai mata La Bolontio dan situasi kemudian berbalik, La Kilaponto akhirnya menguasai pertarungan dan berhasil membunuh La Bolontio. Karena keberhasilannya itu, La Kilaponto kemudian dinobatkan sebagai Raja Buton VI. Di kemudian hari La Kilaponto kemudian menobatkan dirinya sebagai Sultan Buton I dengan gelar Sultan Murhum dan mengubah bentuk pemerintahan Buton menjadi Kesultanan setelah ia memeluk agama Islam. Sejak itu Islam berkembang pesat di Buton. Nama Halu Oleo diabadikan oleh masyarkat Sulawesi Tenggara menjadi nama sebuah universitas negeri terbesar di daerah itu: Universitas Halu Oleo.