Ateisme di Indonesia
Ateisme atau tidak beragama di Indonesia adalah hal yang tidak umum dan sangat jarang terjadi pada penduduk Indonesia, terutama karena besarnya stigma sosial yang melekat dengan menjadi seorang ateis di Indonesia.[butuh rujukan]
Situasi
Islam adalah agama mayoritas di Indonesia.[1] Sulit untuk menghitung jumlah ateis atau agnostik di negara ini karena tidak dihitung secara resmi oleh sensus penduduk,[2] walaupun hingga Januari 2014 sudah ada 961 orang yang mengaku ateis yang mendaftar di sensus ateis yang diadakan oleh Atheist Alliance International.[3] Komunitas ateis Indonesia, seperti yang tergabung dalam komunitas Indonesian Atheists, umumnya berkomunikasi satu sama lainnya melalui Internet.[4]
Ateisme tidak diakui di Indonesia karena seringkali dianggap tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan yang Maha Esa.[5] Menurut undang-undang, agama yang diakui secara administratif oleh pemerintah Indonesia hanya enam, dan oleh sebab itu dikatakan tidak ada tempat bagi ateisme. Walaupun tidak ada peraturan yang tegas melarang, menjadi seorang ateis di Indonesia berarti menghadapi berbagai kendala administratif seperti kesukaran menikah tanpa tradisi salah satu agama resmi, atau ketiadaan aturan mengenai cara pengambilan sumpah seseorang yang tak beragama, baik sebagai saksi di pengadilan, maupun sebagai pejabat negara. [6] Pada 10 Juli 2012, ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berpendapat bahwa ateisme tidak dilarang dalam konstitusi dan menyatakan bahwa pelarangan keberadaan ateis merupakan "pelanggaran hak asasi manusia".[7]
Hukum
Ateisme di Indonesia tidak dilarang oleh hukum, setidaknya secara tersurat. Menurut Benjamin Fleming Intan, penulis buku Public Religion and the Pancasila-Based State of Indonesia, agama memainkan peran penting dalam kehidupan rakyat Indonesia. Intan menjelaskan bahwa menurut prinsip-prinsip Pancasila, Indonesia tetap menjadi negara yang berbasis agama.[8] Oleh sebab itu, Pancasila sebagai landasan ideologis negara pada sila pertama menyatakan bahwa Indonesia berlandaskan pada Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu, dalam butir pertama sila pertama Pancasila dinyatakan: Percaya dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan kata lain, ini adalah pernyataan umum bahwa secara ideologis bangsa Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan dan memeluk suatu agama.[9] Penggagas Pancasila dan Presiden pertama Indonesia Sukarno menyatakan bahwa kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa sebagai karakteristik dari bangsa inilah yang perlu diakui, bahkan, oleh mereka yang tidak percaya kepada Tuhan sekalipun. Menerima Sila Pertama berarti bertoleransi pada keragaman agama di Indonesia, bukan hanya yang beragama bertoleransi kepada yang tidak beragama, tetapi juga meminta toleransi mereka yang tidak beragama pada mereka yang beragama. [10]
Tidak ada hukum ataupun undang-undang Indonesia yang secara tegas melarang ataupun menentukan sanksi bagi seorang ateis. Namun, dengan menjadi ateis akan berdampak terhadap pemenuhan hak-hak dan kewajiban seseorang di mata hukum, misalnya kesulitan dalam pengurusan dokumen-dokumen kependudukan seperti Kartu Tanda Penduduk, yang mengharuskan pencantuman agama, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Oleh sebab itu, ateis di Indonesia tetap diwajibkan untuk mencantumkan agama tertentu dalam dokumen kependudukannya untuk memenuhi persyaratan administratif. Juga dalam masalah perkawinan; menurut undang-undang perkawinan di Indonesia, perkawinan hanya sah jika dilakukan menurut hukum dari masing-masing agama yang dianutnya,[11] sehingga seorang ateis kesulitan dalam memperoleh hak yang sama seperti yang dimiliki oleh penduduk yang beragama.[12]
Meskipun seseorang tidak dikenakan sanksi atau hukuman karena menjadi seorang ateis, penyebar ateisme di Indonesia dapat dikenakan sanksi pidana, sesuai dengan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang menyebutkan: "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun bagi barang siapa yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan yang Maha Esa."[12]
Indonesian Atheist
Indonesian Atheists adalah sebuah komunitas yang menjadi wadah aspirasi bagi para ateis di Indonesia.[13] Komunitas ini bertujuan untuk mendukung dan menghibur ateis Indonesia yang terdiskriminasi dalam dunia nyata.[14] Indonesian Atheist didirikan pada bulan Oktober 2008 melalui situs jejaring sosial Facebook dan hingga Januari 2013 tercatat sudah berhasil mengumpulkan lebih dari 900 ateis Indonesia, yang bisa dipantau melalui sebuah situs web.[15]
Perkembangan terkini
Pada bulan Februari 2012, seorang pegawai negeri Indonesia bernama Alexander Aan menulis sebuah komentar di akun Facebook khusus kelompok ateis yang mengatasnamakan masyarakat Minang dengan menyatakan bahwa "Tuhan itu tidak ada" serta mengunggah gambar tentang Nabi Muhammad yang dinilai menghina Islam. Ia ditangkap dan dituduh telah melakukan penistaan agama.[16] Pada tanggal 14 Juni, Alexander dinyatakan bersalah karena menyebarkan kebencian agama dan dijatuhi hukuman penjara selama dua setengah tahun dan denda sebesar seratus juta rupiah. Peristiwa ini menimbulkan perdebatan terkait dengan legalitas ateisme dan kebebasan beragama di Indonesia. Bahkan kasusnya ini ditanggapi oleh Amnesty International, yang menganggap bahwa ia telah dijadikan "tahanan keyakinan".[17][18]
Pada bulan Juli 2012, Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia, Mahfud MD, dilaporkan telah melegalkan ateisme di Indonesia menyusul pernyataannya yang menyebut "keberadaan penganut ateis dan komunis di Indonesia diperbolehkan. Hal tersebut mengacu pada konstitusi bahwa kebebasan harus dianggap setara." Mahfud bagaimanapun juga membantah hal ini, namun mengungkapkan bahwa jika seseorang atau kelompok mengaku komunis atau ateis, mereka tidak bisa dihukum, karena yang dilarang oleh negara adalah menyebarkan ajaran komunis dan paham ateis, sebab bertentangan dengan Pancasila.[19]
Pada bulan Desember 2013, menyusul direvisinya undang-undang kependudukan Indonesia, diputuskan bahwa kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) boleh dikosongkan jika seseorang menganut selain enam agama yang diakui di Indonesia.[20] Meskipun tidak menyinggung mengenai ateis, Menteri Agama Indonesia, Suryadharma Ali, menyetujui hal ini,[21] menilai bahwa jika seorang ateis mencantumkan agamanya pada kartu tanda penduduk, maka hal itu akan menjadi pembohongan publik.[22] Di sisi lain, usulan ini ditentang oleh Wakil Menteri Agama, yang berpendapat bahwa pencantuman agama pada Kartu Tanda Penduduk dapat memaksimalkan fungsi pelayanan pemerintah dan mencegah perkawinan campuran beda agama.[23]
Statistik pendukung
Jajak pendapat yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2010 membuktikan bahwa 30% penduduk Indonesia setuju dengan penerapan hukuman mati bagi siapapun yang keluar dari Islam.[24]
Lihat juga
Referensi
- ^ "For Indonesian Atheists, a Community of Support Amid Constant Fear". The New York Times. Diakses tanggal 2013-09-18.
- ^ "Commentary: Is there room for atheists in Indonesia?". The Jakarta Globe. Diakses tanggal 2013-09-18.
- ^ Data sensus ateis oleh Atheist Alliance International. Diakses pada 4 Januari 2014.
- ^ "The Rise of Indonesian Atheism". The Jakarta Globe. Diakses tanggal 2013-09-18.
- ^ "Indonesia's atheists face battle for religious freedom". The Guardian. Diakses tanggal November 7, 2012.
- ^ Jan Michiel Otto (15 February 2011). Sharia Incorporated: A Comparative Overview of the Legal Systems of Twelve Muslim Countries in Past and Present. Amsterdam University Press. hlm. 443. ISBN 978-90-8728-057-4. Diakses tanggal 7 November 2012.
- ^ "Ketua MK: Ateis dan Komunis Diperbolehkan". Kompas. Diakses tanggal January 9, 2014.
- ^ Benyamin Fleming Intan (2006). "Public Religion" and the Pancasila-Based State of Indonesia: An Ethical and Sociological Analysis. Peter Lang. hlm. 160. ISBN 978-0-8204-7603-2. Diakses tanggal 7 November 2012.
- ^ Bolehkah Menjadi Ateis di Indonesia? Hukum Online
- ^ Sukarno (1960). Membangun Dunia Kembali (To Build the World Anew) (PDF). Departemen Penerangan RI. hlm. 17. Diakses tanggal 29 January 2018.
- ^ Ini Alasan Kemenag Tolak Penghapusan Kolom Agama di e-KTP.
- ^ a b Timothy Lindsey (26 March 2008). Indonesia, Law and Society. Federation Press. hlm. 279. ISBN 978-1-86287-692-7. Diakses tanggal 7 November 2012.
- ^ "Commentary: Is there room for atheists in Indonesia?". The Jakarta Post. Diakses tanggal November 7, 2012.
- ^ Kami tidak percaya Tuhan dalam wujud apapun. Merdeka.com
- ^ Atheist cencus. Atheist Alliance International
- ^ Syofiardi Bachyul Jb (14 June 2012). "'Minang atheist' sentenced to 2.5 years in prison". The Jakarta Post. Diakses tanggal 25 June 2012.
- ^ "Wed, November 7, 2012". THE JAKARTA GLOBE. Diakses tanggal November 7, 2012.
- ^ "Indonesia: Atheist imprisonment a setback for freedom of expression". Amnesty International. 14 June 2012. Diakses tanggal 25 June 2012.
- ^ Mahfud Md. Bantah Legalkan Ateisme dan Komunisme. Tempo.co
- ^ Kolom Agama di KTP Boleh Kosong, HNW: Tatanan Administrasi Jadi tak Terukur. Metro TV News
- ^ Menag Setuju Kolom Agama di E-KTP Dikosongkan. Inilah.com
- ^ UU disahkan, kolom agama di KTP boleh dikosongkan. Merdeka.com
- ^ Ini Alasan Kemenag Tolak Penghapusan Kolom Agama di e-KTP. Bisnis.com
- ^ "Muslim Publics Divided on Hamas and Hezbollah" (PDF). Pewglobal.org. Diakses tanggal 2013-09-28.
Bacaan lanjutan
- Intan, Benyamin Fleming (2006). Public Religion And the Pancasila-based State of Indonesia: An Ethical And Sociological Analysis. New York: American University Studies. ISBN 978 0 8204 7603 2.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.