Maya Lestari G.F lahir di Padang Panjang pada 18 Agustus 1980. Ia menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya di SD Kompi Senapan C Kabupaten 50 Kota. Setamat dari SD, ia melanjutkan pendidikannya ke SMPN 1 Kecamatan Harau. Selanjutnya, ia menamatkan pendidikan menengah atasnya di SMAN 1 Kecamatan Harau, Kabupaten 50 Kota. Ia kemudian hijrah ke Padang karena melanjutkan pendidikan di Diploma Sekretaris, AIM Padang. Selanjutnya, ia meneruskan pendidikan S1-nya di Jurusan Jurnalistik, IAIN Imam Bondjol Padang.

Maya Lestari G.F mulai aktif menulis sejak tahun 1999. Ia mulai menulis cerpen dan novel. Di samping menulis karya fiksi, istri Abel Tasman ini juga menulis artikel dan buku fiksi untuk anak-anak. Di samping menulis, Maya juga pernah bekerja sebagai redaktur suplemen remaja Pmails, Harian Padang Ekspres (Jawa Pos Grup). Saat ini ia juga merupakan anggota Forum Lingkar Pena (PLP). Selain itu, instruktur menulis untuk semua kalangan (anak-anak dan dewasa) ini juga merupakan penggagas/pendiri Kelas Kreatif Indonesia Sumatra Barat. Kelas Kreatif Indonesia (KKI) merupakan sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pengembangan literasi di kalangan anak usia sekolah dasar di Sumatra Barat, bekerjasama dengan Perpustakaan Provinsi Sumbar, Dinas Pendidikan Kota Padang, Harian Rakyat Sumbar, dan Harian Umum Haluan.

Praktisi homeschooling ini juga merupakan pimpinan redaksi Majalah Glosaria terbitan Pustaka Daerah Sumatra Barat. Selain itu, penggagas Festival Sastra Online ini juga salah seorang koordinator di Grup Kobimo. Grup Kobimo adalah sebuah sekolah menulis online yang setiap hari menyelenggarakan kelas-kelas belajar. Banyak penulis terkenal yang sudah tampil di grup ini. Maya aktif mengajar di kelas cerita anak dan belia. Dalam sebuah wawancara dengan Anggi Septianto dari Alinea TV, istri Abel Tasman ini menceritakan awal kecintaan dan ketertarikannya dalam menulis. Ia merasa bahwa dari kedua orang tuanyalah kecintaan terhadap dunia tulis menulis berawal. Waktu ia masih kecil ayahnya suka sekali mendongeng untuknya. Beliau juga selalu membelikan bacaan untuk Maya kecil. Keluarga ayahnya juga sangat berperan dalam membentuk kecintaan Maya pada dunia menulis. Setiap kali bertandang ke rumah, kakak-kakak ayahnya selalu membawakan buku-buku, entah itu buku fiksi maupun non fiksi. Dari berbagai bacaan itulah Maya belajar untuk menulis. Masih dalam wawancara dengan Anggi Septianto dari Alinea TV, penerima Anugerah Literasi dari Gubernur Sumatra Barat ini menyatakan bahwa menulis adalah jiwanya. Itulah satu-satunya hal yang tak bisa ia lupakan dalam hidupnya. Ia bisa menjadi apa saja, tapi ia takkan bisa meninggalkan dunia menulis. Refreshingnya ada dalam dunia menulis. Bila ia merasa sumpek, ia akan menulis dan rasa sumpek itu akan hilang. Maya kerap membayangkan, bila suatu saat tidak boleh menulis lagi apa kira-kira yang akan terjadi. Ia akan mati perlahan-lahan. Jiwanya akan seperti daun yang dimakan ulat. Tidak lagi berseri. Memisahkan dunia menulis dari dirinya, seperti memisahkan kulit dari setiap inci daging di tubuhnya. Sebagai seorang yang biasa menulis, ia tidak bisa membayangkan jika suatu saat ia berhenti karena menulis adalah jiwanya. Akan tetapi, jika hal tersebut terjadi ia ingin menjadi penggiat seni kriya. Ia akan menulis buku tentang dunia kriya, industri kreatif, buku-buku praktik seni kriya dan semacamnya. Ujung-ujungnya menulis juga.

Penggemar Gabriel Garcia Marquez dan Neil Gaiman ini biasa menulis fiksi maupun non fiksi. Topik yang diangkatnya pun cukup beragam. Jika menulis novel, topiknya bisa mengenai psikologi remaja dan juga silat. Jika menulis non fiksi, topik yang diangkat biasanya mengenai politik, pendidikan, atau sains. Maya sangat menyukai dunia sains. Ia berniat suatu saat akan menulis novel bertemakan sains tersebut. Selain mengagumi Gabriel Garcia Marquez, Maya juga mengidolakan beberapa penulis Indonesia, seperti Seno Gumira Ajidarma, Goenawan Mohammad, Damhuri Muhammad, Kuntowijoyo, dan Emha Ainun Nadjib. Maya mengagumi penulis-penulis yang sudah punya ‘sidik jari’ sendiri, sehingga jika membaca karyanya, kita bisa mengetahui bahwa itu karya dia, meskipun tak ada namanya di situ. Bisa dikatakan, Maya hampir selalu mengetahui dan mengenali karya-karya idolanya tersebut meski nama mereka tidak ditulis di situ. Maya ingin menjadi seperti itu. Ia ingin menjadi penulis yang punya sidik jari. Ia mengetahui bahwa untuk mendapatkannya tentu saja tidak mudah. Ia harus banyak membaca, membuka wawasan, berendah hati untuk belajar, terus menulis, dan lain-lain. Hal itu akan membuat seorang penulis menjadi matang. Jika seorang penulis matang, ia akan mengeluarkan wangi intelektualnya, sehingga pembaca bisa mengendusnya.

Dari kecintaannya terhadap dunia tulis menulis, Maya sudah menghasilkan karya-karya yang cukup diminati. Ia juga termasuk penulis yang produktif. Pada tahun 2004 kumpulan cerpennya Kutukan Pitopang diterbitkan oleh Beranda Hikmah. Pada tahun yang sama novelnya Ken diterbitkan oleh Lingkar Pena Publishing House. Pada tahun 2005 penerbit Beranda menerbitkan karya Maya berjudul Denting Dua Hati. Pada tahun yang sama, novelnya berjudul Farewell Party juga diterbitkan oleh Asy Syamil. Masih di tahun 2005 penerbit DarMizan menerbitkan novel Maya yang lainnya, yaitu It’s My Solitaire. Pada tahun 2013 Alkautsar Kids menerbitkan karyanya berupa serial anak, yaitu Serial Attar yang terdiri atas tiga judul Atar dan Peta Beliyaka, Atar dan Alamat yang Hilang, dan Atar dan Panci Ajaib. Di tahun yang sama, setelah berjibaku dengan pena, kertas, dan riset mendalam sejak tahun 2009--2012, karyanya berjudul Kupu-Kupu For de Kock diterbitan oleh Koekoesan. Di tahun berikutnya, yaitu tahun 2014 karyanya yang lain berjudul Love, Interrupted diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Pada tahun 2015 karyanya berjudul Labirin Sang Penyihir diterbitkan oleh Kakilangit. Selanjutnya, pada tahun 2015 ia juga menulis cerita anak dan diterbitkan oleh Alkautsar Kids dengan judul Amazing Fables. Novelnya yang lain berjudul Cinta Segala Musim juga diterbitkan di tahun 2016 oleh penerbit Indiva. Karya berikutnya Habibie Ya Nour El Ayn hadir di tahun 2017, diterbitkan oleh DarMizan. Pada tahun 2017 Maya juga menghasilkan buku Asal Mula Nama Negeri Sarilamak, Seri Budaya Nusantara, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Di tahun 2017 juga Maya menghasilkan buku kumpulan cerpen keduanya setelah Kutukan Pitopang, yaitu Pada Suatu Senja Aku jatuh Cinta yang diterbitkan oleh Penerbit Basabasi. Novel terbarunya juga hadir di tahun 2017 ini, yaitu Jejak Cinta 20 Tahun yang diterbitkan pada bulan Agustus oleh Mizan Publishing.

Karya-karya Maya Lestari GF juga hadir di antologi bersama. Pada tahun 2017 karya Maya hadir di Blueberry untuk Pauline yang diterbitkan oleh Kakilangit. Tahun 2012 karya Maya juga dapat dilihat pada buku Akar Anak Tebu, diterbitkan oleh Pusakata. Pada tahun 2007 karya Maya juga bisa dinikmati pada Kutukan Jomblo, diterbitkan oleh Lingkar Pena Publishing House. Di tahun yang sama karya Maya juga ada di Gara-gara Jilbabku? Yang diterbitkan oleh Lingkar Pena Publishing House. Masih di tahun 2007 karya Maya juga bisa dibaca di Surat Untuk Meulaboh  yang diterbitkan oleh Cpublishing. Selain itu, pada tahun 2011 karya Maya juga termuat dalam antologi cerita rakyat Negeri Batu yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumbar. Di tahun 2012 karya Maya juga dimuat di antologi cerita rakyat yang diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumbar.

Selain menulis novel, Maya juga menulis cerpen dan artikel. Cerpen-cerpennya dimuat di Media Indonesia, Koran Tempo, Nova, Majalah Annida, Koran Sindo, Jurnal Nasional, Harian Padang Epkses, Harian Haluaan dan Tabloid Harakah Malaysia. Cerpen-cerpennya juga termuat dalam beberapa antologi bersama, seperti  Menembus Batas (Cakrawala Publishing, 2005), I Love You So Mad (Lingkar Pena, 2006), Gara-gara Jilbabku (Lingkar Pena, 2006), dan Kutukan Jomblo (2007).

Selain menulis, Maya juga sering mengikuti berbagai kompetisi dan perlombaan dalam bidang kepenulisan. Pada tahun 2004 ia berhasil menjadi 10 Finalis Terbaik dalam Lomba Cerpen FLP Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 2005, Maya adalah pemenang ketiga Lomba Menulis Cerpen Annida. Maya juga pernah menjadi Finalis Lomba Cerpen Rohto yang diselenggarakan pada tahun 2012. Pada tahun 2013 Maya adalah Pemenang Berbakat Lomba Menulis Novel Amore yang diselenggarakan oleh Gramedia Pustaka Utama. Pada tahun yang sama, pengarang ini menjadi Pemenang III Lomba Menulis Novel Remaja Penerbit Bentang Belia. Pada tahun 2014, Maya berhasil menjadi Pemenang Unggulan III Lomba Menulis Novel Indiva. Selain itu, Maya, pada tahun 2016, juga berhasil menjadi Pemenang Pertama Lomba Manulis Konsep Pendidikan sebagai Gerakan Semesta yang diselenggarakan oleh Depdiknas-Kompasiana.

Maya Lestari G.F juga sudah diganjar beberapa penghargaan dari karya-karya yang telah dihasilkannya. Serial Attar dan Peta Beliyaka merupakan nominator penerima penghargaan buku fiksi anak terbaik Islamic Book Award pada tahun 2014. Pada tahun 2015, Maya merupakan penerima penghargaan sebagai Pengembang Pustaka Daerah Sumatra Barat dari Gubernur Sumatra Barat. Pada tahun 2016, Badan Perpustakaan Daerah dan Kearsipan Sumbar memberikan penghargaan kepada Maya berupa Anugerah Literasi Minangkabau yang diserahkan oleh Gubernur Sumatra Barat. Ia juga menerima Anugerah Apresiasi Pendidikan Keluarga dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tahun 2017.[1][2][3][4]

Referensi

  1. ^ 1. https://mayalestarigf.com/tentang-penulis/ diunduh pada 20 September 2017
  2. ^ https://www.goodreads.com/author/show/3082340.Maya_Lestari_GF diunduh pada 15 September 2017
  3. ^ Wawancara Anggi Septianto dengan Maya Lestari GF di AlineaTV  pada         4 Agustus 2014 diunduh dari https://www.alineatv.com/2014/08/maya-lestari-gf-menulis-adalah-jiwa-saya/ pada 15 Agustur 2017.
  4. ^ 1. Buku Pengarang Sumatera Barat Era Reformasi (1998—2013) yang disusun oleh Armini Arbain diterbitkan di Pare, Kediri oleh Fam Publishing.