Prasasti Pucangan merupakan sebuah prasasti yang berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuno,[1] berasal pada tahun 1.040 Masehi, merupakan prasasti peninggalan zaman pemerintahan Airlangga, yang menjelaskan tentang beberapa peristiwa serta silsilah keluarga raja secara berurutan. Prasasti ini disebut juga dengan Calcutta Stone, karena sekarang prasasti ini disimpan di Museum India di Kolkata (Calcutta), India.

Prasasti Pucangan terdiri dari dua prasasti berbeda yang dipahat pada sebuah batu, di sisi depan menggunakan bahasa Jawa Kuno dan di sisi belakang menggunakan bahasa Sanskerta, namun kedua prasasti tersebut ditulis dalam aksara Kawi (Jawa Kuno). Prasasti ini berbentuk blok berpuncak runcing serta pada bagian alas prasasti berbentuk bunga teratai.

Penamaan prasasti Pucangan ini, berdasarkan kata Pucangan yang ditemukan pada prasasti tersebut, pada prasasti ini menceritakan adanya suatu perintah untuk membangun suatu tempat pertapaan di Pucangan, yaitu nama sebuah tempat dahulunya di sekitar gunung Penanggungan, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.[2]

Penemuan

Prasasti ini ditemukan pada masa Raffles menjadi Gubernur pemerintahan kolonial Inggris di Batavia. Pada tahun 1812 Gubernur Jenderal Inggris di Jawa, Thomas Stamford Rafles memindahkan batu itu ke Kalkuta (Calcutta), India. Kemudian menyerahkan pada atasannya, Gubernur Jenderal Inggris di India, Lord Minto. Sejak itu, prasasti itu menjadi bagian dari keluarga Minto, dan dinamakan Minto Stone, di rumah keluarga Minto, Hawick, Skotlandia. [3] Namun prasasti pucangan ini tidak dibawa ke Skotlandia. Alhasil, hingga hari ini, prasasti Pucangan itu masih berada di museum Kalkuta, India.[4]

Teks prasasti berbahasa Sanskerta

Alih Aksara

Alih aksara alam bahasa Sanskerta (Witasari, 2009) adalah sbb.:[5]

  1. // svasti // tribhira piguna airu petonŗņa āvvidhānesthi tautathā pralaye aguņaiti yaħ prasiddhasta smaidhāthre namas satatam
  2. agaņi vikrama guruņā praņam yamānas surādhipe nasadã piyas trivikrama iti prathito loke namasta smai

Alih Bahasa

  1. Selamat! Hormat selalu baginya, yang diberkati dengan ketiga guna ketika takdir para manusia telah ditetapkan, hingga ketika kehancuran telah diatur, demikian bagi Pencipta tidak memiliki guna
  2. Hormat baginya, demikianlah triwikrama yang dikenal dunia oleh langkah yang besar tanpa perhitungan, juga selalu hormat oleh pikiran raja para dewa.

Usaha Pengembalian

Pemerintah Indonesia pernah meminta pada keluarga Lord Minto dan pemerintah India. Namun belum membuahkan hasil. Sementara di India, prasasti ini tidak terawat dan tergeletak terkena hujan dan anfin di luar gudang Museum Kalkuta.

Peter Brian Ramsey Carey, sejarawan asal Inggris, meminta pemerintah melakukan pendekatan secara halus dengan keluarga Lord Minto. Sebab, keluarga bangsawan ini dinilai tidak seperti bangsawan JC Baud, mantan gubernur jenderal Belanda, yang keturunannya dengan lapang dada merawat warisan pusaka itu.

Pemerintah sudah mendekati keluarga Minto, sejak 2004. Salah satu yang mendekati adalah pengusaha Hashim Djojohadikusumo yang bersedia menanggung biaya pemulangan prasasti itu sekitar Rp 3 miliar pada tahun 2008, seperti dilaporkan beberapa media lokal Inggris. Namun, Peter mendorong agar yang lebih proaktif mendekati adalah pemerintah, bukan individu.

Rujukan

  1. ^ Poesponegoro, M.D. (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman kuno. PT Balai Pustaka. ISBN 979-407-408-X. 
  2. ^ Kern, H., (1917), Steen van den berg Pananggungan (Soerabaja), thans in’t India Museum te Calcutta, Verspreide Gescriften VII, 85-114, Gravenhage: Martinus Nijhoff.
  3. ^ Raffles, Sir Thomas Stamford, (1817), The History of Java, Vol. II, London:Black, Parbury, and Allen.
  4. ^ "Tolong! 2 Prasasti Sejarah Milik RI ini Telantar di Inggris dan India". detiknews. Diakses tanggal 2018-03-23. 
  5. ^ Vernita Hapri, Witasari (2009). Prasasti Pucangan Sansekerta 954 Saka (Suatu Kajian Ulang) (PDF). FIB Universitas Indonesia. hlm. 22–42. 

Bacaan lanjutan

  • Kern, H., (1913), Een Oud-Javaansche steeninscriptie van Koning Er-Langga, Gravenhage: Martinus Nijhoff, 13 h.
  • Stutterheim, W.E., (1937), Oudheidkundige aantekeningen:XLVIII. Waar lag Erlangga's kluizenarij van den Pucangan?, BKI, 95.
  • Poerbatjaraka, R. N., (1941), Strophe 14 van de-Sanskrit-zijde der Calcutta-steen, TBG, LXXXI, 425-437.