K.H MUSTHOFA KAMIL

Seorang tokoh sejarah perjuang tanah air dalam mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia yang berasal dari Kabupaten Garut. Nama K.H Musthofa Kamil mungkin terdengar asing bagi generasi sekarang, meskipun nama beliau terpateri pada nama sebuah jalan di kota Garut.

Kita coba telusuri tokoh sejarah ini dengan maksud kita sebagai generasi penerus bangsa ini agar tidak sampai melupakan sejarah yang pernah ditoreh oleh para leluhur bangsa ini.

Nama K.H Musthofa Kamil kiranya tak dapat kita pisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam menentang penjajahan. khususnya di daerah Garut. Lahir pada tahun 1884 di Kampung Bojong, Desa Pasirkiamis, Tarogong, Garut. Daerah tersebut sekarang berada di wilayah Kecamatan Pasirwangi. Semasa kecil ia dikenal dengan nama Muhammad Lahuri. Namun setelah belajar di pesantren dan menunaikan haji, namanya berubah menjadi Musthofa Kamil.

Sang Kiayi yang ulama besar pada zamannya itu dikenal sangat menentang keras aturan-aturan yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena sikap anti penjajah itu, K.H Musthofa Kamil keluar masuk penjara berkali-kali,baik pada masa koloni Belanda maupun pada zaman penjajahan Jepang. Pernah K.H Musthofa Kamil dijebloskan ke penjara gara-gara beliau mengharamkan aturan yang diberlakukan oleh pemerintah kolonial Belanda, terjadi pada tahun 1915.

Pada tahun 1919-1921 K.H Musthofa Kamil kembali dijebloskan ke dalam bui, karena dianggap sebagai provokator pada peristiwa Cimareme yang dimotori oleh H. Hasan. K.H Musthofa Kamil pada saat itu sebagai Ketua Syarikat Islam Garut dan hampir seluruh anggota Syarikat Islam ditangkap dan dibuang bahkan sampai ke luar Jawa.

Tidak lama setelah peristiwa Cimareme, K.H Musthofa Kamil kembali ditangkap, karena dianggap sebagai penggerak rakyat melakukan unjuk rasa menentang peraturan pajak yang jelas-jelas amat memberatkan rakyat Garut.

Ulama besar yang pemberani itu pun tidak mau melakukan shalat Jum’at di Mesjid Agung (Kaum), karena di Mesjid Agung Garut tidak diperbolehkan khutbah menggunakan bahasa lokal yakni bahasa sunda, melainkan harus menggunakan bahasa Arab. Beliau lebih memilih melakukan shalat Jum’at di Mesjid Al Musthofa Ciledug karena di sana, beliau bisa berkhutbah dengan bahasa lokal, beliau juga bisa menerjemahkan ayat-ayat Al-Quran ke dalam bahasa Sunda. K.H Musthofa Kamil menyadari semua ketentuan itu adalah sebagai politik agar masyarakat tetap bodoh, tidak memahami ajaran Islam. Dan Ia begitu gigih menumpas kebodohan itu melalui cara-cara yang ditempuhnya, walaupun sebagai imbalannya adalah jeruji besi. Dan benar. akibat pembangkangan itu, pada tahun 1927 ia diawasi secara ketat oleh pemerintah Belanda, dan akhirnya ditangkap dan dipenjarakan. Awalnya di Garut, tapi kemudian dialihkan ke penjara Sukamiskin Bandung.

Oktober 1945 menjadi bukti sejarah akan keberanian K.H Musthofa Kamil menghadapi pertempuran di Surabaya. Bung Tomo, pada saat itu mengajak jihad kepada seluruh rakyat, dan K.H Musthofa Kamil dengan gagah berani menyambut ajakan itu dengan pergi ke Surabaya didampingi putranya yang bernama Hizbullah yang dikenal dikalangan Syarikat Islam dengan nama K.H Abdullah Ridlwan yang selanjutnya bergabung dengan pasukan lainnya melakukan pertempuran. Pertempuran tersebut dikenal dengan hari Pahlawan.

Pertempuran itu pula yang mengakhiri kehidupan sang Kiai Jerajak pahlawan pemberani.

K.H. Musthofa Kamil gugur pada 10 Desember 1945, saat terjadi pertempuran melawan Sekutu di daerah Gedangan, Sidoarjo, Jawa Timur.

Masyarakat yang menjadi saksimata menuturkan bahwa beliau gugur setelah tertangkap dan dianiaya oleh pasukan Belanda. Jenazahnya oleh masyarakat setempat kemudian dimakamkan di tempatnya meninggal dunia. Yang bisa dibawa kembali ke Garut oleh keluarganya hanyalah pakaian, topi, dan untaian tasbih miliknya.

Jenazah K.H Musthofa Kamil pun dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Surabaya, kepada beliau, pemerintah memberikan pangkat Letnan Kolonel secara anumerta. Sementara pemerintah Garut sendiri menorehkan nama beliau menjadi nama sebuah jalan di dekat Terminal Guntur Garut sepanjang kurang lebih dua kilo meter.