Lie Eng Hok (1893-1961) (lahir di Desa Balaraja, Tangerang, 7 Februari 1893) adalah seorang Perintis Kemerdekaan Indonesia. Lie merupakan salah seorang tokoh di balik pemberontakan 1926 di Banten. Dalam peristiwa itu, massa pribumi bergerak melakukan perusakan jalan, jembatan, rel kereta api, instalasi listrik, air minum, rumah-rumah, dan kantor milik Pemerintah Kolonial Belanda. Pemberontakan ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintahan yang menindas.

Lie adalah orang yang teguh pada pendiriannya dalam membela Indonesia. Semasa muda Lie aktif sebagai wartawan Surat Kabar Sin Po dan berkawan akrab dengan Wage Rudolf Supratman, temannya di surat kabar Melayu-Tionghoa dan pencipta lagu Indonesia Raya. Dari temannya ini ia belajar banyak tentang cita-cita kebangsaan.

Lie sempat merasakan pahit-getirnya ditahan Pemerintah Kolonial Belanda dan dibuang ke Boven Digoel (Tanah Merah), Papua, selama lima tahun (1927-1932). Selama di Boven Digoel Lie menolak bekerja untuk Pemerintah Kolonial Belanda dan lebih memilih membuka kios tambal sepatu untuk memenuhi biaya hidupnya.

Atas jasa-jasanya pada bangsa dan negara Indonesia, Lie Eng Hok diangkat sebagai Perintis Kemerdekaan RI berdasarkan SK Menteri Sosial RI No. Pol. 111 PK tertanggal 22 Januari 1959. Lie meninggal pada 27 Desember 1961 dan dimakamkan di pemakaman umum di Semarang. Dua puluh lima tahun kemudian, kerangka Lie Eng Hok baru dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal, Semarang, melalui Surat Pangdam IV Diponegoro No.B/678/X/1986.

Pranala luar

  • (Indonesia) [1]