Ruyati Darwin adalah pejuang HAM perempuan yang lahir pada tahun 1946. Pada tanggal 13 Mei 1998, Eten Karyana, anak sulung Ruyati, yang merupakan seorang guru sekolah meninggal dunia saat Plaza Yogya terbakar di Jakarta Timur.[1][2]

Kehidupan pribadi

Dia memiliki enam orang anak yang salah satunya merupakan korban kerusuhan Jakarta pada Mei 1998 yang bernama Eten Karyana. Ruyati menghabiskan masa muda nya di Bandung. Tetapi setelah menikah, Ruyati pindah ke Jakarta bersama dengan suaminya. Mereka tinggal dengan sanak saudaranya di Pulogadung, Jakarta Timur. Kemudian mereka pindah ke Penggilingan yang juga berada di Jakarta hingga saat ini.

Kerusuhan Jakarta Mei 1998

Ruyati memiliki seorang anak bernama Eten Karyana. Dia adalah seorang guru sekolah yang tewas pada peristiwa terbakarnya Plaza Yogya di Jakarta Timur. Tanggal 13 Mei 1998 merupakan hari yang tidak dapat dilupakan oleh Ruyati dalam hidupnya. Pada saat itu Eten pergi bekerja untuk mengajar di sekolah di pagi hari, namun hingga malam hari dia tidak kembali ke rumahnya. Ruyati dan keluarga nya mulai merasa khawatir dan mencoba untuk mencari informasi. Dia menyadari bahwa terdapat peristiwa kebakaran di Plaza Yogya namun tidak menyadari bahwa Eten ada disana.

Kemudian diketahui bahwa Eten meninggal dunia karena dia berusaha untuk menyelamatkan seorang anak dari kebakaran. Beberapa tahun kemudian, kolega Eten menceritakan bahwa dirinya dan Eten sedang perjalanan pulang setelah mengajar di sekolah, lalu kemudian mereka pergi ke Plaza Yogya. Tetapi kemudian dia meninggalkan gedung sementara Eten masih berada di sana. Eten melihat seorang anak dan ingin menyelamatkannya dari kebakaran, mungkin Eten teringat akan keponakan kecilnya. Eten kemudian tidak terlihat lagi setelah itu dan diasumsikan menjadi korban dari peristiwa kebakaran tersebut.

Saksi mengatakan bahwa pelaku yang menjadi provokator untuk membakar gedung Plaza Yogya membawa pentungan dan jerigen berisi bensin.[3]

Pascatragedi

Ruyati selalu menghadiri peringatan tahunan persitiwa kebakaran di gedung yang sekarang bernama Mal Klender. Hal tersebut karena kecintaannya terhadap Eten yang membuatnya kuat.[4] Ruyati juga turut terlibat dalam aksi kamisan dengan naik kereta dari Cakung. Kegiatan yang dilakukan setiap hari kamis di depan istana negara bersama para keluarga korban pelanggaran HAM lainnya.[5] Upaya termutakhir yang dilakukan Ruyati adalah mendesak Presiden Joko Widodo untuk memberikan mandat kepada Jaksa Agung untuk menuntaskan kasus Mei 1998.[6]

Kehidupan masa muda

Ruyati mendapatkan pendidikan di Sekolah Rakyat. Dia masih ingat ketika itu harus belajar membaca dan menulis dengan menggunakan asbak, semacam papan tulis kecil berwarna hitam, dan grip, semacam kapur tulis yang berasal dari batu. Tidak lama setelah menikah, Ruyati pindah ke jakarta mengikuti suaminya. Mereka menumpang di rumah saudara tua suami di asrama Brimob, Pulogadung Jakarta Timur. Tidak lama setelah itu mereka pindah ke daerah Jatinegara dan selanjutnya mereka tinggal di kampung Penggilingan, Cawang, Jakarta Timur. Sejak itu mereka tinggal di Penggilingan di daerah ini hingga lebih dari 21 tahun sampai sekarang. Mereka pindah di tidak jauh dari rumah itu ketika mereka menjualnya karena mengalami kebangkrutan dalam usahanya.[1]

Riwayat aktivisme

Ruyati adalah perempuan yang aktif di lingkungannya. Ketika masih muda, dia terlibat dalam Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Dia adalah sekretaris PKK pada waktu itu di desa nya. Selain itu, Ruyati juga terlibat dalam beberapa kegiatan yang mengkoordinasikan remaja dalam kegiatan olahraga, pertunjukkan seni, dan pemberdayaan pemuda. Latar belakang nya dalam pergerakan sosial sangat penting dalam upaya nya untuk mengadvokasi hak-hak korban pada kerusahan Mei 1998 di Jakarta. Ruyati juga terlibat dalam beberapa lembaga swadaya masyarakat dan perkumpulan masyarakat sipil seperti Elsam, Kalyanamitra, SIP dan KontraS untuk menemani paguyuban korban. Keterlibatan ini akhirnya berujung pada penunjukkan dirinya sebagai Ketua dari Paguyuban Korban Mei 1998 sejak pendiriannya pada tahun 2006 hingga saat ini.[1]

Referensi

  1. ^ a b c Human Right Support Facilties (HRSF), Human Right Support Facilties (HRSF) (2002). Narasi Pembela HAM Berbasis Korban: BERJUANG DARI PINGGIRAN. Jakarta: Human Right Support Facilties (HRSF). hlm. 119. 
  2. ^ "Saat Ibu Tua ini Mengenang Eten Karyana, Sang Penolong yang Jadi Korban Mei '98". detiknews. Diakses tanggal 2018-05-20. 
  3. ^ KOALISI UNTUK KEADILAN DAN PENGUNGKAPAN KEBENARAN (2014). Menemukan Kembali Indonesia. Koalisi untuk Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK). hlm. 266. 
  4. ^ "ELSAM | Defending human rights for justice". lama.elsam.or.id. Diakses tanggal 2018-05-19. 
  5. ^ "18 Tahun Tragedi Mei | GEOTIMES". GEOTIMES. 2016-05-13. Diakses tanggal 2018-05-19. 
  6. ^ Media, Kompas Cyber (2015-05-11). "17 Tahun Tragedi Mei '98, Perempuan Ini Masih Cari Keadilan untuk Anaknya - Kompas.com". KOMPAS.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-05-19. 

Pranala Luar