Lokomotif C53

salah satu lokomotif uap di Indonesia

Lokomotif C 53 adalah nama salah satu lokomotif uap di Indonesia yang diproduksi oleh pabrik Werkspoor, Belanda. C 53 memiliki panjang 20.792 mm, daya mesin 1.200 hp, berat 109,19 ton, dan kecepatan maksimum 90 km/jam. Awalnya C 53 merupakan lokomotif berkode SS 1001-1020.[1] Loko ini dikenal sebagai loko yang sukses, sekaligus loko paling bermasalah dalam pengoperasiannya. Loko ini berpengalaman menarik kereta api ekspres.[2]

C53
C53
Salah satu armada lokomotif SS, lokomotif kelas 1020 (C 53)[1]
Data teknis
Sumber tenagaUap
ProdusenWerkspoor, N.V., Belanda
Tanggal dibuat1918-1922
Jumlah dibuat20 unit
Spesifikasi roda
Notasi Whyte4-6-2
Susunan roda AAR2-C-1
Dimensi
Panjang20.792 mm
Berat
Berat kosong109,19 ton
Bahan bakar
Sistem mesin
Kinerja
Kecepatan maksimum90 km/jam
Daya mesin1.200 hp
Lain-lain
Karier
Perusahaan pemilikStaatsspoorwegen
Daerah operasiPulau Jawa
Mulai dinas1918
Pemilik sekarangPT Kereta Api Indonesia

Sejarah pengoperasian

C 53 diimpor dari pabriknya, pada tahun 1918-1922. Lokomotif ini berjumlah 20 unit pada awalnya. C 53 telah berpengalaman menarik kereta-kereta ekspres, seperti Eendaagsche Express dan Nacht Express. Kereta api Eendaagsche Express diluncurkan pada tanggal 1 November 1929, sedangkan Nacht Express diluncurkan pada tanggal 1 November 1936. Waktu tempuh kereta api Eendaagsche Express saat diluncurkan adalah 13 jam 30 menit, kemudian dipersingkat menjadi 11 jam 27 menit pada tahun 1939 (sama dengan waktu tempuh kereta api Bima saat ini).[3][4]

Werkspoor memproduksi lokomotif C 53 dalam rangka memperkukuh armada SS berupa lokomotif dengan empat silinder compound. Lokomotif ini ternyata jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena Werkspoor belum berpengalaman dalam memproduksi lokomotif dengan empat silinder compound. Kemungkinan besar SS memilih pabrik ini dengan alasan nasionalisme.[2] Sepuluh tahun setelah diimpor, SS kemudian memasangkan smoke deflector yang dibuat khusus untuk menciptakan arus udara yang mengangkat asap keluar dari cerobong sehingga tidak menempel pada bodi lokomotif dan mengganggu pandangan masinis.[4]

Secara teknis kinerja C 53 kurang memuaskan. Ternyata, lokomotif ini akan berguncang jika dipacu dengan kecepatan 90 km/jam. Pada tahun 1931, lokomotif ini berguncang keras setelah dipacu dengan kecepatan 100 km/jam. Padahal loko dengan empat silinder compound ini diharapkan dapat memberikan kestabilan ketika berlari dengan kecepatan tinggi. Lokomotif ini tetap dipertahankan sebagai loko penarik kereta ekspres dengan menanggung biaya operasional yang sangat mahal.[4]

Pada dasawarsa 1970-an, C 53 digunakan hanya untuk kereta lokal saja, sampai akhir masa dinasnya. Kini tersisa C 53 17 yang dipajang di Museum Transportasi, Taman Mini Indonesia Indah.[4]

Galeri

Referensi