Takzir

Revisi sejak 26 Mei 2018 00.05 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Tazir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ditulis dengan "ta`zir" yang artinya hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijaksanaan hakim karena tidak terdapat dalam Alquran dan hadis.[1] Sedangkan secara istilah adalah hukuman yang diberika kepada pelaku dosa-dosa yang tidak diatur dalam hudud atau aturan. Tazir diberlakukan terhadap pelaku dosa sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan sekalipun tidak dijelaskan bentuk hukumannya baik dalam Alquran dan Hadits. [2] Sehingga hal tersebut ditentukan oleh penguasa yang berwenang untuk memberikan hukuman.

Pandangan Imam Mazhab

Dalam suatu riwayat bahwa Umar bin Khathab RA menta’zir dan memberi pelajaran terhadap seseorang dengan mencukur rambut, mengasingkan dan memukul pelakunya. Pernah pula beliau membakar kedai-kedai penjual khamr dan membakar suatu desa yang menjadi tenpat penjualan khamr. Tazir dalam perkara yang disyariatkan adalah tazir yang wajib menurut pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad rahimahumullah.[3] Sedangkan menurut Imam Syafi'ie hal tersebut tidak wajib. Karena akan menimbulkan tindakan yang tidak berkeadilan.

Bentuk-Bentuk Tazir Penguasa

Tazir hakikatnya adalah sebuah proses pendidikan.Kendati masuk dalam lingkup pidana Islam tidaklah dimaknai sebagai proses pembalasan apa lagi penyiksaan. Lebih tepat tazīr dipahami sebagai proses penyadaran. Dalam melakukan proses penyadaran tersebut para ulama telah merumuskan setidaknya dua bentuk hukuman yang dapat diterapkan. Pertama, melalui perkataan seperti mencegah, mencela, dan menasehati. Kedua, tazīr juga dapat dilakukan dengan perbuatan seperti, memukul, mencambuk, menahan di dalam penjara, mengikat, dan bisa juga dibunuh kendatipun masalah ini masih diperdebatkan.[4]

Contoh

Mengingat tazir diberlakukan untuk pelanggaran yang tidak diatur dalam Alquran dan Hadits, seperti halnya koruptor. Maka untuk sanksi yang dijatuhkan menyesuaikan dengan kehendak penguasa. Hukuman pencurian tidak dapat dijadikan rujukan untuk menghukum koruptor.[5] Demikian pula kejahatan-kejahatan lain sehingga penguasa dituntut untuk objektif tanpa membandingkan dengan kejahatan lain sebagai referensi penjatuhan hukuman.

Referensi

  1. ^ Setiawan, Ebta. "Arti kata takzir - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online". kbbi.web.id. Diakses tanggal 2018-05-25. 
  2. ^ M.H, Drs H. Zulkarnain Lubis; M.H, Drs H. Bakti Ritonga, S. H. (2016-01-01). Dasar-Dasar Hukum Acara Jinayah. Prenada Media. ISBN 9786020895802. 
  3. ^ Sa’id Abdul ‘Adhim, Kafarah Penghapus Dosa, Terj. Abu Najiyah Muhaimin bin Subaidi, Malang : Cahaya Tauhid Press, hlm. 76
  4. ^ Santoso, Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syari`at dalam Wacana dan Agenda, Jakarta: Gema Insani Pers, 2003, hlm 118-119
  5. ^ ‘Ashmāwī, Muḥammad Sa‘īd (2004). Nalar kritis syari'ah. PT LKiS Pelangi Aksara. ISBN 9789793381336.