Tamjidullah II dari Banjar

Revisi sejak 2 Juni 2018 10.37 oleh Harliwan (bicara | kontrib) (Keturunan patrilineal baru bisa)

Sultan Tamjid Allah II bin Pangeran Sultan Muda Abdur Rahman adalah Sultan Banjar terakhir versi Belanda[8] yang memerintah antara tahun 1857-1859yang dilantik oleh pemerintahan Hindia Belanda, walaupun bertentangan dengan wasiat Sultan Adam, raja Banjar pendahulunya.

Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Tamjidullah al-Watsiq Billah bin Pangeran Sultan Muda Abdur Rahman
Sultan Banjar
Berkuasa3 November 1857-25 Juni 1859
Penobatan7 September 1851 (Penjabat Mangkubumi Banjar)[1]


10 Juni 1852 (Sultan Muda Banjar)

3 November 1857 (Sultan Banjar)
PendahuluSultan Adam al-Watsiq Billah
PenerusSultan Hidayatullah Khalilullah
SultanLihat daftar
Keturunan♂ Pangeran Amir[2]
WangsaDinasti Banjarmasin
AyahPangeran Sultan Muda Abdur-Rahman
IbuNyai Besar Aminah

Mangkubumi dan Pangeran Ratu, Sultan Muda

Ia merupakan putera sulung Sultan Muda Abdul Rachman. Pemerintah Hindia Belanda sebelumnya sudah mengangkat Pangeran Tamjid sebagai mangkubumi semasa ayahnya (Sultan Muda Abdurrahman) masih hidup, kemudian setelah ayahnya mangkat, ia dilantik menjadi Sultan Muda sejak 10 Juni 1852 merangkap jabatan mangkubumi yang telah dijabatnya sebelumnya. Sebagai mangkubumi (rijksbestuurder) dan Putera Mahkota, Pangeran Ratu Sultan Muda Tamjidillah memperoleh gaji f 12.000 dan hasil peramasan (tambang emas) senilai 40 tahil @75 - 3.000 setahun.[9] [10] [11]

Sultan Banjar

Pada 3 November 1857 Tamjidullah II (umur 38 tahun) diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar, padahal ia anak selir (Nyai) peranakan Tionghoa-Dayak (= phan tong fang/petompang) meskipun ia sebagai anak sulung dan kemudian Belanda mengangkat Hidayatullah II sebagai mangkubumi. Pengangkatan Tamjidullah II ditentang segenap bangsawan karena menurut wasiat semestinya Hidayatullah II sebagai Sultan karena ia anak permaisuri (Ratu). Tamjidullah II melantik puteranya sebagai Sultan Muda dengan gelar Tamjidullah III.

Sehari setelah pelantikannya Sultan Tamjidillah II menandatangani surat pengasingan kandidat sultan lainnya pamannya sendiri Pangeran Prabu Anom bin Sultan Adam yang diasingkan ke Bandung pada 23 Februari 1858.

Ketika Sultan Adam Al Wasik Billah meninggal pada tanggal 1 November 1857 karena sakit, tanpa sepengetahuan Dewan Mahkota, yaitu sesudah dua hari pemakaman almarhum Sultan Adam, pemerintah Hindia Belanda menobatkan Pangeran Tamjidillah sebagai Sultan Banjar. Pangeran Prabu Anom (putera Sultan Adam dengan Ratu Komala Sari) ditangkap oleh Belanda, karena menurut pertimbangan Belanda, kalau Pangeran Prabu Anom berada di Banjarmasin akan membahayakan, dan dia dibuang ke pulau Jawa.[12]

Jauh sebelumnya Sultan Adam pernah mengutus surat ke Batavia agar pengangkatan Tamjidullah II sebagai Sultan Muda (Putra Mahkota) dibatalkan. Sebelum wafatnya Sultan Adam sempat membuat surat wasiat yang menunjuk Pangeran Hidayatullah II (cucu Sultan Adam dan cucu Pangeran Mangkoe Boemi Nata) sebagai Sultan Banjar penggantinya dan mengutuk siapapun yang tidak menaati surat wasiat tersebut, inilah menjadi dasar perlawanan segenap bangsawan terhadap Hindia Belanda.

Pada 25 Juni 1859, Hindia Belanda memakzulkan Tamjidullah II sebagai Sultan Banjar kemudian mengirimnya ke Buitenzorg.

Didahului oleh:
Ratoe Anom Mangkoeboemi Kentjana
Mangkubumi
7 September 1851-9 Oktober 1856
Diteruskan oleh:
Pangeran Hidayatullah
Didahului oleh:
Sultan Muda Abdul Rahman
Sultan Muda
10 Juni 1852-3 November 1857
Diteruskan oleh:
Pangeran Prabu Anom
Didahului oleh:
Sultan Adam Al-Watsiq Billah
Sultan Banjar
3 November 1857-25 Juni 1859
Diteruskan oleh:
Sultan Hidayatullah Halillah

Referensi

  1. ^ (Belanda) Saleh, Mohamad Idwar (1993). Pangeran Antasari. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. hlm. 16. 
  2. ^ menikah dengan Putri Bulan binti Pangeran Hidayatullah II
  3. ^ (Inggris)Daftar Sultan Banjar dalam Indonesian Traditional States II
  4. ^ (Indonesia) Mohamad Idwar Saleh, Banjarmasih: sejarah singkat mengenai bangkit dan berkembangnya kota Banjarmasin serta wilayah sekitarnya sampai dengan tahun 1950 (Jilid 4 dari Seri penerbitan Museum Negeri Lambung Mangkurat), Penerbit Museum Negeri Lambung Mangkurat Provinsi Kalimantan Selatan, Direktorat Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982
  5. ^ (Indonesia) Urang Banjar dan kebudayaannya, Penerbit Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, 2007 ISBN 979-98892-1-9, 9789799889218
  6. ^ (Belanda) J. M. C. E. Le Rutte (1863). Episode uit den Banjermasingschen oorlog. A.W. Sythoff. hlm. 12. 
  7. ^ (Belanda) Nederlanderh, Host Indie. Brill Archive. hlm. 140. 
  8. ^ (Indonesia) Sudrajat, A Suryana (2006). Tapak-tapak pejuang: dari reformis ke revisionis (Seri khazanah kearifan). Erlangga. hlm. 17. ISBN 9797816109. ISBN 978-979-781-610-0
  9. ^ (Belanda) (1861)Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 23. Ter Lands-drukkerij. hlm. 70. 
  10. ^ (Belanda) Landsdrukkerij (Batavia), Landsdrukkerij (Batavia) (1854). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar. 27. Lands Drukkery. hlm. 92. 
  11. ^ (Belanda) Landsdrukkerij (Batavia), Landsdrukkerij (Batavia) (1854). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar. 28. Lands Drukkery. hlm. 94. 
  12. ^ (Indonesia) Ahmad Gazali Usman, Pangeran Hidayatullah, dalam Kalimantan Scientie, No. 17, Tahun VII, Banjarmasin, 1988, hal. 4

Pranala luar