Datuk ri Tiro

tokoh Indonesia
Revisi sejak 23 Juni 2018 15.37 oleh Rachmat-bot (bicara | kontrib) (cosmetic changes)

Datuk ri Tiro, bernama asli Nurdin Ariyani/Abdul Jawad, dengan gelar Khatib Bungsu adalah seorang ulama dari Koto Tangah, Minangkabau yang menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan serta Kerajaan Bima di Nusa Tenggara sejak kedatangannya pada penghujung abad ke-16 hingga akhir hayatnya.[butuh rujukan] Dia bersama dua orang saudaranya yang juga ulama, yaitu Datuk Pattimang yang bernama asli Datuk Sulaiman dan bergelar Khatib Sulung serta Datuk ri Bandang yang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib Tunggal menyebarkan agama Islam ke kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah timur nusantara pada masa itu.[1][2]

Nurdin Ariyani/Abdul Jawad
Datuk ri Tiro
NamaNurdin Ariyani/Abdul Jawad

Dakwah Islam

Datuk ri Tiro bersama dua saudaranya, Datuk ri Bandang dan Datuk Pattimang menyebarkan agama Islam di wilayah Sulawesi Selatan dengan menyesuaikan keahlian yang mereka miliki masing-masing dengan situasi dan kondisi masyarakat yang akan mereka hadapi.[butuh rujukan] Datuk ri Tiro yang ahli tasawuf melakukan syiar Islam di wilayah selatan, yaitu Tiro, Bulukumba, Bantaeng dan Tanete, yang masyarakatnya masih kuat memegang budaya sihir dan mantera-mantera.[butuh rujukan] Sedangkan Datuk Patimang yang ahli tentang tauhid telah lebih dulu menyiarkan Islam di wilayah utara yaitu Kerajaan Luwu (Suppa, Soppeng, Luwu) yang masyarakatnya masih menyembah dewa-dewa.[butuh rujukan] Sementara itu Datuk ri Bandang yang ahli fikih berdakwah di wilayah tengah yaitu Kerajaan Gowa dan Tallo (Gowa, Takalar, Jeneponto dan Bantaeng) yang masyarakatnya senang dengan perjudian, mabuk minuman keras serta menyabung ayam.[3] Belakangan Datuk ri Tiro dan Datuk ri Bandang juga menyiarkan Islam ke Kerajaan Bima, Nusa Tenggara.[butuh rujukan]

Wafat

Setelah beberapa lama melaksanakan dakwah Islam, akhirnya Khatib Bungsu atau Datuk ri Tiro berhasil mengajak raja Karaeng Tiro (Sulawesi Selatan) serta raja Bima (Nusa Tenggara) masuk Islam.[butuh rujukan] Sang pendakwah itu tidak kembali lagi ke Minangkabau sampai akhir hayatnya dan dimakamkan di Tiro atau sekarang Bontotiro.[butuh rujukan]

Referensi

Pranala luar