Kukang bangka

sejenis kukang dari P Bangka dan Kalimantan
Kukang Bangka
Tidak dievaluasi (IUCN 3.1)
CITES Apendiks I (CITES)[1]
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
N. bancanus
Nama binomial
Nycticebus bancanus
(Lyon, 1906)[2]

Kukang bangka (Nycticebus bancanus Lyon, 1906) adalah sejenis kukang yang menyebar di Pulau Bangka dan Pulau Kalimantan bagian baratdaya. Dideskripsi pertama kali pada 1906, takson ini dahulu dianggap sebagai varian atau bagian dari kukang borneo (N. menagensis atau N. coucang menagensis) hingga kajian pada 2012 memperlihatkannya sebagai spesies yang valid.[3]

Pengenalan

Nycticebus bancanus dicirikan oleh pola pewarnaan wajah yang terang, dengan ujung atas cincin gelap sekeliling mata yang baur di pinggiran atasnya. Tepi bawah cincin gelap itu tidak pernah melewati lengkung (tulang) pipi. Jalur pucat di antara kedua matanya lebar; pola atau bercak besar di ubun-ubunnya sering baur (kabur) tepi-tepinya. Telinganya berambut panjang; dan pita pucat di depan telinganya sempit.[3]

Panjang tubuh rata-rata adalah 258,05 mm (kepala dan badan, dari 6 spesimen).[3] Sementara bobot tubuh jenis-jenis kukang di Kalimantan berkisar antara 265–610(-800) g, sebagaimana tercatat dari berbagai spesimen di museum.[3]

Agihan dan ekologi

Kukang bangka menyebar di Pulau Bangka dan di wilayah barat daya Pulau Kalimantan; ke utara tidak melampaui aliran S. Kapuas dan ke timur tidak melewati S. Barito. Di wilayah Provinsi Kalimantan Barat, agihan kukang ini ditemukan bertumpang tindih (simpatrik) dengan agihan kukang kalimantan; akan tetapi di bagian sudut barat daya P. Kalimantan dan di P. Bangka, kukang bangka adalah satu-satunya jenis kukang yang didapati di sana.[3]

Berbisa[sunting | sunting sumber]

Kukang adalah satu-satunya primata berbisa[25][26]. Di alam liar, kukang menggunakan racun untuk kompetisi intraspesifik[25]. Racun membantu kukang dalam berkompetisi untuk mendapatkan makanan, daerah kekuasaan, dan pasangan. Racun kukang dapat menyebabkan luka bernanah, nekrosis dan merupakan penyebab utama kematian kukang di pusat penyelamatan dan kebun binatang[27]. Racun kukang terdiri dari cairan kelenjar brakial dan air liur - komponen ini dapat bertindak secara terpisah; atau dikombinasikan untuk menciptakan racun yang lebih kuat[28]. Racun kukang dapat dibuktikan melalui penelitin laboratorium, pengalaman dari warga sekitar[29], dan pengamatan perilaku ekologi[30]. Dalam kukang liar tidak akan secara alami bersentuhan dengan manusia - perdagangan hewan peliharaan ilegal memaksa kontak semacam itu dan mempertaruhkan nyawa manusia[31]. Kukang memiliki gigitan yang dapat membunuh manusia[32]. Jika kukang menggigit manusia, ada berbagai komplikasi medis; yang paling parah termasuk syok anafilaktik yang mengancam jiwa dan cacat permanen[33][29]; kematian telah dilaporkan[34]. Kukang tetap beracun dan berbahaya bahkan jika mereka tidak memiliki gigi[29]

Berbisa[sunting | sunting sumber]

Kukang adalah satu-satunya primata berbisa[25][26]. Di alam liar, kukang menggunakan racun untuk kompetisi intraspesifik[25]. Racun membantu kukang dalam berkompetisi untuk mendapatkan makanan, daerah kekuasaan, dan pasangan. Racun kukang dapat menyebabkan luka bernanah, nekrosis dan merupakan penyebab utama kematian kukang di pusat penyelamatan dan kebun binatang[27]. Racun kukang terdiri dari cairan kelenjar brakial dan air liur - komponen ini dapat bertindak secara terpisah; atau dikombinasikan untuk menciptakan racun yang lebih kuat[28]. Racun kukang dapat dibuktikan melalui penelitin laboratorium, pengalaman dari warga sekitar[29], dan pengamatan perilaku ekologi[30]. Dalam kukang liar tidak akan secara alami bersentuhan dengan manusia - perdagangan hewan peliharaan ilegal memaksa kontak semacam itu dan mempertaruhkan nyawa manusia[31]. Kukang memiliki gigitan yang dapat membunuh manusia[32]. Jika kukang menggigit manusia, ada berbagai komplikasi medis; yang paling parah termasuk syok anafilaktik yang mengancam jiwa dan cacat permanen[33][29]; kematian telah dilaporkan[34]. Kukang tetap beracun dan berbahaya bahkan jika mereka tidak memiliki gigi[29]

Konservasi

Status konservasi populasi kukang bangka belum ditetapkan. Akan tetapi sebelum dipisahkan menjadi 4 spesies, kukang borneo dikategorikan sebagai Rentan (Vulnerable) dalam Daftar Merah IUCN (2008);[4] serta termuat dalam Apendiks I CITES yang berarti dilarang diperdagangkan secara internasional.[1] Jenis ini (sebagai anak-jenis N. coucang) juga dilindungi oleh perundang-undangan negara Indonesia semenjak 1973.[5]

Hewan ini menyebar jarang-jarang di wilayah agihannya, dan kelestarian populasinya terancam oleh perburuan liar (guna diperdagangkan sebagai hewan timangan dan lain-lain) serta kehilangan habitat akibat kebakaran hutan atau alih fungsi, terutama menjadi perkebunan kelapa sawit.[4]

Catatan taksonomis

Nycticebus bancanus pertama kali dideskripsi pada 1906 oleh Marcus Ward Lyon, Jr., seorang ahli mamalia bangsa Amerika. Deskripsi itu dibuat atas dasar satu-satunya spesimen kulit dan tengkorak hewan betina yang dikoleksi oleh W.L. Abbott pada Juni 1904 dari Teluk Klabat, Bangka; spesimen tipe itu kini tersimpan dalam koleksi Museum Nasional Amerika (USNM) no 124907.[2]

Pada 1939 Reginald Innes Pocock menulis revisi beberapa jenis Nycticebus yang telah diterbitkan deskripsinya, dan berkesimpulan bahwa semua jenis kukang itu hanya satu spesies saja, yakni N. coucang.[6] Sejak saat itu N. bancanus hanya dianggap sebagai varian dari kukang borneo, baik sebagai bagian dari anak jenis N. coucang menagensis atau pun bagian dari jenis N. menagensis.

Sampai kemudian, pada 2012, hasil kajian Mund dkk. terhadap pola pewarnaan wajah dan beberapa ciri kukang lainnya, dikaitkan dengan wilayah sebarannya, mendapatkan bahwa kukang borneo N. menagensis (sensu lato) sebetulnya terdiri dari beberapa spesies yang valid. Spesies-spesies tersebut adalah N. bancanus, N. borneanus, serta satu spesies baru N. kayan, selain dari N. menagensis (sensu stricto) sendiri.[3]

Referensi

  1. ^ a b CITES: CITES Appendices, valid from 5 February 2015. (diakses 6/I/2016)
  2. ^ a b Lyon, Jr., M.W. 1906. "Notes on the slow lemurs". Proceedings of the United States National Museum 31: 536. doi:10.5479/si.00963801.31-1494.527
  3. ^ a b c d e f Munds, R.A.; K.A.I. Nekaris; & S.M. Ford. 2012. "Taxonomy of the Bornean slow loris, with new species Nycticebus kayan (Primates, Lorisidae)." American Journal of Primatology 75(1): 46-56. doi = 10.1002/ajp.22071, pmid = 23255350
  4. ^ a b Nekaris, A. & U. Streicher. 2008. "Nycticebus menagensis". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2015-4. International Union for Conservation of Nature. (Diakses 06/I/2016)
  5. ^ Maryanto, I. & K. Soebekti. 2001. "Mamalia": 8, dalam M. Noerdjito & I. Maryanto (eds.) Jenis-jenis hayati yang dilindungi perundang-undangan Indonesia. Bogor: Puslit Biologi LIPI - Bidang Zoologi.
  6. ^ Pocock, R.I. 1939. The fauna of British India, including Ceylon and Burma. Mammalia, vol. 1: 165. London: Taylor and Francis.