Dinas Pelayaran (kereta api)
Artikel ini tidak memiliki bagian pembuka yang sesuai dengan standar Wikipedia. |
Ikhtisar | |
---|---|
Kantor pusat | Bandung |
Lokal | |
Tanggal beroperasi | 1952–1989 |
Penerus | Diakuisisi oleh |
Teknis | |
Panjang jalur | ?? Km |
Sejarah
Seiring dengan peleburan DKARI dan SS/VS menjadi Djawatan Kereta Api di awal tahun 1950, maka diserahkan pula beberapa Kapal Penambangan/Tambang dan Kapal Tunda/Pandu kepada Djawatan Kereta Api (DKA). Kapal Penambangan/Tambang atau dinamakan juga Kapal Ferry adalah kapal penyeberangan yang dikhususkan untuk menyebrangi selat, sungai, terusan, dan sejenisnya guna menganggkut manusia, barang, dan kendaraan. Kapal Ferry yang digerakkan dengan mesin uap dinamakan Kapal Api.[1]
Kegiatan penyeberangan antar
pulau di Indonesia sebenarnya telah dirintis oleh Pemerintah dalam hal ini Djawatan Kereta Api (DKA, PNKA, PJKA, PERUMKA lalu sekarang PT. KAI). Fakta sejarah mencatat bahwa Kapal “Taliwang” merupakan rintisan alat transportasi penghubung pertama
dari Pelabuhan Merak – Jawa bagian
Barat dan Pelabuhan Panjang
Lampung tahun 1952.[2]
Pada tahun 1960 Pemerintah Kerajaan Belanda memberikan hibah kepada Pemerintah Indonesia dalam hal ini Djawatan Kereta Api (DKA) berupa 3 (tiga) unit kapal 2.314 GT yang didatangkan langsung dari Belanda yaitu KM. Halimun C/S PKMH, KM. Krakatau tahun 1961 dan KM. Bukit Barisan tahun 1962 (Km. Bukit Barisan terbakar dan tenggelam saat bongkar muat di pelabuhan Merak tahun 1977).[2]
Ketiga kapal 2.314 GT tersebut dibuat di Galangan kapal Zaandam Shipyard – Nederlandsche dengan Main Engine Merk Werkspoor 750 DK x 2, digunakan untuk melayani penyeberangan dari Pelabuhan Panjang (Lampung) ke Pelabuhan Merak (Jawa Barat) yang saat ini termasuk wilayah Banten.[2]
Layanan utama pada lintasan ini hanya penumpang dan barang dan jika ada kendaraan yang akan menyeberang maka akan diangkut keatas deck kapal menggunakan crane itupun dalam jumlah yang sangat terbatas mengingat ketiga kapal tersebut tanpa dilengkapi ramp door. Perluasan dan pengembangan Pelabuhan III, IV dan V Merak yang dioperasikan ASDP saat ini merupakan saksi bisu (dulunya) adalah Pelabuhan yang digunakan Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) untuk kegiatan bongkar muat armada kapalnya. Seiring berjalannya waktu dan berubahnya Regulasi, di tahun 1989 PJKA menghentikan pengoperasian seluruh armada kapal yang dimiliki dan menyerahkan sepenuhnya untuk dioperasikan dan dikelola oleh PERUM ASDP. Selanjutnya PJKA hanya fokus pada bisnis utamanya yaitu mengelola Kereta Api.[2]
Lokasi | Rute | Armada | Wilayah | Keterangan |
---|---|---|---|---|
Selat Sunda | Merak-Panjang | PJKA Inspeksixx Jawa Barat | semua layanan ini telah diakuisisi oleh PT. ASDP Indonesia Ferry dan sebagian lagi dikelola oleh PT. Dharma Lautan Utama | |
Selat Madura | Ujung-Kamal | PJKA Inspeksi IX Eksploitasi Jawa Timur | ||
Selat Bali | Boom (Banyuwangi)-Gilimanuk | PJKA Inspeksi IX Eksploitasi Jawa Timur | ||
Sungai Musi dan Sungai Ogan | Palembang-Kertapati | PJKA Inspeksi xx Sumatera Selatan |
Penutupan
Divisi ini dibubarkan total pada tahun 1989. Sebab sebab divisi ini ditutup antara lain karena dibangunnya pelabuhan baru di Banyuwangi (Ketapang), di Lampung (Bakauheni), serta ditutupnya jalur kereta api di pulau Madura semakin menambah suram nasib divisi ini. Beberapa saat sebelum dibubarkan, semua karyawan divisi ini diberikan konsekuensi yaitu tetap menjadi pegawai kereta api tetapi harus naik ke darat atau tetap di air tetapi menjadi karyawan ASDP. Setelah ditutup, ASDP mengakuisisinya beserta seluruh armada dan layanannya.
Galeri
Referensi
- ^ a b (Indonesia) Nusantara, Tim Telaga Bakti; Asosiasi Pakar Perkeretaapian, (APKA) (1997). Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 2. Bandung: CV. Angkasa. hlm. 228–234.
- ^ a b c d (Indonesia)Lintas Nusa dari kita untuk kita 44 th melayani Nusantara. www.indonesiaferry.co.id.
- ^ (Indonesia)"Random Facts about Indonesian Railways". www.rodasayap.blogspot.com. Diakses tanggal 2018-08-07.