Kudeta Guatemala 1954
Kudeta Guatemala 1954 adalah sebuah operasi yang dilakukan oleh Central Intelligence Agency (CIA) AS yang melengserkan Presiden Guatemala yang terpilih secara demokratis Jacobo Árbenz dan mengakhiri Revolusi Guatemala 1944–54.[1] Kudeta yang diberi kode Operasi PBSUCCESS ini mengusung kediktatoran militer Carlos Castillo Armas, penguasa otoriter bekingan AS pertama di Guatemala.
Kudeta Guatemala 1954 | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| ||||||||
Pihak terlibat | ||||||||
Pemerintah Guatemala | Militer Guatemala |
Pemberontak Guatemala di pengasingan
Didukung oleh: | ||||||
Tokoh dan pemimpin | ||||||||
Jacobo Árbenz Carlos Enrique Díaz |
Carlos Castillo Armas Dwight D. Eisenhower Allen Dulles |
Revolusi Guatemala dimulai pada 1944, saat sebuah pemberontakan rakyat berhasil melengserkan penguasa otoriter Jorge Ubico dan mengangkat Juan José Arévalo melalui pemilihan demokratis pertama di Guatemala. Presiden baru tersebut memperkenalkan upah minimum dan hak suara universal, yang membuat Guatemala menjadi negara demokrasi liberal. Arévalo digantikan oleh Árbenz pada 1951, yang mengeluarkan reformasi lahan populer yang memberikan properti bagi para petani tak berlahan.[2] Revolusi Guatemala dibenci oleh pemerintah Amerika Serikat, karena konteks Perang Dingin membuat negara tersebut dicap komunis. Pandangan tersebut berkembang setelah Árbenz berkuasa dan melegalisasikan Partai Komunis. United Fruit Company (UFC) yang merupakan bisnis berlaba tinggi dirugikan oleh penghapusan praktik buruh eksploitatif di Guatemala, sehingga mereka juga membenci revolusi dan melancarkan lobi-lobi untuk membujuk AS untuk melengserkan pemerintahan Guatemala. Presiden AS Harry Truman mencanangkan Operasi PBFORTUNE untuk melengserkan Árbenz pada 1952; meskipun operasi tersebut dengan segera ditiadakan, operasi tersebut diteruskan oleh PBSUCCESS.
Dwight D. Eisenhower terpilih menjadi Presiden AS pada 1952, menjanjikan tindakan keras terhadap komunisme; hubungan antara anggota staff Eisenhower, John Foster Dulles dan Allen Dulles, dengan UFC membuat mereka untuk bertindak menentang pemerintahan Guatemala. Selain itu, pemerintah AS membuat kesimpulan yang berlebihan mengenai pengaruh komunisme di Guatemala dari keberadaan sejumlah kecil orang-orang yang berhaluan komunis di kalangan penasehat Árbenz. Eisenhower memerintahkan CIA untuk mengadakan Operasi PBSUCCESS pada Agustus 1953. CIA mempersenjatai, mendanai dan melatih 480 tentara pimpinan Carlos Castillo Armas. Kudeta didahului oleh upaya AS untuk mengkritik dan mengisolasi Guatemala secara internasional. Pasukan Castillo Armas menyerbu Guatemala pada 18 Juni 1954 yang didukung oleh kampanye besar-besaran dari perang psikologi, termasuk sebuah stasiun radio yang menyiarkan propaganda anti-pemerintah dan laporan kejadian militer yang mendukung para pemberontak yang dibuat seolah seperti berita sungguhan, serta serangan-serangan bom terhadap Kota Guatemala dan blokade laut terhadap Guatemala. Pasukan yang menyerbu Guatemala kurang berhasil dan sebagian besar serangannya berhasil dipatahkan. Namun, perang psikologi dan kemungkinan serangan AS telah mengintimidasi Militer Guatemala, yang kemudian menolak untuk bertempur. Árbenz sempat mencoba mempersenjatai warga sipil, tetapi tidak berhasil, dan ia akhirnya mengundurkan diri pada 27 Juni. Castillo Armas menjadi presiden sepuluh hari kemudian setelah perundingan di San Salvador.
Disebut sebagai pukulan maut terhadap demokrasi di Guatemala, kudeta ini menuai banyak kritikan di mancanegara, dan berkontribusi terhadap sentimen anti-AS di Amerika Latin. Berupaya untuk membenarkan kudeta, CIA meluncurkan Operasi PBHISTORY, yang mencari bukti pengaruh Soviet di Guatemala pada dokumen-dokumen dari era Árbenz: upaya tersebut gagal. Castillo Armas dengan cepat memperoleh kekuasaan diktatorial, melarang partai-partai oposisi, memenjarakan dan menyiksa lawan-lawan politik, dan membatalkan reformasi-reformasi sosial yang telah dicanangkan sebelumnya. Setelah itu, terjadilah perang saudara selama hampir empat dasawarsa, ketika para gerilyawan sayap kiri bertempur melawan rezim otoriter bekingan AS. Rezim tersebut melakukan berbagai kejahatan, termasuk genosida terhadap suku bangsa Maya.
Latar belakang sejarah
Doktrin Monroe
Doktrin kebijakan luar negeri Presiden AS James Monroe pada 1823 memperingatkan kekuatan-kekuatan Eropa agar mereka tidak berupaya mendirikan koloni baru di Amerika Latin. Tujuan Doktrin Monroe adalah menjaga ketertiban, stabilitas, dan memastikan akses AS menuju sumber daya dan pasar yang tidak dibatasi. Sejarawan Mark Gilderhus menyatakan bahwa doktrin tersebut juga mengandung bahasa yang merendahkan secara rasial dengan membandingkan negara-negara Amerika Latin dengan anak-anak yang bertengkar. Meskipun AS awalnya tak memiliki kekuasaan untuk menegakkan doktrin tersebut, sepanjang abad ke-19, banyak negara-negara Eropa yang menarik diri dari Amerika Latin dan keadaan ini memungkinkan AS untuk meluaskan lingkup pengaruhnya di kawasan tersebut.[3][4] Pada 1895, Presiden Grover Cleveland mencanangkan versi doktrin yang lebih militan dengan menyatakan bahwa AS "berdaulat secara praktis" di benua tersebut.[5]
Seusai Perang Spanyol–Amerika pada 1898, tafsiran agresif ini dipakai untuk mendirikan kerajaan ekonomi AS di sepanjang Karibia, seperti traktat tahun 1903 dengan Kuba yang sangat memberikan keuntungan bagi AS.[5] Presiden AS Theodore Roosevelt meyakini bahwa AS menjadi badan produksi utama di Amerika Tengah.[6] AS memaksakan hegemoni tersebut dengan intervensi bersenjata di Nikaragua (1912–33) dan Haiti (1915–34). AS tidak perlu memakai kekuatan militernya di Guatemala mengingat serangkaian diktator di situ bersedia memenuhi kepentingan ekonomi AS sebagai timbal balik atas dukungannya terhadap pemerintahan mereka.[7] Guatemala adalah salah satu negara Amerika Tengah pada masa tersebut yang dikenal sebagai "republik pisang".[8][9] Dari tahun 1890 hingga 1920, kendali atas sumber daya dan perekonomian Guatemala beralih dari Britania dan Jerman ke AS yang menjadi mitra dagang dominan Guatemala.[7] Doktrin Monroe masih dipandang relevan untuk Guatemala, dan digunakan sebagai pembenaran atas kudeta pada tahun 1954.[10]
Pemerintah otoriter dan United Fruit Company
Setelah menguatnya permintaan kopi global pada akhir abad ke-19, pemerintah Guatemala memberikan konsesi terhadap para pemilik perkebunan. Mereka mengesahkan undang-undang yang meniadakan kepemilikan lahan komunal penduduk asli dan membolehkan para penanam kopi untuk membelinya.[11][12] Manuel Estrada Cabrera, Presiden Guatemala dari 1898 sampai 1920, adalah salah satu dari beberapa penguasa yang membuat konsesi-konsesi besar kepada perusahaan-perusahaan asing, termasuk United Fruit Company (UFC).[13] Dibentuk pada tahun 1899 oleh penggabungan dua perusahaan AS besar,[14] perusahaan baru tersebut memiliki lahan yang luas di sepanjang Amerika Tengah, dan di Guatemala mengendalikan jalur kereta api, dermaga, dan sistem komunikasi.[15][16] Pada tahun 1900, perusahaan tersebut menjadi eksportir pisang terbesar di dunia,[17] dan memiliki monopoli atas perdagangan pisang Guatemala.[16] Sejarawan William Blum menyebut peran UFC di Guatemala sebagai sebuah "negara dalam negara".[18] Pemerintah AS juga sangat terlibat dengan negara Guatemala di bawah kepemimpinan Cabrera; AS seringkali memaksakan kebijakan-kebijakan keuangan dan memastikan agar perusahaan-perusahaan Amerika memperoleh hak eksklusif.[19] Saat Cabrera lengser pada tahun 1920, AS mengirim sebuah pasukan bersenjata untuk memastikan agar presidennya masih bersahabat dengannya.[20]
Khawatir akan pemberontakan rakyat setelah ketegangan yang dipicu oleh Depresi Besar, para tuan tanah kaya Guatemala memberikan dukungan mereka kepada Jorge Ubico, yang memenangkan sebuah pemilu tanpa pesaing pada tahun 1931.[11][12][20] Rezim Ubico menjadi salah satu yang paling menindas di kawasan tersebut. Ia menghapuskan ganti rugi utang dengan dijadikan tenaga kerja (debt peonage), menggantikannya dengan sebuah hukum bagi kaum gelandangan yang menyatakan bahwa seluruh orang tak berlahan dari kelas buruh perlu menjadi buruh paksa minimal 100 hari setahun. Ia memerintahkan para tuan tanah untuk mengambil tindakan apapun yang mereka inginkan terhadap para buruh mereka, termasuk hukuman mati.[21][22][23] Ubico adalah pengagum para pemimpin fasis Eropa seperti Benito Mussolini dan Adolf Hitler, namun harus bersekutu dengan AS untuk alasan geopolitik,[24] dan meraih dukungan yang besar dari AS sepanjang masa jabatannya.[23] Ia sangat anti-komunis dan memadamkan beberapa pemberontakan petani dengan penahanan dan pembantaian.[23][25][26]
Pada 1930, UFC membangun sebuah pusat operasi bernilai 215 juta dolar AS,[a] dan menjadi pemilik tanah dan penyedia lapangan kerja terbesar di Guatemala selama beberapa tahun.[27] Ubico memberikannya kontrak baru, yang sangat menguntungkan perusahaan tersebut. Perjanjian tersebut mencakup lahan publik seluas 200.000 hektare (490.000 are),[28] yang tidak dikenakan pajak sama sekali,[29] dan sebuah jaminan bahwa tak ada perusahaan lainnya yang akan mendapat kontrak saingan.[17] Ubico meminta UFC untuk membatasi gaji harian para pekerjanya pada angka 50 sen AS agar para buruh di perusahaan lain akan kurang bisa menuntut upah yang lebih tinggi.[27]
Revolusi Guatemala dan kepresidenan Arévalo
Kebijakan-kebijakan menindas dari pemerintahan Ubico mengakibatkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh para mahasiswa dan warga kelas menengah pada tahun 1944.[30] Ubico melarikan diri, menyerahkan kekuasaan kepada junta tiga orang yang melanjutkan kebijakan-kebijakan Ubico sampai junta itu juga dilengserkan oleh Revolusi Oktober yang bertujuan untuk mengubah Guatemala menjadi demokrasi liberal.[30] Pemilihan yang sebagian besar bebas tersebut disusul dengan diangkatnya seorang profesor universitas berpandangan konservatif, Juan José Arévalo, sebagai Presiden Guatemala. Pemerintahan Arévalo mengesahkan sebuah hukum buruh yang lebih liberal, membangun pusat-pusat kesehatan, dan meningkatkan pendanaan pendidikan.[31][32] Arévalo menetapkan upah minimum, dan mendirikan kebun-kebun yang dikelola negara untuk mempekerjakan para buruh tak berlahan. Ia juga membubarkan Partai Buruh Guatemala yang berhaluan komunis (Partido Guatemalteco del Trabajo, PGT) dan pada tahun 1945 mengkriminalisasi semua serikat buruh di tempat-tempat kerja dengan kurang dari 500 buruh.[33] Pada tahun 1947, serikat-serikat buruh yang masih tersisa telah menjadi kuat sehingga dapat memaksanya untuk mencanangkan hukum buruh yang baru, yang melarang diskriminasi tempat kerja dan menetapkan standar-standar kesehatan dan keamanan.[34] Namun, Arévalo menolak untuk mendukung reformasi lahan dalam bentuk apapun, dan ia tidak mengubah secara drastis hubungan tenaga kerja di pedesaan.[31]
Meskipun Arévalo berpaham anti-komunis, AS mencurigainya, dan khawatir bahwa ia terpengaruh oleh Soviet.[35] Gerakan komunis memang menguat pada masa kepresidenan Arévalo, sebagian karena ia membebaskan para pemimpinnya yang ditahan, dan juga berkat kekuatan serikat gurunya.[33] Hal lain yang memicu kekhawatiran AS adalah dukungan Arévalo terhadap Legiun Karibia. Legiun tersebut adalah sekelompok revolusioner dan orang dalam pengasingan yang progresif, yang anggotanya meliputi Fidel Castro, yang bertujuan untuk melengserkan kediktatoran-kediktatoran bekingan AS di belahan Amerika Tengah.[36] Pemerintah juga menghadapi perlawanan dari dalam negeri; Arévalo berhasil selamat dari sekitar 25 upaya kudeta pada masa kepresidenannya.[37][38] Contoh terkenal adalah sebuah upaya pada 1949 yang dipimpin oleh Francisco Arana, yang digagalkan oleh baku tembak antara para pendukung Arana melawan pasukan yang dipimpin oleh menteri pertahanan Arévalo. Jacobo Árbenz. Arana terbunuh, namun rincian upaya kudeta tersebut tak pernah dinyatakan kepada umum.[39] Sumber-sumber perlawanan lainnya terhadap pemerintahan Arévalo adalah para politikus sayap kanan dan konservatif dalam militer yang telah menumbuhkan kekuasaan di bawah kediktatoran Ubico, serta para rohaniwan Gereja Katolik.[40]
Kepresidenan Árbenz dan reformasi lahan
Pemilihan tahun 1950 yang sebagian besar bebas dimenangkan oleh Árbenz,[41] dan mewakili peralihan kekuasaan pertama antara para pemimpin yang terpilih secara demokratis di Guatemala.[42] Árbenz memiliki hubungan pribadi dengan beberapa anggota komunis PGT, yang dilegalkan pada masa pemerintahannya,[41] dan sejumlah anggota PGT berperan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan presiden baru tersebut.[43][44] Meskipun demikian, Árbenz tak berniat mengubah Guatemala menjadi negara komunis, dan sebagai gantinya memilih pendekatan kapitalis moderat.[45][46] PGT juga telah berkomitmen untuk mengikuti kerangka hukum yang ada untuk mencapai tujuan-tujuannya untuk mengemansipasikan kaum petani dari feodalisme dan meningkatkan hak-hak buruh.[47] Bagian paling penting dari kebijakan Árbenz adalah UU reformasi agrarianya.[48] Árbenz merumuskan UU tersebut sendiri,[49] setelah memperoleh nasihat ahli ekonomi dari berbagai wilayah di Amerika Latin.[48] Fokus hukum tersebut adalah penyerahan lahan yang tidak digarap dari para tuan tanah besar kepada para buruh miskin, yang kemudian akan menjadikan kebun-kebun tersebut sebagai milik mereka sendiri.[48]
Judul resmi dari UU reformasi agraria tersebut adalah Dekret 900. Dekret ini menyita semua lahan yang tidak digarap dari lahan yang luasnya lebih dari 673 are (272 ha). Jika lahannya seluas antara 224 are (91 ha) hingga 672 are (272 ha), lahan yang tidak digarap hanya akan disita jika lahan yang digunakan luasnya kurang dari dua pertiga lahan secara keseluruhan. Para pemiliknya diberikan kompensasi dengan surat utang pemerintah dengan nilai yang setara dengan lahan yang disita. Nilai dari lahan itu sendiri diperoleh dari nilai yang dideklarasikan oleh pemiliknya dalam laporan pajak mereka pada tahun 1952. Dari sekitar 350.000 kepemilikan lahan swasta, hanya 1.710 yang terkena dampak penyitaan. Hukum tersebut diberlakukan dengan cepat, yang mengakibatkan penyitaan lahan secara sembarangan. Terdapat juga beberapa kekerasan, yang ditujukan kepada para tuan tanah, serta kepada kaum petani yang memiliki lahan kecil.[50]
Pada Juni 1954, lahan seluas 1.400.000 are (570.000 ha) telah disita dan dibagikan. Sekitar 500.000 orang, atau seperenam penduduk Guatemala, telah memperoleh lahan pada masa itu. Tidak seperti perkiraan para pengkritiknya, hukum tersebut berhasil meningkatkan produktivitas pertanian Guatemala, dan menambah luas lahan yang digarap. Penjualan-penjualan mesin perkebunan juga meningkat. Secara keseluruhan, hukum tersebut berdampak besar terhadap standar hidup ribuan keluarga petani, kebanyakan adalah penduduk asli.[50] Sejarawan Greg Grandin memandang hukum tersebut sebagai lambang pergeseran kekuatan secara fundamental ke kalangan yang termarginalisasi.[51]
Dasar dan permulaan
Lobi United Fruit Company
Pada 1950, laba tahunan United Fruit Company berjumlah 65 juta dolar AS,[b] dua kali lipat lebih besar ketimbang pendapatan pemerintah Guatemala.[52] Perusahaan tersebut juga menguasai Puerto Barrios, satu-satunya pelabuhan Guatemala di Samudera Atlantik, sehingga perusahaan tersebut memperoleh keuntungan dari lalu lintas barang yang melewati pelabuhan tersebut.[27] Karena namanya sudah lama terkait dengan pemerintahan Ubico, para revolusioner Guatemala memandang UFC sebagai penghambat kemajuan setelah tahun 1944. Citra tersebut diperparah dengan kebijakan-kebijakan diskriminatif perusahaan tersebut terhadap para buruh kulit berwarna.[52][53] Akibat besarnya perusahaan tersebut, reformasi pemerintahan Arévalo lebih berdampak terhadap UFC daripada perusahaan-perusahaan lainnya. Contohnya, hukum tenaga kerja yang baru memungkinkan para buruh UFC untuk mogok kerja jika tuntutan upah yang lebih tinggi dan keamanan kerja tidak dikabulkan. Perusahaan tersebut merasa telah menjadi sasaran khusus reformasi-reformasi tersebut, dan menolak bernegosiasi dengan sejumlah pemogok kerja, meskipun seringkali melanggar hukum-hukum baru.[54] Permasalahan perusahaan tersebut semakin diperparah oleh pengesahan Dekret 900 pada 1952. Dari 550.000 are (220.000 ha) lahan yang dimiliki perusahaan tersebut, hanya 15 persen yang digarap; sisanya tidak, dan kemudian masuk ke dalam cakupan hukum reformasi pertanian.[54]
UFC menanggapinya dengan melakukan lobi-lobi intensif terhadap pemerintah AS; beberapa anggota Kongres mengkritik pemerintah Guatemala karena tidak melindungi kepentingan perusahaan tersebut. Pemerintah Guatemala menanggapinya dengan menyatakan bahwa perusahaan tersebut adalah penghambat utama kemajuan di negara tersebut. Sejarawan Amerika mengamati bahwa "[bagi] masyarakat Guatemala tampaknya negara mereka telah dieksploitasi tanpa belas kasihan oleh kepentingan-kepentingan asing yang memperoleh laba tinggi tanpa membuat kontribusi apapun terhadap kesejahteraan negara tersebut".[55] Pada tahun 1953, 200.000 are (81.000 ha) lahan yang tidak digarap disita oleh pemerintah, yang menawarkan kompensasi kepada perusahaan tersebut dengan nilai 2,99 dolar AS per are (7,39 dolar AS per hektar),[c] dua kali lipat dari yang perusahaan tersebut bayarkan saat mereka membeli properti tersebut.[55] Penyitaan lebih lanjut dilakukan tidak lama sesudahnya, sehingga luas lahan yang disita mencapai 400.000 are (160.000 ha); pemerintah menawarkan kompensasi kepada perusahaan tersebut dengan nilai yang dilaporkan oleh UFC untuk keperluan pajak.[54] Perusahaan tersebut sebelumnya telah melaporkan lahan dengan nilai yang lebih rendah dari yang semestinya, sehingga mereka tidak senang dengan kompensasi yang diperoleh dan lalu melanjutkan lobi-lobi di Washington, terutama melalui Sekretaris Negara AS John Foster Dulles, yang berhubungan dekat dengan perusahaan tersebut.[55]
UFC juga memulai kampanye hubungan masyarakat untuk merusak citra pemerintah Guatemala; mereka mempekerjakan Edward Bernays, yang melancarkan kampanye misinformasi selama beberapa tahun yang menggambarkan perusahaan tersebut sebagai korban pemerintahan komunis Guatemala.[56] Perusahaan tersebut terus meningkatkan upaya-upayanya setelah Dwight Eisenhower terpilih menjadi Presiden AS pada tahun 1952. Beberapa tindakan yang mereka lakukan adalah mengadakan penelitian oleh sebuah firma yang diketahui menentang reformasi sosial, yang menghasilkan laporan 235 halaman yang sangat mengkritik pemerintah Guatemala. Para sejarawan menyatakan bahwa laporan tersebut penuh hal yang "berlebihan, deskripsi yang berisi klaim-klaim berlebihan, dan teori sejarah yang aneh", tetapi penelitian tersebut berdampak besar terhadap para anggota Kongres yang membacanya.[57] Secara keseluruhan, perusahaan tersebut menggelontorkan lebih dari setengah juta dolar untuk meyakinkan para anggota legislatif dan masyarakat Amerika agar pemerintah Guatemala dilengserkan.[57]
Operasi PBFORTUNE
Seiring berjalannya Perang Dingin, pemerintah Guatemala bertikai dengan perusahaan-perusahaan AS akibat sejumlah masalah, sehingga pemerintah AS semakin curiga dengan Revolusi Guatemala.[58][59] Selain itu, Perang Dingin membuat pemerintahan Truman memandang pemerintahan Guatemala sebagai pemerintahan komunis.[58] Dukungan Arévalo terhadap Legiun Karibia juga mengkhawatirkan pemerintahan Truman, yang memandangnya sebagai sebuah penggerak bagi komunisme, ketimbang penggerak anti-diktatorial.[60] Sampai akhir masa jabatannya, pemerintahan Truman masih menggunakan cara-cara diplomatik dan ekonomi untuk mengurangi dugaan pengaruh komunis.[61] AS menolak menjual senjata kepada pemerintah Guatemala setelah 1944; pada tahun 1951, mereka mulai mencekal seluruh penjualan senjata kepada Guatemala.[62]
Kekhawatiran AS terhadap pengaruh komunis meningkat setelah pemilihan Árbenz pada 1951 dan pengesahan Dekret 900 pada 1952.[59][63] Pada April 1952, Anastasio Somoza García, diktator Nikaragua, melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya ke AS.[64] Ia membuat beberapa pidato publik yang memuji AS, dan dianugerahi sebuah medali oleh pemerintah New York City. Pada sebuah pertemuan dengan Truman dan staf seniornya, Somoza berkata bahwa jika AS memberikannya senjata, ia akan "membersihkan Guatemala".[65] Usulan tersebut tak meraih dukungan, namun Truman memerintahkan Central Intelligence Agency (CIA) untuk mempelajari usulan tersebut. CIA menghubungi Carlos Castillo Armas, seorang perwira Guatemala yang telah mengasingkan diri dari negara tersebut pada 1949 setelah upaya kudeta gagal terhadap Presiden Arévalo.[66] Meyakini bahwa Castillo Armas akan memimpin sebuah kudeta dengan atau tanpa bantuan mereka, CIA memasoknya dengan persenjataan dan 225.000 dolar AS.[d][64]
Kudeta tersebut direncanakan secara detail sepanjang pekan-pekan berikutnya oleh CIA, UFC, dan Somoza. CIA juga menghubungi Marcos Pérez Jiménez dari Venezuela dan Rafael Trujillo dari Republik Dominika; dua diktator bekingan AS tersebut mendukung rencana tersebut, dan bersedia untuk memberikan beberapa sumbangan.[67] Meskipun PBFORTUNE secara resmi disetujui pada 9 September 1952, berbagai perencanaan sudah dilakukan lebih awal pada tahun tersebut. Pada Januari 1952, para petugas Direktorat Perencanaan CIA menyusundaftar "Komunis papan atas yang ingin langsung disingkirkan oleh pemerintahan baru jika kudeta anti-Komunis berhasil".[68] Rencana CIA menyerukan pembunuhan lebih dari 58 orang Guatemala, serta penangkapan beberapa orang lainnya.[68]
CIA menjalankan rencana tersebut pada akhir tahun 1952. Kapal pengangkut yang dipinjam dari UFC secara khusus diubah di New Orleans dan diisi dengan persenjataan yang ditutupi mesin pertanian, dan lalu berlabuh ke ke Nikaragua.[69] Namun, rencana tersebut dihentikan tidak lama sesudahnya: catatan sejarah mengenai penghentian tersebut bermacam-macam. Beberapa sumber menyatakan bahwa Departemen Negara menemukan rencana tersebut saat seorang pejabat senior diminta untuk menandai sebuah dokumen, sementara yang lainnya menyatakan bahwa Somoza dianggap tidak berhati-hati dalam merahasiakan operasi ini. Pada akhirnya Sekretaris Negara Dean Acheson membatalkan operasi tersebut. CIA masih mendukung Castillo Armas dengan memberinya upah bulanan sebesar 3000 dolar AS,[e] dan memberikannya sumber daya untuk membiayai pasukan pemberontaknya.[67][64]
Pemerintahan Eisenhower
Selama kampanye kepresidenannya yang sukses, Dwight Eisenhower berkomitmen untuk melancarkan kebijakan anti-komunis yang lebih pro-aktif dan ia juga berjanji akan memukul mundur komunisme ketimbang sekadar membatasinya. Di tengah atmosfer McCarthyisme yang semakin menguat dalam lingkaran pemerintahan, Eisenhower lebih bersedia ketimbang Truman untuk menggunakan CIA untuk melengserkan pemerintahan-pemerintahan yang tak disukai oleh AS.[70][71] Meskipun PBFORTUNE telah dibatalkan dengan cepat, ketegangan antara AS dan Guatemala masih berlanjut, khususnya setelah partai komunis PGT dilegalkan dan masuk ke dalam koalisi pemerintahan untuk pemilu Januari 1953.[72] Artikel-artikel yang diterbitkan dalam pers AS sering seringkali menunjukkan kecenderungan untuk melihat pengaruh komunis di negara tersebut; contohnya, sebuah artikel New York Times tentang kunjungan penyair Chili Pablo Neruda ke Guatemala menyoroti kepercayaan komunisnya, namun menghiraukan reputasinya sebagai penyair terbesar yang masih hidup di Amerika Latin.[73]
Beberapa figur dalam pemerintahan Eisenhower, termasuk Sekretaris Negara John Foster Dulles dan saudaranya Direktur CIA Allen Dulles, memiliki hubungan dekat dengan United Fruit Company. Kakak beradik Dulles telah bekerja untuk firma hukum Sullivan & Cromwell, dan pada masa tugasnya telah membuat beberapa kesepakatan untuk UFC. Sekretaris Negara Tingkat Rendah Walter Bedell Smith kemudian menjadi direktur perusahaan tersebut, sementara istri direktur hubungan masyarakat UFC menjadi asisten pribadi Eisenhower. Akibat hubungan pribadi tersebut, pemerintahan Eisenhower cenderung menyalahartikan kepentingan UFC sebagai kepentingan keamanan nasional AS, sehingga mereka menjadi semakin bersedia untuk menggulingkan pemerintahan Guatemala.[74][75] Keberhasilan operasi CIA tahun 1953 yang melengserkan Perdana Menteri Iran yang terpilih secara demokratis juga memperkuat kepercayaan Eisenhower dalam memakai agensi tersebut untuk memberlakukan perubahan politik di luar negeri.[70]
Para sejarawan yang menulis tentang kudeta tahun 1954 telah memperdebatkan dampak United Fruit Company dan kekhawatiran tentang pengaruh komunis (entah berdasarkan kenyataan atau tidak) dalam pengambilan keputusan AS untuk mengadakan kudeta tersebut pada 1954.[76][77][78] Beberapa sejarawan menyatakan bahwa lobi UFC, dan penyitaan lahan-lahannya, adalah motivasi utama AS, diperkuat dengan hubungan keuangan perorangan dalam pemerintahan Eisenhower dengan UFC.[78][79][80][81] Pihak lainnya menganggap bahwa penggulingan tersebut utamanya termotivasi oleh kepentingan strategis AS; pemahaman mengenai keberadaan sejumlah kecil komunis yang dekat dengan Árbenz membuat AS membuat kesimpulan yang salah soal pengaruh komunis di Guatemala.[76][77][78] Pihak lainnya menganggap bahwa penggulingan tersebut merupakan bagian dari tendensi yang lebih besar di AS untuk menentang gerakan-gerakan nasionalis di Dunia Ketiga.[82] Baik peran UFC maupun persepsi pengaruh komunis masih dikutip sebagai motivasi tindakan AS hingga kini.[76][77][79][80][83]
Operasi PBSUCCESS
Perencanaan
Operasi CIA untuk melengserkan Jacobo Árbenz, yang diberi kode Operasi PBSUCCESS, disetujui oleh Eisenhower pada Agustus 1953. Operasi tersebut menggelontorkan anggaran sejumlah 2.7 juta dolar AS[f] untuk melancarkan "peperangan psikologis dan tindakan politik".[84] Total anggaran diperkirakan berkisar antara 5 hingga 7 juta dolar, dan perencanaan tersebut melibatkan lebih dari 100 agen CIA.[85] Selain itu, operasi tersebut merekrut sejumlah orang Guatemala di pengasingan dan penduduk negara-negara sekitar.[85] Markas besar operasional-nya berada di kota Opa-locka, Florida.[85] Rencana tersebut meliputi pembuatan daftar orang dalam pemerintahan Árbenz yang akan dibunuh jika kudeta tersebut terjadi. Panduan-panduan teknik pembunuhan disusun, dan pada saat yang sama dibuat pula daftar orang-orang yang kelak akan disingkirkan oleh junta.[84]
Departemen Negara membuat sebuah tim diplomat yang akan mendukung Operasi PBSUCCESS. Tim ini dipimpin oleh John Peurifoy, yang mulai menjabat sebagai Duta Besar untuk Guatemala pada Oktober 1953.[86][87] Anggota lain dari tim tersebut adalah William D. Pawley, seorang pengusaha dan diplomat kaya yang banyak tahu mengenai industri penerbangan.[88] Peurifoy adalah seorang anti-komunis militan, dan telah membuktikan kemauannya untuk bekerja dengan CIA pada saat ia menjadi Duta Besar Amerika Serikat untuk Yunani.[89] Pada masa jabattan Peurifoy, hubungan dengan pemerintah Guatemala makin memburuk, meskipun hubungan dengan militer Guatemala membaik. Dalam sebuah laporan kepada John Dulles, Peurifoy menyatakan bahwa ia "sungguh sangat yakin bahwa jika [Árbenz] bukan seorang komunis, ia akan tetap begitu sampai ada satu yang datang".[90] Di dalam tubuh CIA, operasi tersebut dikepalai oleh Deputi Direktur Perencanaan Frank Wisner, yang mengabdi untuk intelijen AS sejak Perang Dunia II. Komandan lapangan yang dipilih oleh Wisner adalah mantan Kolonel Angkatan Darat AS Albert Haney, yang saat itu menjadi kepala stasiun CIA di Korea Selatan. Haney melapor langsung kepada Wisney, sehingga memisahkan PBSUCCESS dari divisi Amerika Latin CIA, sebuah keputusan yang memicu ketegangan di dalam badan tersebut.[91]
Operasi CIA dipersulit oleh sebuah kudeta prematur yang berlangsung pada 29 Maret 1953, ketika terjadi sebuah penyerbuan terhadap garnisun tentara di Salamá, di Departemen Baja Verapaz di Guatemala Tengah. Pemberontakan tersebut berhasil diredam, dan sejumlah partisipan ditangkap. Beberapa agen dan sekutu CIA dipenjara, sehingga melemahkan upaya kudeta. Semenjak itu, CIA menjadi lebih bergantung kepada kelompok pengasingan Guatemala dan sekutu anti-demokratik mereka di Guatemala.[92] CIA mempertimbangkan beberapa calon untuk memimpin kudeta tersebut. Miguel Ydígoras Fuentes, kandidat konservatif yang kalah dalam pemilu tahun 1950 melawan Árbenz, disukai oleh oposisi Guatemala, tetapi ditolak akibat peranannya dalam rezim Ubico, serta penampilan Eropa-nya, yang kemungkinan tidak akan menarik dukungan dari kelompok mayoritas yang memiliki ras campuran, yaitu mestizo.[93] Calon populer lainnya adalah penanam kopi Juan Córdova Cerna, yang sempat menjabat dalam kabinet Arévalo sebelum menjadi penasihat hukum untuk UFC. Kematian putranya dalam sebuah pemberontakan anti-pemerintahan pada tahun 1950 membuatnya berbalik melawan pemerintahan, dan ia telah merencanakan kudeta Salamá yang gagal pada tahun 1953 sebelum melarikan diri untuk bergabung dengan Castillo Armas di pengasingan. Meskipun statusnya sebagai warga sipil menjadikannya lebih unggul dari Castillo Armas, ia didiagnosis mengidap kanker tenggorokan pada tahun 1954, sehingga ia tidak lagi masuk ke dalam bursa calon.[94] Kemudian, Castillo Armas, yang berada di pengasingan sejak kudeta gagal pada tahun 1949 dan mendapat uang dari CIA sejak Operasi PBFORTUNE pada 1951, dipilih untuk memimpin kudeta tersebut.[64]
Castillo Armas diberi cukup uang untuk merekrut sejumlah kecil tentara bayaran dari kelompok pengasingan Guatemala dan para penduduk di negara-negara sekitar. Kelompok tersebut disebut Tentara Pembebasan. CIA mendirikan kamp-kamp pelatihan di Nikaragua dan Honduras dan memasok mereka dengan persenjataan dan beberapa pengebom. AS telah menandatangani perjanjian militer dengan dua negara tersebut, sehingga mereka dapat memindahkan persenjataan berat dengan bebas.[95] Persiapan tersebut hanya seolah-olah dirahasiakan: CIA ingin agar Árbenz mengetahui hal tersebut, sebagai bagian dari rencana untuk meyakinkan masyarakat Guatemala bahwa pelengseran Árbenz adalah sebuah fait accompli. Selain itu, CIA secara rahasia berhubungan dengan sejumlah pemimpin gereja di daerah perdesaan, dan membujuk mereka untuk memasukkan pesan-pesan anti-pemerintahan di dalam kotbah-kotbah mereka.[95]
Konferensi Caracas dan propaganda AS
Saat persiapan Operasi PBSUCCESS sedang berjalan, Washington mengeluarkan serangkaian pernyataan yang mengecam pemerintah Guatemala dan bahkan melayangkan tuduhan bahwa pemerintahan Guatemala telah disusupi oleh komunis.[96] Departemen Negara juga meminta Organisasi Negara-Negara Amerika untuk mengubah agenda Konferensi Antar-Amerika, yang dijadwalkan di Caracas pada Maret 1954, dengan menambahkan butir yang berjudul "Keterlibatan Komunisme Internasional di Republik-Republik Amerika", yang banyak dipandang sebagai tindakan yang diarahkan kepada Guatemala.[96] Pada tanggal 29 dan 30 Januari 1954, pemerintah Guatemala menerbitkan dokumen-dokumen yang berisi informasi yang dibocorkan kepada mereka oleh salah satu anggota tim Castillo Armas yang memutuskan untuk membelot. Akibat ketiadaan dokumen asli, pemerintah Guatemala harus memalsukan dokumen, tetapi pemalsuan tersebut tidak dilakukan dengan baik, sehingga merusak kredibilitas tuduhan tersebut.[97] Sejumlah penangkapan dilakukan terhadap para sekutu Castillo Armas di Guatemala, dan pemerintah mengeluarkan pernyataan yang menuduh keterlibatan sebuah "Pemerintahan dari Utara" dalam sebuah rencana untuk menggulingkan Árbenz. Washington menyangkal tuduhan-tuduhan tersebut, dan media AS berpihak kepada pemerintah mereka; bahkan publikasi-publikasi yang sampai saat itu menyediakan sorotan yang relatif berimbang terhadap Guatemala, seperti The Christian Science Monitor, menyatakan bahwa Árbenz telah tunduk kepada propaganda komunis. Beberapa anggota Kongres juga menyatakan bahwa tuduhan-tuduhan dari pemerintah Guatemala merupakan bukti bahwa pemerintahan tersebut telah menjadi komunis.[98]
Di konferensi Caracas, berbagai pemerintahan di Amerika Latin meminta bantuan ekonomi dari AS dan agar AS tetap tidak turut campur dalam urusan dalam negeri mereka.[99] Tujuan pemerintah AS adalah untuk mengesahkan sebuah resolusi yang mengutuk persebaran komunisme di Belahan Barat. Menteri Luar Negeri Guatemala Guillermo Toriello sangat menentang resolusi tersebut, menyatakan bahwa hal ini merupakan "internasionalisasi McCarthyisme". Walaupun para delegasi mendukung pendapat Toriello, resolusi anti-komunis tersebut disahkan dan hanya Guatemala yang menentang, karena kediktatoran-kediktatoran yang menyetujui resolusi tersebut bergantung pada AS dan juga terdapat ancaman tekanan ekonomi yang dilayangkan oleh John Dulles.[100] Meskipun dukungan dari para delegasi terhadap pandangan anti-komunis Dulles tidak sekuat yang diharapkan oleh Dulles dan Eisenhower,[99] konferensi tersebut menjadi sebuah kemenangan bagi AS, yang dapat meneguhkan pandangan Amerika Latin terhadap komunisme.[100]
AS telah berhenti menjual senjata kepada Guatemala pada tahun 1951, dan pada saat yang sama AS menandatangani perjanjian pertahanan bilateral dan meningkatkan penjualan senjata kepada negara-negara tetangganya, yakni Honduras dan Nikaragua. AS menjanjikan kepada militer Guatemala bahwa mereka juga akan memperoleh persenjataan jika Árbenz digulingkan. Pada tahun 1953, Departemen Negara memperparah embargo persenjataan dengan menggagalkan upaya pemerintahan Árbenz untuk membeli persenjataan dari Kanada, Jerman dan Rhodesia.[101][102] Pada tahun 1954, Árbenz sangat membutuhkan persenjataan, dan ia memutuskan untuk memperolehnya secara diam-diam dari Cekoslowakia, sehingga ini adalah kali pertamanya sebuah negara blok Soviet mengirimkan persenjataan ke benua Amerika, sebuah tindakan yang dipandang sebagai "pendaratan" komunis di benua Amerika.[103][104][105] Persenjataan tersebut didatangkan ke pelabuhan Puerto Barrios di pesisir Samudra Atlantik oleh kapal muatan Swedia MS Alfhem, yang berlayar dari Szczecin di Polandia.[104] AS gagal untuk menghentikan pengiriman tersebut meskipun AS telah melakukan "karantina laut" yang ilegal terhadap Guatemala.[106] Namun "para perwira Guatemala" yang dikutip oleh The New York Times menyatakan bahwa "beberapa senjata ... tidak bekerja dengan baik, usang, atau secara tidak sesuai untuk dipakai di sini".[107] CIA menganggap pengiriman senjata tersebut sebagai campur tangan Soviet di halaman belakang Amerika Serikat; ini adalah dorongan terakhir bagi CIA untuk melancarkan kudetanya.[104]
Retorika AS di luar negeri juga berdampak terhadap militer Guatemala. Militer dari sebelumnya sudah memiliki pandangan anti-komunis, dan Duta Besar Peurifoy telah menekan sejumlah perwira senior sejak ia datang ke Guatemala pada Oktober 1953.[108] Árbenz bermaksud untuk menggunakan persenjataan yang diperoleh dari kapal Alfhem untuk memperkuat milisi pedesaan dengan tujuan untuk mengantisipasi pembangkangan oleh angkatan darat. Namun, AS memberi tahu kepala-kepala angkatan darat mengenai pengiriman tersebut, sehingga Árbenz terpaksa menyerahkan senjata-senjata itu kepada militer; kejadian ini mengakibatkan keretakan hubungan di antara Árbenz dengan jenderal-jenderalnya.[108]
Invasi Castillo Armas
Pasukan Castillo Armas yang berjumlah 480 orang terbagi menjadi empat tim, masing-masing terdiri dari 60 sampai 198 orang. Pada tanggal 15 Juni 1954, empat tim tersebut meninggalkan pangkalan mereka di Honduras dan El Salvador, dan ditempatkan di berbagai kota tepat di luar perbatasan Guatemala. Pasukan terbesarnya menyerang kota pelabuhan Atlantik, Puerto Barrios, sementara yang lainnya menyerang kota-kota kecil Esquipulas, Jutiapa, dan Zacapa.[109] Rencana invasi tersebut langsung menghadapi kesulitan; 60 pasukan ditangkap oleh kepolisian El Salvador sebelum mencapai perbatasan.[109] Pada pukul 8:20 tanggal 18 Juni 1954, Castillo Armas memimpin pasukannya melintasi perbatasan. Pesawat-pesawat Castillo Armas terbang di atas sebuah pawai pro-pemerintahan di ibu kota.[109] Castillo Armas menuntut agar Árbenz menyerah.[110] Invasi tersebut menimbulkan kepanikan besar di ibu kota, yang dengan cepat mereda karena para pemberontak gagal untuk melakukan tindakan yang signifikan. Dikarenakan menipisnya persediaan dan kurangnya transportasi, pasukan Castillo Armas membutuhkan waktu berhari-hari untuk mencapai sasaran-sasaran mereka, walaupun pesawat-pesawat mereka meledakkan sebuah jembatan pada tanggal 19 Juni.[109]
Saat para pemberontak mencapai sasaran-sasaran mereka, mereka menghadapi hambatan-hambatan lainnya. Pasukan 122 orang yang menyerang Zacapa ditangkap dan dikalahkan oleh sebuah garnisun yang terdiri dari 30 prajurit Guatemala, dengan hanya 30 pemberontak yang melarikan diri dari kematian atau penangkapan.[111] Pasukan yang menyerang Puerto Barrios dibekuk oleh kepolisian dan buruh-buruh galangan kapal bersenjata, sehingga beberapa pemberontak melarikan diri ke Honduras. Dalam upaya untuk meraih momentum, pesawat-pesawat pemberontak mencoba melancarkan serangan-serangan udara di ibukota.[111] Serangan-serangan tersebut menyebabkan kerusakan material yang kecil, namun memiliki dampak psikologis yang signifikan dan membuat beberapa warga sipil meyakini bahwa pasukan invasi lebih kuat ketimbang yang sebenarnya. Para pengebom pemberontak harus terbang dari ibu kota Nikaragua, Managua; akibatnya, mereka memiliki kapasitas muatan yang terbatas. Sebagian besar dari pesawat tersebut memakai dinamit atau bom Molotov sebagai pengganti bom, dengan tujuan untuk menghasilkan ledakan dengan kapasitas muatan yang lebih rendah.[112] Pesawat-pesawat tersebut menyasar tempat penyimpanan amunisi, lapangan untuk parade, dan sasaran-sasaran lain yang terlihat.
Pada pagi tanggal 27 Juni 1954, sebuah pesawat Lockheed P-38M Lightning dari CIA menyerang Puerto San José dan menjatuhkan bom-bom napalm di atas kapal kargo Inggris, SS Springfjord, yang dicarter kepada perusahaan AS W.R. Grace and Company Line, dan berisi kopi dan kapas Guatemala.[113] Insiden tersebut membuat CIA harus mengeluarkan uang sebesar satu juta dolar AS sebagai bentuk ganti rugi.[g][112] Pada tanggal 22 Juni, pesawat pemberontak lainnya mengebom kota Honduras San Pedro de Copán; John Dulles mengklaim bahwa serangan tersebut dilakukan oleh angkatan udara Guatemala, sehingga ia dapat menghindari dampak diplomatik.[114] Sejumlah pesawat pengebom yang dimiliki pemberontak mulai ditembak jatuh oleh tentara Guatemala dalam waktu beberapa hari, sehingga Castillo Armas meminta lebih dari CIA. Eisenhower dengan cepat menyepakati penyediaan pesawat-pesawat tambahan, sehingga memperkuat pasukan pemberontak.[115] William Pawley memiliki peranan yang genting dalam pengiriman pesawat-pesawat tersebut.[116]
Peperangan psikologis
Pasukan Castillo Armas yang berjumlah 480 orang tidak cukup besar untuk mengalahkan militer Guatemala, bahkan dengan pesawat yang disediakan oleh AS. Maka dari itu, rencana-rencana Operasi PBSUCCESS menyerukan sebuah kampanye peperangan psikologis, yang akan menjadikan kemenangan Castillo Armas sebagai sebuah fait accompli bagi rakyat Guatemala, dan akan memaksa Árbenz untuk mengundurkan diri.[84][117][118] Kampanye propaganda sudah dimulai sebelum invasi tersebut, dan U.S. Information Agency (USIA) telah menulis ratusan artikel tentang Guatemala berdasarkan laporan-laporan CIA, dan menyebarkan sepuluh ribu selebaran di seluruh Amerika Latin. CIA mendorong pemerintahan-pemerintahan yang bersahabat untuk menayangkan rekaman video Guatemala yang mendukung urutan kejadian versi AS.[119]
Kesuksesan Alfhem dalam menghindari karantina membuat Washington meningkatkan intimidasinya terhadap Guatemala dengan menggunakan angkatan lautnya. Pada tanggal 24 Mei, AS meluncurkan Operasi HARDROCK BAKER, yaitu operasi blokade laut terhadap Guatemala. Kapal dan kapal selam berpatroli di pesisir Guatemala, dan semua kapal yang mendekati wilayah Guatemala dihentikan dan digeledah; kapal-kapal tersebut meliputi kapal-kapal dari Inggris dan Perancis, dan hal ini merupakan pelanggaran hukum internasional.[120] Namun, Inggris dan Perancis tidak memprotesnya dengan tegas, karena mereka berharap agar AS tidak akan campur tangan dengan upaya-upaya mereka untuk menundukkan pemberontakan-pemberontakan di koloni-koloni mereka di Timur Tengah. Intimidasi tersebut tak hanya terjadi di lautan; pada tanggal 26 Mei, salah satu pesawat Castillo Armas terbang di atas ibu kota dan menjatuhkan selebaran-selebaran yang mengajak rakyat untuk berjuang melawan komunisme dan mendukung Castillo Armas.[120]
Senjata psikologis yang paling besar cakupannya adalah stasiun radio Voice of Liberation. Stasiun radio ini mulai beroperasi pada tanggal 1 Mei 1954 dan menjalankan propaganda anti-komunis. Stasiun radio ini mengajak pendengarnya untuk melawan pemerintahan Árbenz dan mendukung pasukan pembebasan Castillo Armas. Stasiun radio ini mengklaim bahwa siarannya dilakukan di hutan di daerah pedalaman Guatemala, dan pesan ini dipercayai oleh banyak pendengar. Sebetulnya, isi siaran tersebut dibuat di Miami oleh orang-orang Guatemala di pengasingan, dan lalu dibawa ke Amerika Tengah dan disiarkan melalui sebuah alat transmisi yang dapat dipindah-pindah. Voice of Liberation membuat sebuah siaran awal yang diulang empat kali, dan setelah itu mereka menyiarkan buletin selama dua jam sebanyak dua kali dalam sehari. Siaran-siaran tersebut awalnya hanya terdengar sebentar-sebentar di kota Guatemala; sepekan kemudian, CIA meningkatkan kekuatan transmisi mereka, sehingga siaran dapat diperoleh secara jelas di ibu kota Guatemala. Siaran radio tersebut dianggap sebagai bagian penting dari kesuksesan kudeta ini oleh para sejarawan, karena siaran tersebut memicu ketegangan di seluruh negeri. Mereka secara tak terduga terbantu oleh matinya stasiun radio yang dijalankan oleh pemerintah, yang tidak melakukan siaran selama tiga minggu sementara antena baru sedang dipasang.[121] Siaran tersebut terus dilakukan sepanjang terjadinya konflik ini dan menyiarkan kabar-kabar yang dilebih-lebihkan mengenai pasukan pemberontak yang mendekati ibu kota, dan siaran ini juga berhasil mendemoralisasi angkatan darat dan warga sipil.[122]
Tanggapan Guatemala
Pemerintah Árbenz awalnya berniat menghalau invasi tersebut dengan mengerahkan penduduk yang sudah mencapai usia militer, milisi buruh dan Angkatan Darat Guatemala. Perlawanan dari angkatan bersenjata dan fakta bahwa publik telah mengetahui informasi tentang pembelian senjata secara rahasia dari Cekoslowakia memaksa Presiden Árbenz untuk hanya memasok persenjataan kepada Angkatan Darat.[113] Dari permulaan serangan, Árbenz berkeyakinan bahwa Castillo Armas dapat dikalahkan secara militer dan ia mengemukakan keyakinannya ini di depan khalayak umum. Namun, ia merasa khawatir bahwa kekalahan Castillo Armas akan memicu serangan langsung oleh militer AS. Pertimbangan ini juga menjadi faktor yang mendorong keputusannya untuk tidak mempersenjatai warga sipil pada awalnya; tindakan tersebut akan membuatnya kehilangan dukungan dari militer karena tidak ada alasan militer untuk melakukan hal tersebut. Carlos Enrique Díaz, kepala angkatan bersenjata Guatemala, berkata kepada Árbenz bahwa tindakan mempersenjatai tidak akan populer di mata pasukannya, dan ia juga mengungkapkan bahwa "tentara [akan] melakukan tugasnya".[123]
Sebagai gantinya, Árbenz meminta kepada Díaz untuk memilih perwira-perwira untuk memimpin sebuah serangan balasan. Díaz memilih sebuah korps perwira yang dipandang sebagai orang-orang yang berintegritas, dan yang setia kepada Árbenz.[123] Pada malam tanggal 19 Juni, sebagian besar pasukan Guatemala di kawasan ibu kota bergerak menuju Zacapa, dan mereka diikuti oleh detasemen-detasemen kecil dari garnisun lainnya. Árbenz menyatakan bahwa "invasi tersebut tidaklah serius", namun mengkhawatirkan bahwa jika serangan tersebut dikalahkan di perbatasan Honduras, Honduras akan memanfaatkannya sebagai alasan untuk menyatakan perang terhadap Guatemala, yang akan memicu serangan langsung dari AS. Akibat rumor-rumor yang disebarkan oleh Voice of Liberation, terdapat kekhawatiran di seluruh belahan negeri bahwa serangan kolom kelima akan segera terjadi; sejumlah besar petani mendatangi pemerintah dan meminta persenjataan untuk membela negara mereka. Mereka berkali-kali diberitahu bahwa angkatan darat "berhasil mempertahankan negara kita".[124] Sebagai gantinya, para sukarelawan petani membantu upaya perang pemerintah, menjadi petugas di sekatan jalan raya dan menyumbangkan persediaan-persediaan kepada tentara. Pengiriman senjata yang dijatuhkan oleh pesawat-pesawat pemberontak dicegat dan diserahkan kepada pemerintah.[124]
Pemerintah Árbenz juga menggunakan cara-cara diplomatik untuk mencoba mengakhiri serangan. Mereka meminta dukungan dari El Salvador dan Meksiko; Meksiko menolak untuk terlibat, sementara pemerintah El Salvador malah mengabarkan upaya Guatemala kepada Peurifoy. Inisiatif diplomatik terbesar Árbenz adalah dengan membawa masalah tersebut ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada tanggal 18 Juni, Menteri Luar Negeri Guatemala meminta kepada Dewan Keamanan untuk "mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan ... untuk menghentikan agresi", yang dikatakan sebagai tanggung jawab Nikaragua dan Honduras, bersama dengan "monopoli-monopoli asing tertentu yang terkena dampak dari kebijakan progresif pemerintah saya".[125] Dewan Keamanan membahas keluhan Guatemala selama sesi darurat pada tanggal 20 Juni. Perdebatan berlangsung sengit; Nikaragua dan Honduras menyangkal segala tuduhan, sementara AS menyatakan bahwa peran Eisenhower sebagai seorang jenderal pada Perang Dunia II menunjukkan bahwa ia menentang imperialisme. Uni Soviet menjadi satu-satunya negara yang mendukung Guatemala. Saat AS dan para sekutunya mengusulkan agar persoalan tersebut dibawa ke Organisasi Negara-Negara Amerika, Uni Soviet memveto usulan tersebut. Guatemala terus meminta pengadaan penyelidikan oleh Dewan Keamanan; usulan ini didukung oleh Britania Raya dan Prancis, tetapi pada tanggal 24 Juni, usulan tersebut diveto oleh AS, dan ini merupakan kali pertama AS melakukan hal tersebut terhadap sekutu-sekutunya. AS menyertainya dengan ancaman-ancaman kepada kantor-kantor luar negeri Britania dan Prancis bahwa AS akan berhenti mendukung inisiatif mereka yang lain.[126] Sekjen PBB Dag Hammarskjöld menganggap posisi AS sebagai "pukulan paling serius yang ditujukan terhadap [PBB]".[127] Sebuah misi pencarian fakta didirikan oleh Komite Perdamaian Antar-Amerika, tetapi Washington menggunakan pengaruhnya untuk menunda keterlibatan komite tersebut sampai kudeta rampung dan kediktatoran militer didirikan.[126]
Pengunduran diri Árbenz
Árbenz awalnya merasa yakin bahwa tentaranya akan dengan cepat menumpas pasukan pemberontak. Keyakinan ini semakin diperkuat oleh kemenangan sebuah garnisun kecil yang terdiri dari 30 prajurit atas 180 pasukan pemberontak di luar Zacapa. Pada tanggal 21 Juni, pasukan Guatemala telah berkumpul di Zacapa di bawah komando Kolonel Víctor M. León, yang diyakini setia kepada Árbenz. León berkata kepada Árbenz bahwa serangan balasan akan ditunda atas dasar logistik, dan ia meyakinkan Árbenz agar tidak khawatir, karena Castillo Armas akan segera dikalahkan. Anggota pemerintahan yang lain tidak merasa pasti. Kepala Staf Tentara Parinello menginspeksi pasukan di Zacapa pada tanggal 23 Juni, dan kembali ke ibu kota dengan keyakinan bahwa angkatan darat tidak akan bertempur. Ia tidak memberitahukan hal tersebut kepada Árbenz karena ia takut bahwa AS akan melakukan intervensi yang membantu Castillo Armas.[125] Para pemimpin PGT juga mulai curiga; pelaksana tugas sekretaris jenderal Alvarado Monzón mengirim seorang anggota komite pusat ke Zacapa untuk melakukan penyelidikan. Ia kembali pada tanggal 25 Juni dan melaporkan bahwa angkatan darat sangat terdemoralisasi dan tak akan bertempur. Monzón melaporkannya kepada Árbenz, yang dengan cepat mengirim penyelidik lain. Ia juga kembali dengan laporan yang sama dan kali ini membawa sebuah pesan tambahan untuk Árbenz dari para perwira di Zacapa yang meminta agar Árbenz mengundurkan diri. Para perwira meyakini bahwa AS telah memberikan dukungan kepada para pemberontak, sehingga kekalahan sudah di depan mata, dan Árbenz-lah yang patut disalahkan. Ia berkata jika Árbenz tidak mengundurkan diri, angkatan darat akan membuat kesepakatan dengan Castillo Armas dan memasuki ibu kota dengannya.[128][129]
Pada masa tersebut, Castillo Armas telah memperkuat serangan-seranagn udaranya dengan pesawat-pesawat tambahan yang telah disetujui oleh Eisenhower. Mereka kurang berhasil dari segi material; bom-bom mereka merupakan hasil surplus dari Perang Dunia II dan tidak berhasil meledak. Meskipun begitu, serangan tersebut memiliki dampak psikologis yang signifikan.[130] Pada tanggal 25 Juni, pada hari yang sama ketika ia menerima ultimatum dari angkatan darat, Árbenz mendengar kabar bahwa Castillo Armas telah berhasil memperoleh satu-satunya kemenangan militernya dengan mengalahkan garnisun Guatemala di Chiquimula.[128] Sejarawan Piero Gleijeses menyatakan bahwa perwira-perwira angkatan darat Guatemala akan tetap setia kepada Árbenz jika AS tidak turut campur karena mereka merasa lebih waspada dengan Castillo Armas dan juga memiliki memiliki pandangan nasionalis yang kuat, walaupun tidak semuanya mendukung Árbenz secara penuh. Mereka berkeyakinan bahwa AS akan turut campur secara militer, yang akan berujung pada sebuah pertempuran yang tak dapat mereka menangkan.[128]
Pada malam 25 Juni, Árbenz mengadakan sebuah pertemuan dengan pemimpin-pemimpin senior di pemerintahan, partai politik, dan serikat buruh. Kolonel Díaz juga hadir. Presiden berkata kepada mereka bahwa tentara di Zacapa telah membangkang, dan penduduk sipil perlu dipersenjatai untuk mempertahankan negara. Díaz tidak menolak, dan serikat-serikat buruh menyatakan akan mengerahkan beberapa ribu pasukan. Saat pasukan ini dikerahkan pada keesokan harinya, hanya ratusan yang hadir. Warga sipil di ibukota pernah ikut serta dalam Revolusi Guatemala sebanyak dua kali—pada saat pemberontakan rakyat tahun 1944, dan selama upaya kudeta tahun 1949—tetapi kali ini angkatan darat merasa terintimidasi oleh Amerika Serikat, sehingga mereka menolak untuk bertempur. Para anggota serikut buruh enggan bertempur melawan upaya kudeta dan militer mereka sendiri.[131][122] Akibatnya, Díaz mengingkari dukungannya kepada Presiden, dan mulai berencana untuk menggulingkan Árbenz dengan bantuan dari para perwira senior lainnya. Mereka memberitahukan rencana tersebut kepada Peurifoy dan memintanya untuk menghentikan serangan; sebagai gantinya, Árbenz akan mengundurkan diri. Peurifoy menjanjikan gencatan senjata, dan para perwira senior lalu mendatangi Árbenz dan memberitahukannya soal keputusan mereka. Árbenz merasa lelah dan ia ingin mempertahankan paling tidak salah satu reformasi demokratis yang telah ia canangkan, sehingga ia setuju dengan keputusan tersebut. Setelah memberitahukan kepada kabinet perihal keputusannya, ia meninggalkan istana presiden pada pukul 20.00 tanggal 27 Juni 1954 dan telah merekam pidato pengunduran diri yang disiarkan sejam kemudian. Dalam pidato tersebut, ia menyatakan bahwa ia mengundurkan diri dalam rangka untuk menghilangkan "dalih serangan", dan ia menyatakan harapannya agar hal-hal yang telah dicapai oleh Revolusi Oktober tahun 1944 akan tetap dipertahankan.[132] Ia lalu mendatangi Kedutaan Besar Meksiko untuk meminta suaka politik.[133] Dua bulan kemudian, ia diperbolehkan keluar dari negara tersebut dan pergi ke pengasingan di Meksiko.[134] Sekitar 120 orang yang terdiri dari loyalis Árbenz atau kaum komunis juga diizinkan untuk pergi, dan rencana pembunuhan yang dirumuskan oleh CIA sama sekali tidak diberlakukan.[135]
Pemerintahan militer
Segera setelah Presiden menyatakan pengunduran dirinya, Díaz mengumumkan di radio bahwa ia mengambil alih jabatan kepresidenan, dan tentara akan tetap melanjutkan pertempuran melawan pasukan Castillo Armas.[136][137] Ia mengepalai sebuah junta militer yang juga melibatkan Kolonel Elfego Hernán Monzón Aguirre dan Jose Angel Sánchez.[137][138][139][140] Dua hari kemudian, menurut pengakuan seorang pejabat CIA yang pernah berbincang dengan Díaz, Duta Besar Peurifoy memberitahu kepada Díaz bahwa Díaz harus mengundurkan diri karena ia dianggap "menyusahkan bagi kebijakan luar negeri Amerika".[140][141] Peurifoy mengecam Díaz karena membiarkan Árbenz mengkritik Amerika Serikat dalam pidato pengunduran dirinya; sementara itu, seorang pilot yang pernah dilatih di AS menjatuhkan sebuah bom di gudang bubuk mesiu utama milik angkatan darat untuk mengintimidasi sang kolonel.[137][142] Setelah itu, Díaz digulingkan oleh sebuah kudeta yang berlangsung cepat dan tidak menumpahkan darah di bawah kepemimpinan Kolonel Monzón, yang lebih lunak terhadap kepentingan AS.[140] Díaz kemudian menyatakan bahwa Peurifoy telah memberikan kepadanya daftar nama orang komunis, dan menuntut agar mereka semua ditembak mati pada hari berikutnya; Díaz telah menolak hal tersebut, sehingga Peurifoy semakin menentangnya.[143] Pada tanggal 17 Juni, para pemimpin angkatan darat di Zacapa mulai berunding dengan Castillo Armas. Tiga hari kemudian, mereka menandatangani sebuah kesepakatan yang disebut Pacto de Las Tunas, yang menjadikan Castillo Armas sebagai pemimpin pasukan angkatan darat di Zacapa. Sebagai gantinya, pengampunan akan diberikan secara umum. Tentara angkatan darat lalu kembali ke barak mereka beberapa hari kemudian, tetapi mereka merasa "putus asa, dengan rasa kekalahan yang buruk".[140]
Meskipun Monzón sangat anti-komunis dan berulang kali menyatakan kesetiaannya kepada AS, ia tak mau menyerahkan kekuasaan kepada Castillo Armas. Kejatuhan Díaz telah membuat Peurifoy berkeyakinan bahwa CIA sebaiknya membiarkan Departemen Negara memainkan peranan utama dalam perundingan dengan pemerintahan baru Guatemala.[144] Departemen Negara meminta Diktator El Salvador Óscar Osorio untuk mengundang semua pihak untuk berunding di San Salvador. Osorio sepakat, dan Monzón dan Castillo Armas datang ke ibu kota El Salvador pada tanggal 30 Juni.[140] Peurifoy awalnya masih tetap berada di Kota Guatemala untuk menghindari kesan bahwa AS memiliki peranan yang besar, namun ia terpaksa datang ke San Salvador ketika perundingan hampir gagal pada hari pertama.[140][145] Menurut John Dulles, peran Peurifoy adalah untuk "memecah beberapa kepala secara bersamaan".[145] Monzón dan Castillo Armas tidak dapat berkuasa tanpa dukungan AS, sehingga Peurifoy dapat memaksakan sebuah perjanjian yang diumumkan pada pukul 4:45 tanggal 2 Juli. Berdasarkan perjanjian tersebut, Castillo Armas dan bawahannya Mayor Enrique Trinidad Oliva akan bergabung dengan junta yang terdiri tiga orang yang dikepalai oleh Monzón, yang akan tetap menjadi presiden.[140][40] Pada tanggal 7 Juli, Kolonel Dubois dan Cruz Salazar, para pendukung Monzón di junta tersebut, mengundurkan diri, sesuai dengan perjanjian rahasia yang mereka buat tanpa sepengetahuan Monzón. Monzón juga mengundurkan diri karena ia kalah jumlah, sehingga membuka jalan bagi Castillo Armas untuk menjadi presiden junta.[140] Dua kolonel tersebut dibayar 100.000 dolar AS sebagai balas jasa atas kerjasama mereka.[h][140] AS dengan segera mengakui pemerintahan baru tersebut pada tanggal 13 Juli.[146] Tak lama setelah menjabat sebagai Presiden, Castillo Armas menghadapi sebuah upaya kudeta dari para calon perwira muda yang merasa tidak senang dengan keputusan untuk menyerahkan angkatan darat kepadanya. Kudeta tersebut berhasil dipatahkan dan menewaskan 29 orang dan melukai 91 orang.[147] Pemilihan umum diadakan pada awal bulan Oktober, tetapi semua partai politik dilarang ikut. Castillo Armas menjadi satu-satunya calon; ia memenangkan pemilihan tersebut dengan 99% suara, sehingga memuluskan transisinya menuju kekuasaan.[148][149]
Reaksi
Kudeta Guatemala tersebut dicerca di dunia internasional. Le Monde dari Paris dan The Times dari London menganggap kudeta ini sebagai sebuah "bentuk kolonialisme ekonomi modern".[84] Di Amerika Latin, opini resmi dan publik sangat kritis terhadap AS, dan bagi banyak orang, Guatemala menjadi lambang perlawanan bersenjata terhadap hegemoni AS.[84] Mantan Perdana Menteri Inggris Clement Attlee menyebutnya "tindakan agresi terang-terangan".[150] Ketika Allen Dulles menyebut kudeta tersebut sebagai kemenangan "demokrasi" atas komunisme dan mengklaim bahwa keadaan di Guatemala "akan diperbaiki oleh rakyat Guatemala sendiri", seorang pejabat Inggris berkata bahwa "ini hampir seperti Molotov berbicara tentang ... Cekoslowakia atau Hitler berbicara tentang Austria".[151] Sekjen PBB Hammarskjöld berkata bahwa serangan paramiliter yang didukung oleh AS adalah sebuah tindakan geopolitik yang melanggar ketentuan-ketentuan hak asasi manusia di dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.[84] Bahkan surat-surat kabar Jerman Barat yang biasanya pro-AS mengecam kudeta tersebut.[84] Kate Doyle, Direktur Proyek Meksiko dari Arsip Keamanan Nasional, menyebut kudeta tersebut sebagai pukulan maut bagi demokrasi di Guatemala.[84]
Kudeta tersebut memperoleh banyak dukungan di kalangan politikus AS. Sejarawan Piero Gleijeses menyatakan bahwa kebijakan luar negeri Partai Republik dan Demokrat menginginkan penegasan hegemoni AS di Amerika Tengah, yang membut mereka melihat adanya ancaman-ancaman komunis di tempat yang sebenarnya sama sekali tidak terancam. Maka dari itu, kelanjutan Doktrin Monroe didukung oleh kedua belah pihak, baik partai pemerintah maupun oposisi.[152] Namun, kudeta ini memperoleh reaksi negatif di Amerika Latin dan demonstrasi-demonstrasi anti-Amerika Serikat pun meletus. Sentimen tersebut berlanjut selama beberapa dasawarsa sesudahnya; para sejarawan menganggap kudeta tersebut sebagai sebuah penjelasan mengapa Wakil Presiden AS Richard Nixon tidak disambut dengan baik saat ia berkunjung ke Amerika Latin empat tahun kemudian.[153] Sebuah kajian yang dibuat oleh Departemen Negara menyatakan bahwa tanggapan negatif publik terhadap kudeta tersebut muncul di sebelas negara Amerika Latin, termasuk beberapa negara yang seharusnya pro-Amerika.[154] Sejarawan John Lewis Gaddis menyatakan bahwa pemahaman mengenai peran CIA dalam kudeta-kudeta di Iran dan Guatemala membuat badan tersebut mendapatkan "reputasi yang hampir seperti mitos di seluruh Amerika Latin dan Timur Tengah sebagai sebuah alat yang dipakai Amerika Serikat untuk menggulingkan pemerintahan-pemerintahan yang tidak ia sukai, kapanpun mereka mau.[155]
Operasi PBHISTORY
Operasi PBHISTORY adalah sebuah upaya dari CIA untuk menganalisis dokumen-dokumen pemerintahan Árbenz untuk menjustifikasi kudeta tahun 1954, terutama dengan mencari bukti bahwa para komunis Guatemala berada di bawah pengaruh Uni Soviet.[156] Akibat cepatnya penggulingan pemerintahan Árbenz, CIA meyakini bahwa pemerintahan tersebut tidak sempat menghancurkan dokumen-dokumen yang menunjukkan bukti keterlibatan komunis, dan dokumen tersebut kemudian hendak dipakai untuk menunjukkan hubungan Soviet dengan Árbenz. CIA juga meyakini bahwa dokumen itu akan membantu mereka memahami cara kerja partai-partai komunis Amerika Latin, terutama mengingat bahwa CIA tidak memiliki banyak informasi mengenai hal tersebut.[157] Motivasi yang terakhir adalah untuk meredam sentimen anti-AS karena tanggapan internasional terhadap kudeta ini sangat negatif, termasuk di mata sekutu AS.[158] Operasi tersebut dimulai pada tanggal 4 Juli 1954 dengan kedatangan empat agen CIA di Kota Guatemala, yang dipimpin oleh seorang pakar dalam bidang struktur partai-partai komunis. Sasaran-sasaran mereka adalah barang pribadi Árbenz, dokumen polisi, dan markas Partai Buruh Guatemala.[159]
Meskipun pencarian awal gagal untuk menemukan hubungan apapun dengan Uni Soviet, CIA memutuskan untuk memperbesar operasi tersebut, dan pada tanggal 4 Agustus, tim yang lebih besar dikerahkan; tim ini melibatkan anggota dari berbagai departemen pemerintahan, termasuk Departemen Negara dan USIA. Satuan tugas tersebut diberi nama Social Research Group (Kelompok Penelitian Sosial).[160] Untuk menghindari konfrontasi dengan kelompok nasionalis Guatemala, CIA memutuskan untuk meninggalkan dokumen-dokumen tersebut di tangan Guatemala, dan mereka lalu mendanai pembentukan sebuah badan intelijen Guatemala yang akan berusaha untuk menggerogoti organisasi-organisasi komunis. Oleh sebab itu, Komite Pertahanan Nasional Melawan Komunisme (Comité de Defensa Nacional Contra el Comunismo) didirikan pada 20 Juli dan memperoleh wewenang yang besar atas fungsi-fungsi militer dan kepolisian.[161] Personil dari badan yang baru didirikan tersebut juga ditugaskan menganalisis dokumen-dokumen yang sama.[162] Tahap pemrosesan dokumen operasi tersebut dihentikan pada tanggal 28 September 1954 setelah mereka meninjau 500.000 dokumen.[162] Terjadi ketegangan di antara badan-badan pemerintahan AS mengenai penggunaan informasi tersebut; CIA ingin memakainya untuk menumbangkan komunisme, sementara USIA hendak menjadikannya sebagai propaganda. Kepemimpinan CIA atas operasi tersebut membuat mereka dapat mengendalikan dokumen yang diperlukan untuk operasi-operasi rahasia.[163] Akibat dari Operasi PBHISTORY adalah pembukaan sebuah berkas CIA tentang seorang komunis Argentina yang bernama Ernesto Che Guevara.[164]
Pada dasawarsa berikutnya, dokumen-dokumen yang dikumpulkan dipakai oleh beberapa penulis buku, seringkali dengan bantuan rahasia dari CIA, yang mendeskripsikan Revolusi Guatemala dan kudeta tahun 1954 sesuai dengan sudut pandang CIA.[165] Namun, tanggapan internasional dan akademik terhadap kebijakan AS masih sangat negatif. Bahkan buku-buku yang sebagian didanai oleh CIA agak kritis terhadap peranannya.[166] Operasi PBHISTORY gagal mencapai tujuan utamanya untuk mencari bukti yang membenarkan anggapan bahwa PGT merupakan kaki tangan Uni Soviet,[166] dan mereka bahkan tidak dapat menemukan ikatan apapun dengan Moskwa.[167] Penjelasan Soviet terhadap kudeta tersebut menyatakan bahwa AS telah menghancurkan revolusi demokratis demi melindungi kendali United Fruit Company atas ekonomi Guatemala; penjelasan inilah yang menjadi lebih diterima.[168] Sejarawan Mark Hove menyatakan bahwa "Operasi PBHistory terbukti tidak efektif akibat munculnya 'kebencian baru yang membara' di Amerika Latin yang disebabkan oleh campur tangan AS di Guatemala."[169]
Akibat
Warisan politik
Kudeta tahun 1954 memiliki dampak yang buruk di dalam dan luar Guatemala. Penggulingan Árbenz yang relatif mudah dan terjadi tidak lama setelah kudeta serupa terhadap Perdana Menteri Iran terpilih pada tahun 1953, membuat CIA terlalu percaya diri terhadap kemampuannya, yang berujung pada kegagalan Invasi Teluk Babi yang hendak menggulingkan pemerintah Kuba pada tahun 1961.[170][171] Salah satu warga sipil yang tinggal di Kota Guatemala saat terjadinya kudeta tersebut adalah Ernesto Che Guevara yang ketika itu berusia 25 tahun. Setelah sempat beberapa kali gagal mencoba membantu pemerintah Guatemala, Guevara berlindung di kedubes Argentina, dan kemudian diizinkan lewat ke Meksiko, dan di situ ia akan bergabung dengan Revolusi Kuba. Pengalamannya selama kudeta Guatemala menjadi faktor besar yang membuatnya meyakini "pentingnya perjuangan bersenjata ... melawan imperialisme"; pengalamannya ini juga membantunya menyusun strategi militer selama Revolusi Kuba yang terbukti berhasil.[172] Pengalaman Árbenz selama kudeta Guatemala juga membantu rezim Kuba Fidel Castro dalam mematahkan serangan CIA.[173]
Selama terjadinya Revolusi Guatemala. para pembuat kebijakan Amerika Serikat dan media AS telah mempercayai teori ancaman komunis. Saat Árbenz mengumumkan bahwa ia memiliki bukti keterlibatan AS dalam insiden Salamá, pernyataan itu diabaikan, dan seluruh pers AS menggambarkan invasi Castillo Armas sebagai kemenangan dramatis melawan komunisme.[174] Pers di Amerika Latin lebih ganas dalam mengkritik AS, dan kudeta tersebut memicu sentimen anti-Amerika Serikat secara berkelanjutan di kawasan tersebut.[175][176]
Di Guatemala, Castillo Armas merasa khawatir bahwa ia tidak mendapatkan dukungan dari rakyat, sehingga ia berupaya untuk menyingkirkan semua lawannya. Ia dengan segera menahan ribuan pemimpin oposisi, menuduh mereka komunis, mencabut konstitusi 1945, dan memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada dirinya sendiri.[177] Kamp-kamp konsentrasi dibangun untuk menampung para tahanan saat penjara-penjara menjadi terlalu penuh. Sesuai dengan nasihat Allen Dulles, Castillo Armas menangkap sejumlah warga sipil yang berusaha melarikan diri dari negara tersebut. Ia juga mendirikan Komite Nasional Pertahanan Melawan Komunisme, dengan wewenang untuk melakukan penangkapan, penahanan, dan deportasi. Selama beberapa tahun berikutnya, komite tersebut menyelidiki sekitar 70.000 orang. Banyak yang ditahan, dihukum mati, atau "dihilangkan", seringkali tanpa pengadilan.[177] Ia melarang semua serikat buruh, organisasi petani, dan partai politik,[178] kecuali partainya sendiri, Gerakan Pembebasan Nasional (Movimiento de Liberación Nacional, MLN), yang menjadi partai penguasa sampai tahun 1957,[179] dan masih berpengaruh selama beberapa dasawarsa setelahnya.[40] Kebergantungan Castillo Armas terhadap korps perwira dan tentara bayaran yang membantunya meraih tampuk kekuasaan berujung pada merebaknya korupsi, dan pemerintahan Eisenhower kemudian memberikan subsidi jutaan dolar kepada pemerintah Guatemala.[180] Castillo Armas juga membatalkan reformasi agraria Árbenz, yang membuat kedubes AS berkomentar bahwa tindakan itu merupakan sebuah "langkah panjang ke belakang" dari kebijakan sebelumnya.[181] UFC tak memperoleh keuntungan dari kudeta ini; meskipun perusahaan tersebut mendapatkan kembali sebagian besar kepemilikannya, labanya terus menurun, dan kemudian perusahaan ini digabung dengan perusahaan lainnya untuk menghindari kebangkrutan.[182] Walaupun beberapa pemimpin Gereja Katolik setempat berperan dalam kudeta tersebut, pembatasan-pembatasan anti-Katolik yang telah ditegakkan di bawah pemerintahan sebelumnya di Guatemala masih berlanjut pada 1960an, karena banyak pemerintahan anti-komunis yang merasa bahwa Gereja terlalu bersimpati terhadap partai-partai sosialis.[183]
Perang Saudara
Pembatalan kebijakan-kebijakan progresif pemerintahan sebelumnya memicu pemberontakan sayap kiri di kawasan pedesaan yang dimulai pada tahun 1960. Pemberontakan ini memicu Perang Saudara Guatemala selama 36 tahun yang melibatkan pemerintahan militer Guatemala yang didukung oleh AS melawan para pemberontak sayap kiri yang seringkali memperoleh dukungan yang cukup besar dari rakyat. Gerakan terbesar dipimpin oleh Tentara Gerilya Rakyat Miskin, yang pada titik puncaknya memiliki 270.000 anggota.[184] Selama terjadinya perang saudara, kejahatan terhadap warga sipil dilakukan oleh kedua belah pihak; 93% dari kejahatan tersebut dilakukan oleh militer yang didukung oleh AS,[184][185][186] termasuk sebuah kampanye genosida terhadap penduduk asli Maya pada tahun 1980an.[184][187][188] Kekerasan yang sangat parah khususnya terjadi pada masa kepresidenan Ríos Montt dan Lucas García.[189]
Sejumlah pelanggaran HAM lainnya juga telah terjadi, yang meliputi pembantaian penduduk sipil, pemerkosaan,[190] pengeboman dari udara, dan penghilangan paksa.[184] Gleijeses menulis bahwa Guatemala "diperintah oleh budaya ketakutan", dan Guatemala memiliki "rekor pelanggaran HAM di Amerika Latin yang mengerikan".[191] Pelanggaran-pelanggaran tersebut sebagian adalah akibat dari strategi pemadaman pemberontakan yang brutal yang diterapkan oleh pemerintah.[184][189] Narasi ideologis yang menyatakan bahwa kudeta tahun 1954 melambangkan sebuah pertempuran melawan komunisme sering dipakai untuk membenarkan kekerasan tersebut pada tahun 1980-an.[192] Para sejarawan telah mengaitkan kekerasan selama perang saudara tersebut dengan kudeta tahun 1954, dan juga "paranoia anti-komunis" yang dihasilkan olehnya.[193] Perang saudara tersebut berakhir pada tahun 1996 setelah ditandatanganinya sebuah perjanjian perdamaian antara gerilyawan dan pemerintah Guatemala, yang meliputi pengampunan bagi para pejuang di kedua belah pihak.[189] Perang saudara tersebut diklaim menewaskan 200.000 warga sipil.[184]
Permintaan maaf
Pada Maret 1999, Presiden AS Bill Clinton meminta maaf kepada pemerintah Guatemala atas kejahatan yang dilakukan oleh kedikatatoran-kediktatoran yang didukung oleh AS.[194] Clinton menyatakan "Bagi Amerika Serikat, penting bagi saya untuk mengeluarkan pernyataan dengan jelas bahwa bantuan untuk militerdan satuan intelijen yang melakukan kekerasan dan penindasan massal adalah hal yang salah, dan Amerika Serikat sudah seharusnya tidak mengulangi kesalahan tersebut."[194] Permintaan maaf tersebut datang setelah dikeluarkannya laporan komisi kebenaran yang mendokumentasikan dukungan AS terhadap pasukan militer yang melakukan genosida.[194]
Pada Mei 2011, pemerintah Guatemala menandatangani sebuah perjanjian dengan keluarga Árbenz yang masih hidup untuk memperbaiki nama baiknya dan secara terbuka meminta maaf atas peran pemerintah dalam penggulingannya. Perjanjian tersebut juga menyelesaikan perkara ini dengan memberikan uang kepada keluarga tersebut. Permintaan maaf resmi dinyatakan di Istana Nasional oleh Presiden Guatemala Álvaro Colom pada tanggal 20 Oktober 2011 kepada Jacobo Árbenz Villanova, putra mantan presiden Árbenz yang telah menjadi politikus Guatemala.[195] Colom menyatakan, "Ini adalah sebuah kejahatan terhadap masyarakat Guatemala dan ini adalah sebuah tindakan agresi terhadap pemerintahan yang sedang memulai musim semi demokrasinya."[195] Perjanjian tersebut menetapkan beberapa bentuk pemulihan untuk sanak saudara Árbenz Guzmán.[195]
Catatan
Catatan kaki
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 1–5.
- ^ Handy 1994, hlm. 4.
- ^ Streeter 2000, hlm. 8.
- ^ Gilderhus 2006, hlm. 6–9.
- ^ a b Gilderhus 2006, hlm. 10–12.
- ^ LaFeber 1993, hlm. 34.
- ^ a b Streeter 2000, hlm. 8–10.
- ^ Forster 2001, hlm. 117.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. xii.
- ^ Smith 1995, hlm. 6.
- ^ a b Forster 2001, hlm. 12–15.
- ^ a b Gleijeses 1991, hlm. 10–11.
- ^ Chapman 2007, hlm. 83.
- ^ Immerman 1982, hlm. 68–70.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 65–68.
- ^ a b LaFeber 1993, hlm. 76–77.
- ^ a b Immerman 1982, hlm. 68–72.
- ^ Blum 2003, hlm. 75.
- ^ LaFeber 1993, hlm. 77.
- ^ a b Streeter 2000, hlm. 10–11.
- ^ Forster 2001, hlm. 29.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 13.
- ^ a b c Streeter 2000, hlm. 11–12.
- ^ LaFeber 1993, hlm. 79.
- ^ Immerman 1982, hlm. 34–37.
- ^ Cullather 2006, hlm. 9–10.
- ^ a b c Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 67–71.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 22.
- ^ Streeter 2000, hlm. 12.
- ^ a b Streeter 2000, hlm. 12–13.
- ^ a b Streeter 2000, hlm. 14–15.
- ^ Jiménez 1985, hlm. 149.
- ^ a b Forster 2001, hlm. 98–99.
- ^ Forster 2001, hlm. 99–101.
- ^ Streeter 2000, hlm. 15–16.
- ^ Streeter 2000, hlm. 13–14.
- ^ Streeter 2000, hlm. 16–17.
- ^ Castañeda 2005, hlm. 94–96.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 50–69.
- ^ a b c Castañeda 2005, hlm. 93.
- ^ a b Gleijeses 1991, hlm. 73–84.
- ^ Castañeda 2005, hlm. 91.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 134–148.
- ^ Immerman 1982, hlm. 61–67.
- ^ Streeter 2000, hlm. 18–19.
- ^ Figueroa Ibarra 2006, hlm. 397.
- ^ Figueroa Ibarra 2006, hlm. 397–398.
- ^ a b c Immerman 1982, hlm. 64–67.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 144–146.
- ^ a b Gleijeses 1991, hlm. 149–164.
- ^ Grandin 2000, hlm. 200–201.
- ^ a b Immerman 1982, hlm. 73–76.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 71.
- ^ a b c Immerman 1982, hlm. 75–82.
- ^ a b c Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 72–77.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 78–90.
- ^ a b Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 90–97.
- ^ a b Immerman 1982, hlm. 82–100.
- ^ a b Cullather 2006, hlm. 14–28.
- ^ Immerman 1982, hlm. 95.
- ^ Immerman 1982, hlm. 109–110.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 102.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 228.
- ^ a b c d Cullather 2006, hlm. 28–35.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 228–229.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 59–69.
- ^ a b Gleijeses 1991, hlm. 229–230.
- ^ a b Haines 1995.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 230.
- ^ a b Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 100–101.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 234.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 231.
- ^ Immerman 1982, hlm. 96.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 106–107.
- ^ Immerman 1982, hlm. 122–127.
- ^ a b c Fraser 2005, hlm. 489.
- ^ a b c Gleijeses 1991, hlm. 2–5.
- ^ a b c Jiménez 1985, hlm. 149–151.
- ^ a b McCleary 1999, hlm. 10.
- ^ a b Streeter 2000, hlm. 1.
- ^ Figueroa Ibarra 2006, hlm. 400.
- ^ Streeter 2000, hlm. 1–2.
- ^ Castañeda 2005, hlm. 92–100.
- ^ a b c d e f g h Kornbluh 1997.
- ^ a b c Immerman 1982, hlm. 138–143.
- ^ Cullather 2006, hlm. 45.
- ^ Immerman 1982, hlm. 137.
- ^ Holland 2005, hlm. 53–56.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 251–254.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 255.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 108–109.
- ^ Cullather 1994, hlm. 21.
- ^ Immerman 1982, hlm. 141–142.
- ^ Immerman 1982, hlm. 141–143.
- ^ a b Immerman 1982, hlm. 162–165.
- ^ a b Gleijeses 1991, hlm. 256–257.
- ^ Cullather 2006, hlm. 55.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 259–262.
- ^ a b Gleijeses 1991, hlm. 267–278.
- ^ a b Immerman 1982, hlm. 146–150.
- ^ Immerman 1982, hlm. 144–150.
- ^ Cullather 1994, hlm. 36.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 280–285.
- ^ a b c Immerman 1982, hlm. 155–160.
- ^ Jiménez 1985, hlm. 152.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 310–316.
- ^ Gruson 1954.
- ^ a b Gleijeses 1991, hlm. 300–311.
- ^ a b c d Cullather 2006, hlm. 87–89.
- ^ Immerman 1982, hlm. 161.
- ^ a b Cullather 2006, hlm. 90–93.
- ^ a b Immerman 1982, hlm. 166–167.
- ^ a b Gordon 1971.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 340.
- ^ Immerman 1982, hlm. 168–169.
- ^ Holland 2005, hlm. 58–61.
- ^ Jiménez 1985, hlm. 152–154.
- ^ Immerman 1982, hlm. 165.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 166.
- ^ a b Cullather 2006, hlm. 82–83.
- ^ Cullather 2006, hlm. 74–77.
- ^ a b Cullather 2006, hlm. 100–101.
- ^ a b Gleijeses 1991, hlm. 320–323.
- ^ a b Gleijeses 1991, hlm. 323–326.
- ^ a b Gleijeses 1991, hlm. 326–329.
- ^ a b Immerman 1982, hlm. 169–172.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 331.
- ^ a b c Gleijeses 1991, hlm. 330–335.
- ^ Cullather 2006, hlm. 97.
- ^ Cullather 2006, hlm. 98–100.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 342–345.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 345–349.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 201.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 390.
- ^ Haines 1995, hlm. 8–9.
- ^ Cullather 2006, hlm. 102–105.
- ^ a b c Castañeda 2005, hlm. 92.
- ^ McCleary 1999, hlm. 237.
- ^ Immerman 1982, hlm. 174.
- ^ a b c d e f g h i Gleijeses 1991, hlm. 354–357.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 206.
- ^ Immerman 1982, hlm. 175.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 207–208.
- ^ Cullather 2006, hlm. 102.
- ^ a b Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 212–215.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 216.
- ^ Streeter 2000, hlm. 42.
- ^ Immerman 1982, hlm. 173–178.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 224–225.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 217.
- ^ Young 1986, hlm. 584.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 361–370.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 371.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 189.
- ^ Gaddis 2006, hlm. 166.
- ^ Holland 2004, hlm. 300.
- ^ Holland 2004, hlm. 301–302.
- ^ Holland 2004, hlm. 302–303.
- ^ Holland 2004, hlm. 302–305.
- ^ Holland 2004, hlm. 305.
- ^ Holland 2004, hlm. 306.
- ^ a b Holland 2004, hlm. 307.
- ^ Holland 2004, hlm. 308.
- ^ Holland 2004, hlm. 309.
- ^ Holland 2004, hlm. 318–320.
- ^ a b Holland 2004, hlm. 321–324.
- ^ Immerman 1982, hlm. 185.
- ^ Holland 2004, hlm. 322.
- ^ Hove 2007, hlm. 40.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 370–377.
- ^ Immerman 1982, hlm. 189–190.
- ^ Schlesinger & Kinzer 1999, hlm. 184–185.
- ^ Immerman 1982, hlm. 194–195.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 366–370.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 370–371.
- ^ Cullather 2006, hlm. 112.
- ^ a b Immerman 1982, hlm. 198–201.
- ^ Cullather 2006, hlm. 113.
- ^ Grandin 2004, hlm. 86.
- ^ Cullather 2006, hlm. 114–115.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 382.
- ^ Cullather 2006, hlm. 118–119.
- ^ Pew 2006.
- ^ a b c d e f McAllister 2010, hlm. 276–281.
- ^ Mikaberidze 2013, hlm. 216.
- ^ Harbury 2005, hlm. 35.
- ^ Castañeda 2005, hlm. 90.
- ^ a b c May 1999, hlm. 68–91.
- ^ Bartrop & Jacobs 2015, hlm. 963.
- ^ Gleijeses 1991, hlm. 383.
- ^ Castañeda 2005, hlm. 89–92.
- ^ Figueroa Ibarra 1990, hlm. 113.
- ^ a b c Broder 1999.
- ^ a b c Malkin 2011.
Daftar pustaka
- Bartrop, Paul R.; Jacobs, Steven Leonard (2015). Modern Genocide: The Definitive Resource and Document Collection. ABC-CLIO. ISBN 978-1-61069-364-6.
- Blum, William (2003). Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War II. London, UK: Zed Books. ISBN 978-1-84277-369-7.
- Broder, John M. (11 March 1999). "Clinton Offers His Apologies To Guatemala". The New York Times. Diakses tanggal 14 August 2016.
- Castañeda, Manolo E. Vela (2005). "Guatemala 1954: Las ideas de la contrarrevolución". Foro Internacional (dalam bahasa Spanyol). 45 (1): 89–114.
- Chapman, Peter (2008). Bananas!: How The United Fruit Company Shaped the World. Canongate Books. ISBN 1-84195-881-6.
- Cullather, Nicholas (1994). Operation PBSUCCESS: The United States and Guatemala, 1952–1954.
- Cullather, Nicholas (2006). Secret History: The CIA's classified account of its operations in Guatemala, 1952–1954. Palo Alto: Stanford University Press. ISBN 978-0-8047-5468-2.
- Figueroa Ibarra, Carlos (May–August 2006). "Izquierda y violencia revolucionaria en Guatemala (1954-1960)". Fermentum (dalam bahasa Spanyol). 16 (46): 395–414.
- Figueroa Ibarra, Carlos (January–February 1990). "Guatemala el recurso del miedo". Nueva Sociedad (105): 108–117.
- Forster, Cindy (2001). The time of freedom: campesino workers in Guatemala's October Revolution. University of Pittsburgh Press. ISBN 978-0-8229-4162-0.
- Fraser, Andrew (21 Aug 2005). "Architecture of a broken dream: The CIA and Guatemala, 1952–54". Intelligence and National Security. 20 (3): 486–508. doi:10.1080/02684520500269010.
- Gilderhus, Mark T. (March 2006). "The Monroe Doctrine: Meanings and Implications". Presidential Studies Quarterly. 36 (1): 5–16. doi:10.1111/j.1741-5705.2006.00282.x. JSTOR 27552742.
- Gleijeses, Piero (1991). Shattered Hope: The Guatemalan Revolution and the United States, 1944–1954. Princeton University Press. ISBN 978-0-691-02556-8.
- Gordon, Max (Summer 1971). "A Case History of U. S. Subversion: Guatemala, 1954". Science and Society. 35 (2). JSTOR 40401561.
- Grandin, Greg (2000). The blood of Guatemala: a history of race and nation. Duke University Press. ISBN 978-0-8223-2495-9.
- Grandin, Greg (2004). The Last Colonial Massacre. The University of Chicago Press. ISBN 0-226-30572-4.
- Gruson, Sydney (1954-07-09). "Special: Useless Weapons and Duds Sent Guatemala by Reds, Officers Say; REDS SENT DUDS TO GUATEMALANS". The New York Times. ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2016-08-13.
- Haines, Gerald (June 1995). "CIA and Guatemala Assassination Proposals, 1952–1954" (PDF). CIA Historical Review Program.
- Handy, Jim (1994). Revolution in the countryside: rural conflict and agrarian reform in Guatemala, 1944–1954. University of North Carolina Press. ISBN 978-0-8078-4438-0.
- Harbury, Jennifer (2005). Truth, Torture, and the American Way: The History and Consequences of U.S Involvement in Torture. Beacon Press. ISBN 978-0-8070-0307-7.
- Holland, Max (2004). "Operation PBHISTORY: The Aftermath of SUCCESS". International Journal of Intelligence and Counter-Intelligence. 17 (2): 300–332. doi:10.1080/08850600490274935.
- Holland, Max (1 January 2005). "Private Sources of U.S. Foreign Policy: William Pawley and the 1954 Coup d'Etat in Guatemala". Journal of Cold War Studies. 7 (4): 36–73. ISSN 1531-3298.
- Hove, Mark T. (September 2007). "The Arbenz Factor: Salvador Allende, U.S.-Chilean Relations, and the 1954 U.S. Intervention in Guatemala". Diplomatic History. 31 (4).
- Horvitz, Leslie Alan Horvitz; Catherwood, Christopher (2006). Encyclopedia of War Crimes and Genocide. Facts On File Inc. ISBN 978-1-4381-1029-5.
- Immerman, Richard H. (1982). The CIA in Guatemala: The Foreign Policy of Intervention. Austin: University of Texas Press.
- Jiménez, Hugo Murillo (1985). "La intervención Norteamericana en Guatemala en 1954: Dos interpretacines". Anuario de Estudios Centroamerica. 11 (2): 149–155.
- Kornbluh, Peter; Doyle, Kate, ed. (May 23, 1997) [1994], "CIA and Assassinations: The Guatemala 1954 Documents", National Security Archive Electronic Briefing Book No. 4, Washington, D.C.: National Security Archive
- LaFeber, Walter (1993). Inevitable Revolutions: The United States in Central America. New York: W. W. Norton & Company. ISBN 0-393-03434-8.
- May, Rachel (March 1999). ""Surviving All Changes is Your Destiny": Violence and Popular Movements in Guatemala". Latin American Perspectives. 26 (2): 68–91. doi:10.1177/0094582x9902600204.
- Malkin, Elisabeth (20 October 2011). "An Apology for a Guatemalan Coup, 57 Years Later". The New York Times.
- McAllister, Carlota (2010). "A Headlong Rush into the Future". Dalam Grandin, Greg; Joseph, Gilbert. A Century of Revolution. Durham, NC: Duke University Press. hlm. 276–309. ISBN 978-0-8223-9285-9. Diakses tanggal 14 January 2014.
- McCleary, Rachel M. (1999). Dictating Democracy: Guatemala and the End of Violent Revolution. University Press of Florida. hlm. 237. ISBN 978-0-8130-1726-6. Diakses tanggal 3 January 2017.
- Mikaberidze, Alexander (2013). Atrocities, Massacres, and War Crimes: An Encyclopedia. ABC-CLIO, LLC. ISBN 978-1-59884-926-4.
- Navarro, Mireya (February 26, 1999). "Guatemalan Army Waged 'Genocide,' New Report Finds". The New York Times. Diakses tanggal November 20, 2016.
- Paterson, Thomas G. (2009). American Foreign Relations: A History, Volume 2: Since 1895. Cengage Learning. ISBN 0-547-22569-5.
- "Historical Overview of Pentecostalism in Guatemala". Pew Research Center. 5 October 2006.
- Schlesinger, Stephen; Kinzer, Stephen (1999). Bitter Fruit: The Story of the American Coup in Guatemala. David Rockefeller Center series on Latin American studies, Harvard University. ISBN 978-0-674-01930-0.
- Smith, Gaddis (30 November 1995). The Last Years of the Monroe Doctrine, 1945–1993. Macmillan. ISBN 978-0-8090-1568-9.
- Streeter, Stephen M. (2000). Managing the Counterrevolution: The United States and Guatemala, 1954–1961. Ohio University Press. ISBN 978-0-89680-215-5.
- Young, John W. (1986). "Great Britain's Latin American Dilemma: The Foreign Office and the Overthrow of 'Communist' Guatemala, June 1954". The International History Review. 8 (4): 573–592 [p. 584]. doi:10.1080/07075332.1986.9640425.
Bacaan lanjut
- Handy, Jim (1994). Revolution in the Countryside: Rural Conflict and Agrarian Reform in Guatemala 1944–54. Chapel Hill: University of North Carolina Press. ISBN 0-8078-4438-1.
- Shea, Maureen E (2001). Standish, Peter, ed. Culture and Customs of Guatemala. Culture and Customs of Latin American and the Caribbean. London: Greenwood Press. ISBN 0-313-30596-X.
- Shillington, John (2002). Grappling with Atrocity: Guatemalan Theater in the 1990s. Fairleigh Dickinson University Press. ISBN 978-0-8386-3930-6.
Pranala luar
- CIA Freedom of Information Act Electronic Reading Room – CIA's declassified documents on Guatemala CIA Documents Chronicling the 1954 Coup
- US State Dept. site – Foreign Relations, 1952–1954: Guatemala
- American Accountability Project di Wayback Machine (diarsipkan tanggal October 30, 2005) – The Guatemala Genocide
- Guatemala Documentation Project – Provided by the National Security Archive.
- Video: Devils Don't Dream! Analysis of the CIA-sponsored 1954 coup in Guatemala.
- The Guatemala 1954 Documents
- From Árbenz to Zelaya: Chiquita in Latin America – video report by Democracy Now!
- Film pendek U.S. Warns Russia to Keep Hands off in Guatemala Crisis (1955) tersedia untuk diunduh secara gratis di the Internet Archive [selebihnya]
- U.S. Congressional involvement in the coup