Ismail Abdul Wahab

Revisi sejak 10 September 2018 18.05 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Assyahid fisabilillah Tuan Syekh Ismail Abdul Wahab (1897-1947) adalah seorang Ulama, Penulis dan Politikus Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai ketua DPRD Asahan pertama.[1] [2] [3]

Ismail Abdul Wahab
NamaIsmail Abdul Wahab
KebangsaanIndonesia

Latar belakang

Syekh Ismail Abdul Wahab yang memiliki nama lengkap, Assyahid Fi Sabilillah Syeikh Ismail bin Abdul Wahab Tanjungbalai. Lahir di Kom Bilik, Bagan Asahan, pada tahun 1897 dari seorang ayah bernama H Abdul Wahab Harahap dan ibu bernama Sariaman. Ayahnya berasal dari Huta Imbaru, Padang Lawas, Tapanuli Selatan. Setelah menyelesaikan sekolah dasar, dia melanjutkan pendidikan, khususnya, agama ke salah seorang ulama di Tanjungbalai, kepada al-Marhum Syeikh Hasyim Tua serta beberapa ulama lainnya. Tanjungbalai, selain kota pelabuhan yang sangat ramai, juga merupakan pusat pendidikan agama Islam di Kesultanan Asahan. Para mahasiswa dari berbagai negeri menjadikan Tanjungbalai sebagai tujuan pendidikan, seperti, Kerajaan Kotapinang, Kerajaan Pane dan lain sebagainya. Pada tahun 1925, untuk melengkapi ilmu pengetahuan yang dimilikinya, dia berangkat ke Mekkah, yang menjadi pusat pertemuan intelektual-intelektual Islam sedunia. Di sana dia mengembangkan kemampuannya selama lima tahun sambil menunaikan ibadah haji. Tidak puas dengan standarisasi ilmu di Mekkah, dia melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar di Kairo, Pada tahun 1930. Dia menamatkan berbagai jenjang di antaranya, Aliyah, Alimiyah, Syahadah Kulliah Syar'iyah dan Takhassus selama dua tahun. Syahadah Aliyah saat itu setingkat dengan sarjana. Alimiyah setingkat dengan master. Syahadah Kuliah Syar'iyah merupakan pendidikan spesialisasi. Takhassus merupakan pendidikan tingkat Doktor sesuai dengan kurikulum Islam saat itu. Pendidikan yang sangat lama itu tidak menjadi halangan baginya, walau dengan pengorbanan meninggalkan putrinya yang masih kecil, bernama Hindun, yang lahir sesaat sebelum dia berangkat di Mekkah. Aktvitasnya tidak saja dicurahkan untuk penguasaan ilmu, dia juga aktif dalam politik untuk menentang kolonialisme. Berbagai kegiatan tersebut mengantarnya menjadi Ketua 'Jamiatul Khoiriyah', sebuah organisasi mahasiswa Indonesia di Mesir. Perjuangan melawan kolonialisme tersebut diperluas ke segenap puak Melayu yang berada dalam terkaman bangsa kolonial. Diapun terpilih menjadi Ketua Persatuan Indonesia Malaya selama tiga tahun. Selama kepemimpinannya dia berhasil membangun solidaritas dan nasionalisme di jiwa para pemuda Indonesia dan Malaysia yang belajar di Mesir.[2]

Referensi