Buruan, Blahbatuh, Gianyar

desa di Kabupaten Gianyar, Bali
Revisi sejak 26 September 2018 00.35 oleh Angayubagia (bicara | kontrib) (Stadion Kapten I Wayan Dipta: Perbaikan tata bahasa)

Buruan adalah salah satu desa yang berada di kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, provinsi Bali, Indonesia. Desa Buruan memiliki luas wilayah 421 Ha dengan jumlah penduduk sebanyak 6.488 jiwa (Sensus BPs 2010) yang tersebar di 7 banjar dinas yaitu:

  1. Kutri
  2. Buruan
  3. Celuk
  4. Bangunliman
  5. Getas Kawan
  6. Getas Kangin
  7. Griya Ketandan
Buruan
Negara Indonesia
ProvinsiBali
KabupatenGianyar
KecamatanBlahbatuh
Kode pos
80581
Kode Kemendagri51.04.02.2006
Luas4,21 km² [1]
Jumlah penduduk6.714 jiwa(2015)[2] 6.488 jiwa(2010)[3]
Kepadatan1.542 jiwa/km²(2010)
Jumlah KK1.342
Peta
PetaKoordinat: 8°32′35.88″S 115°18′5.76″E / 8.5433000°S 115.3016000°E / -8.5433000; 115.3016000


Sementara dalam konteks pemerintahan adat wilayah Desa Buruan terbagi dalam 8 Desa Pekraman wilayah subak. Disamping kondisi wilayah yang sangat strategis, Desa Buruan juga memiliki potensi-potensi di luar sektor pertanian seperti, Peternakan, Kerajinan, Kesenian, Pariwisata, Koperasi dan Jasa Lainnya.

Tempat Wisata

Pura Bukit Dharma Durga Kutri Gianyar

Berdasaran prasasti di berbagai wilayah di Bali yang menunjuk keberadaan pura ini, Pura Bukit Dharma Durga Kutri diperkirakan sudah berdiri sejak 835 caka. Pada saat itu Bali diperintah oleh Raka Sri Kesari Warmadewa. Lokasi pura berada di lingkungan Banjar Kutri, di samping jalan utama menuju Blahbatuh, Gianyar. Yang unik adalah pada bagian mandala utama terdapat bukit yang diselimuti hutan kecil. Pada puncaknya itulah distanakan arca Durga Mahisamardini Astabuja.

Pura ini berawal dan berkembang sebagai sebuah kahyangan jagat dari pemerintahan Sri Kesari Warmadewa, Ugrasena, Tabanendra, Jayasingha, Mahadewi, Udayana. Pada saat pemerintahan Udayana, beliau ditemani permaisuri Gunapriya Dharmapatni sehingga disebut sebagai raja sejoli. Beliau berkuasa sekitar abad ke 10 M. Kekuasaan kerajaan Bali pada saat itu hingga mencapai Timor Timur. Prasasti yang mendukung keberadaan pura ini adalah Prasasti Peguyangan, Tengkulak, Trunyan, Prangsada, dsb.

Dalam prasasti Prangsada disebutkan: Sang Ari Anak Wungsu, Kunang Sira Sang Ibu Murwa Sira Mantuking Suryatmaka Dinarma Sira Ring Candi Ibu yang artinya Prabu Anak Wungsu meyakini ibunya Ratu Mahendradatta Udayana setelah wafat kembali ke inti Surya yaitu Wisnu, bersatu secara simbolis (Arcanam) di tempat pemujaan beliau (Candi Burwan). Dari prasasti tersebut dapat dijabarkan makna yang terkandung di dalamnya, yaitu Raja dan umat pada saat itu merupakan Pemuja Surya (Wisnu) dan Pura Bukit Dharma sudah ada pada masa Ratu Mahendradatta memerintah, di mana terdapat suatu benda dalam bentuk Arca Durga Ma (Ibu Durga). Hal ini terlihat pada kalimat beliau bersatu dengan yang dipuja di tempat beliau memuja. Yang dimaksud dengan dipuja di tempat beliau memuja adalah Suryatmaka (Inti Surya yaitu Wisnu), Hyang Widhi (Tuhan) dalam fungsi memelihara jagat raya. Dengan demikian Pura Bukit Dharma adalah Kahyangan Widhi.

Prasasti lain yang mendukung adalah Prasasti Peguyangan. Prasasti ini menjabarkan keagungan Tuhan yang dipuja di Buruan dijadikan dasar hidup bernegara dan beragama oleh masyarakat di bawah kekuasaan Ratu Mahendradata Udayana. Barang siapa yang sudah melaksanakan hidup bermasyarakat Grahasta, diwajibkan menjalani hidup bernegara dan beragama seperti yang ditetapkan oleh pemerintah pada saat itu.

Apabila dalam hidup ini umat berjalan di jalan dharma (kebaikan) sesuai dengan apa yang dipuja di Pura Bukit Dharma maka beliau akan selalu memberkati. Arca Durga Mahesamardini Astabuja yang disimbolkan dalam bentuk arca seorang wanita cantik bertangan delapan berkendaraan lembu memiliki makna perwujudan Gayatri. Arca tersebut simbol dari penyatuan kekuatan Brahma, Wisnu, dan Siwa (Utpeti, Stiti, Pralina). Penataan Pura Bukit Dharma ditata dengan konsep Tri Loka, Bru Loka (Pura Manik Tirtha), Bhuah Loka (Pura Pentaran Agung), dan Swah Loka (Pura Pucak Dharma). Pada pucak inilah diistanakan arca tersebut. Konsep Tri Mandala juga tertuang dalam penataan pura yaitu Nista Mandala (di depan candi bentar), Madya Mandala (di depan candi kurung), dan Utama Mandala (setelah memasuki candi kurung).

Selain arca yang terdapat di puncak, di penataran agung juga terdapat beberapa arca yang masih terkait yaitu arca-arca Gedong Pesaren, Arca Budha, Siwa, Lingga Yoni, arca gedong Doho. Arca Gedong Doho ini kemungkinan berkaitan dengan leluhur Raja Sejoli.

Stadion kapten I Wayan Dipta adalah sebuah stadion multifungsi, yang utamanya dipakai untuk pertandingan sepak bola, terletak di Gianyar, Bali, Indonesia. Kapasitasnya berjumlah 20.000 kursi. Awalnya, stadion ini merupakan markas kesebelasan asal Gianyar, yakni Persegi Gianyar, namun menyusul klub tersebut sudah tidak aktif atau sudah tidak ada, maka Stadion ini hampir tidak difungsikan lagi untuk waktu yang lama.

Pada tahun 2010, sejak bergulirnya Liga Primer Indonesia, Stadion Dipta kembali difungsikan dan untuk sementara menjadi homebase satu-satunya kesebelasan asal Pulau Dewata yakni Bali Devata FC.

Pada tahun 2014, Stadion Dipta merupakan markas Bali United Pusam yg bermain di kompetisi Indonesia Super League yg sebelumnya tim ini bernama Persisam Putra Samarinda yg bermarkas di Stadion Segiri, kota Samarinda, Kalimantan Timur.

Demografi

Penduduk desa Buruan sampai dengan tahun 2015 berjumlah 6.714 jiwa terdiri dari 3.417 laki-laki dan 3.297 perempuan dengan sex rasio 103.[4]

Referensi

Pranala Luar