Sentimen anti-Qing (Hanzi: 反淸; Pinyin: fǎn Qing) mengacu kepada sentimen yang terutama berlangsung di Tiongkok terhadap kekuasaan Manchu selama Dinasti Qing (1644–1912), yang dituduh oleh sejumlah penentang sebagai orang barbar. Qing dituduh menghancurkan budaya Han tradisional dengan memaksa orang Han untuk mengenakan taucang seperti gaya orang Manchu. Qing disalahkan karena menekan ilmu pengetahuan Tiongkok, menyebabkan Tiongkok ditransformasikan dari kekuatan utama dunia menjadi negara miskin dan terbelakang. Orang-orang dari Delapan Panji hidup dari pensiun pemerintah tidak seperti penduduk sipil orang Han umumnya.

Sun Yat-sen, salah satu pemimpin Revolusi Xinhai yang menggulingkan Dinasti Qing tahun 1912. Foto diambil tahun 1907

Slogan perjuangan aktivis anti-Qing adalah "Fǎn Qīng fù Míng" (Hanzi sederhana: 反淸复明; Hanzi tradisional: 反淸復明; secara harfiah: "Menentang Qing dan memulihkan Ming").

Dalam arti yang luas, seorang aktivis anti-Qing adalah siapa saja yang terlibat dalam aksi langsung anti-Manchu. Ini termasuk orang-orang dari banyak gerakan politik arus utama dan pemberontakan, seperti Pemberontakan Taiping, Revolusi Xinhai, Pemberontakan Tiga Bawahan, Perkumpulan Kebangkitan Tiongkok, Tongmenghui, Pemberontakan Panthay, Pemberontakan Lotus Putih, dan lainnya.

Loyalisme Ming pada awal Qing

 
Patung Zheng Chenggong di Pulau Gulangyu di Xiamen, salah satu dari sekian banyak di Tiongkok daratan dan Taiwan.

Loyalis Ming Muslim

Para loyalis Ming Muslim Hui di bawah Mi Layin dan Ding Guodong berperang melawan Qing untuk mengembalikan takhta kepada seorang pangeran Ming dari tahun 1646-1650. Ketika Dinasti Qing menyerbu Dinasti Ming tahun 1644, para loyalis Ming Muslim di Gansu yang dipimpin oleh pemimpin Muslim Milayin[1] dan Ding Guodong memimpin pemberontakan tahun 1646 terhadap Qing semasa pemberontakan Milayin dengan tujuan untuk mengusir Qing dan mengembalikan takhta kepada Pangeran Ming dari Yanchang, Zhu Shichuan sebagai kaisar.[2] The Muslim Ming loyalists were supported by Hami's Sultan Sa'id Baba and his son Prince Turumtay.[3][4][5]

Referensi

  1. ^ Millward, James A. (1998). Beyond the Pass: Economy, Ethnicity, and Empire in Qing Central Asia, 1759-1864 (edisi ke-illustrated). Stanford University Press. hlm. 298. ISBN 0804729336. Diakses tanggal 24 April 2014. 
  2. ^ Lipman, Jonathan Neaman (1998). Familiar strangers: a history of Muslims in Northwest China. University of Washington Press. hlm. 53. ISBN 0295800550. Diakses tanggal 24 April 2014. 
  3. ^ Lipman, Jonathan Neaman (1998). Familiar strangers: a history of Muslims in Northwest China. University of Washington Press. hlm. 54. ISBN 0295800550. Diakses tanggal 24 April 2014. 
  4. ^ Millward, James A. (1998). Beyond the Pass: Economy, Ethnicity, and Empire in Qing Central Asia, 1759-1864 (edisi ke-illustrated). Stanford University Press. hlm. 171. ISBN 0804729336. Diakses tanggal 24 April 2014. 
  5. ^ Dwyer, Arienne M. (2007). Salar: A Study in Inner Asian Language Contact Processes, Part 1 (edisi ke-illustrated). Otto Harrassowitz Verlag. hlm. 8. ISBN 3447040912. Diakses tanggal 24 April 2014.