Indonesia…Indonesia….

Negara ini...Dibangun atas dasar semangat kuat untuk lepas dari penjajah.. Para pemikir besar terdahulu mengharap bangsa yang terbangun adalah berbudaya dan beradab. Lepas dari kekangan bangsa asing yang memenjarakan kreativitas kita. Sumpah pemuda menjadi saksi atas “mimpi indah” tersebut. Termasuk didalamnya pengesahan atas nama “Indonesia” itu sendiri.

Namun, lebih dari setengah abad berselang, Indonesia yang didambakan menunjukkan degradasi yang lumayan tajam, kalau tak boleh dibilang turun drastis. Mana kewibawaan bangsa kita yang diusung terdahulu? Memang, ada yang bilang jika sejarah kita sudah salah. Tak ada penekanan dari Pancasila misalnya untuk berkiblat pada Barat atau nilai-nilai tradisional bangsa. Belum lagi, nama Indonesia sendiri adalah pemberian sejarawan Inggris, bukan asli ide bangsa kita. Akan tetapi, kita tak boleh terlalu “mengutuk” sejarah, apalagi mengabaikannya.

Kita, bukan generasi penerus, tapi generasi pembaharu, jika masih ada rasa optimis itu. Akan sangat miris melihat kenyataan bahwa bangsa kita saat ini juga makin terjajah, meski dalam wajah lain. Imperialisme itu lebih halus, tapi menggemparkan. Sungguh naas Indonesia (ku).

Sebelum memaparkan hal tersebut, Saya lebih baik mengutip ungkapan Soekarno di era demokrasi terpimpin. Dia menyerukan slogan “Ganyang Malaysia, linggis Inggris, dan hancurkan Amerika”. Agaknya seruan tersebut tak berlebihan bahkan tepat untuk saat ini pula. Betapa tidak?

Malaysia telah membuat panas kita dengan segenap tindakan tercelanya... Klaim aneka budaya seperti reog, batik, bahkan ada isu ikan arwana pun akan segera diakuinya sebagai milik negeri Jiran tersebut. Belum lagi, kasus tarik ulur mengenai batas negara yang kian hari terus melejit. Hingga persoalan yang dianggap “remeh temeh” tentang penyebutan orang Malaysia kepada orang Indonesia dengan nama “Indone”..laporan KOMPAS (saya lupa tanggalnya” telah sedikit menyentil kita tentang persengketaan tersebut. Bagaimana Indonesia, tepatnya pemerintah mengatasi ini? ini bukan persoalan sepele kawan! Ini masalah HARGA DIRI. Salah satu visi Soekarno kala itu, dan saya cukup mengaguminya...sayang, belum ada pemimpin seperti dia lagi.

Inggris, negara yang menyimpan banyak nilai budaya di Eropa. Terkenal dengan Revolusi Industri-nya...menyebabkan negara ini semakin melihat empirisme, bukan nilai filosofis.. Teringat teori Adam Smith tentang “wealth of nation” yang merambah pemikirannya hingga Indonesia. Hal ini menyebabkan Indonesia kehilangan jati dirinya. Lebih mementingkan nilai-nilai praksis, yang penting modal! (seperti negara orde baru saja!). Kenyataan Inggris sebagai penjajah hingga saat ini terlihat dari adanya anasir politik untuk tetap mempertahankan aliran “AHMADIYAH” di Indonesia. Seperti yang saya tahu, bahwa aliran ini berawal dari perkembangannya di Inggris, untuk memerangi kaum Islam (saya harap kawan-kawan yang membacanya tidak menafsir ini dari sisi SARA). Bahkan, modal untuk kaum ini juga didatangkan dari negeri bercorak kerajaan ini untuk menumbuhsuburkan AHMADIYAH. Jadi, apakah pemerintah akan tetap tinggal diam dengan ini semua? Semoga saja tidak!

Amerika...ehm, tentu saja secara subjektif saya mengutuk segala ikut terlibat. Hanya elit-elitnya saja (biasa, elit itu selalu begitu!). namun, suatu gebrakan telah dibuat oleh Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari, tentang kebobrokan Amerika dan lembaganya dalam menangani kasus flu burung. Yah, saya pikir hal itu sama halnya dengan setetes embun di tengah gersang...semoga embun itu bisa menularkannya pada rumput-rumput kering lainnya. Meskipun ada yang bilang, Dia hanya “seorang wanita”? ehm, saya pikir lalu kenapa? Toh, Kartini pernah melakukan sesuatu yang besar untuk mengubah budaya yang mengungkung perempuan. Hingga sekarang, Kartini masih dikenal dengan ucapannya, “Habis Gelap Terbitlah Terang”...semoga itu juga yang terjadi saat ini. Meski perjuangan saat ini lebih berat..lebih kompleks.. bukan hanya sekedar masalah poligami, tapi juga harkat dan martabat bangsa! Penjajahan bukan hanya dari luar, tapi dari bangsa kita yang termakan omongan kapitalisme tak bermoral. Nauzubillah...

Akhirnya, apa arti dari semua ini? Meski bukan lagi dengan cara terdahulu, namun kita tetap harus melawan secara radikal, pun berbudaya. Saya rasa kawan-kawan bisa berpikir sendiri. jadi ingat, ada demo besar-besaran tanggal 12 Mei ini di Jakarta...MENUNTUT PEMERINTAH! Baguslah, tapi semoga memiliki misi untuk perubahan bangsa, ke arah yang lebih baik..jika itu yang terjadi, selamat berjuang mahasiswa. Perbaiki Image mahasiswa yang notabene dianggap bukan mental pejuang, tapi generasi “ya iya lah”... semoga kita bukan termasuk generasi yang masuk dalam “lubang hitam kebudayaan” dan tidak menemukan muaranya kembali... Untuk tetap mempertahankan bangsa ini, Kita butuh pemimpin yang berciri negarawan, pemikir, bukan orang bermental “rapuh”!

-Hikmah- MAhasiswa FISIPOL UGM, prihatin akan keadaan bangsanya....